Kamis, 30 Januari 2025

AKU BUKAN LAGI PAYUNGMU

 Aku Bukan Lagi Payungmu

Karya : Pena_Lingga


Aku bukan lagi payung yang kau cari saat hujan. Dulu, setiap kali awan gelap menggantung di langit, kau datang padaku, mencari perlindungan dari dingin dan derasnya luka. Aku selalu ada, membuka diri, menampung setiap tetes yang seharusnya jatuh kepadamu. Aku rela basah demi memastikanmu tetap kering, tetap nyaman, tetap tenang di bawah naunganku.


Namun kini, segalanya telah berubah. Aku lelah menjadi pelindung yang hanya kau cari ketika butuh. Aku lelah selalu menampung, sementara kau berlalu pergi begitu saja saat langit kembali cerah. Aku sadar, peranku selama ini bukan sebagai seseorang yang kau jaga, melainkan hanya sebagai sesuatu yang kau gunakan.


Aku pernah berharap bisa selalu menjadi tempatmu pulang. Aku pernah berpikir bahwa jika aku cukup kuat menahan hujan untukmu, kau akan tetap tinggal. Tapi nyatanya, aku hanya menjadi pilihan sementara—bukan rumah, bukan tujuan. Aku hanyalah sesuatu yang kau genggam ketika butuh, lalu kau tinggalkan tanpa peduli ketika tak lagi diperlukan.


Kini, aku memilih untuk berhenti. Aku tak ingin lagi menjadi tempat perlindungan yang hanya kau ingat di saat sulit. Aku ingin menjadi lebih dari sekadar payung bagimu—atau mungkin, aku tak ingin menjadi bagian dari kisahmu lagi. Aku ingin belajar melindungi diriku sendiri, bukan hanya melindungimu yang bahkan tak pernah menoleh ke belakang.


Aku melihatmu berjalan di bawah rinai hujan tanpa mencariku lagi. Mungkin kau telah menemukan payung baru, atau mungkin kau telah belajar menikmati hujan tanpaku. Tak apa, karena aku juga telah menemukan caraku sendiri untuk tetap berdiri. Aku tak lagi takut kehilangan, karena yang sejati tak seharusnya hanya datang saat butuh, lalu pergi saat cukup.


Tapi tetap saja, ada perih yang tersisa. Aku bisa berdusta dengan berkata bahwa aku baik-baik saja, bahwa aku telah benar-benar melepaskanmu. Namun, jauh di dalam hati, aku masih bertanya-tanya—apakah kau pernah benar-benar peduli? Apakah pernah, walau hanya sesaat, kau merasa kehilangan saat menyadari aku tak lagi di sana?


Aku ingin percaya bahwa aku kuat, bahwa aku telah melangkah tanpa menoleh lagi. Tapi ada malam-malam di mana rintik hujan mengetuk jendela dan aku memejamkan mata, membayangkan kau kembali datang, membawa basah dan lelahmu, mencari tempat berteduh di sisiku. Aku tahu itu hanya ilusi, namun tetap saja, rasanya menyakitkan.


Hujan masih turun, seperti dulu. Tapi kali ini, aku berdiri sendiri, bukan karena ingin, melainkan karena tak ada lagi yang mencariku. Aku menatap langit, membiarkan air jatuh ke wajahku, mencoba membiasakan diri dengan dingin yang dulu selalu kutahan untukmu. Aku berharap ini hanya sementara, bahwa suatu saat aku tak lagi merasa sesedih ini.


Dan mungkin, jika suatu hari kau akhirnya mencariku, aku sudah tak ada lagi. Bukan karena pergi, tapi karena telah larut dalam hujan itu sendiri. Aku bukan lagi payung yang kau cari, dan mungkin, aku juga bukan lagi seseorang yang bisa kau temukan. Sebab terlalu lama menjadi tempat berteduhmu telah membuatku hancur perlahan, hingga akhirnya aku menghilang—tanpa jejak, tanpa suara, tanpa kau sadari.


Kamar Duka, 30 Januari 2025

Rabu, 29 Januari 2025

KOTA YANG TAK PERNAH TIDUR

 Puisi Esai

---++++---


Kota Yang Tak Pernah Tidur

Karya : Pena_Lingga


Aku mendengar bisikan itu,

dari balik kabut yang tak pernah habis,

dari ruang-ruang yang sepi

di antara terik matahari yang menjerat kita

dan bayangan malam yang mengintai di sudut-sudut jalan.

Di sini, di kota ini,

waktu tidak bergerak.

Ia hanya berputar-putar,

menggigit dengan gigih,

seperti seekor tikus yang terperangkap dalam perangkapnya sendiri.

Dan aku,

berdiri di tengahnya,

mencoba mengingat,

atau lebih tepatnya, mencoba untuk melupakan.


Apakah kau tahu?

Kau yang hilang dalam senyap,

dalam bisu yang lebih keras dari teriakan.

Apa yang tersisa darimu hanyalah mata yang kosong,

seperti cermin yang tak pernah memantulkan gambar

tetapi hanya memantulkan kesedihan.

Aku memandang mata itu,

dan aku tahu—

mereka melihatku dengan cara yang berbeda,

seperti mereka melihat apa yang seharusnya tak pernah ada.

Seperti mereka melihat luka yang tak bisa dihapus,

seperti mereka melihat cerita yang tak akan pernah selesai.


Di sini,

di kota yang tak pernah tidur,

di bawah langit yang tak pernah cerah,

waktu berdetak seperti suara langkah kaki yang hampa.

Ada sebuah ruang kosong yang mengelilingi kita,

ruang yang tak bisa diisi oleh apapun,

ruang yang tak pernah bisa kita sentuh,

meski kita mencoba menggapainya dengan segenap daya.

Dan di tengah-tengahnya,

aku berdiri, mencari jawaban yang tak pernah ada,

mencari potongan-potongan dari dirimu

yang telah lama hilang.


Mereka berkata,

"luka ini adalah sesuatu yang harus diterima."

Tetapi bagaimana aku bisa menerima

sesuatu yang terus mengubah bentuknya,

sesuatu yang tidak pernah cukup nyata untuk disentuh?

Setiap kali aku berpikir aku mengerti,

luka itu berubah lagi,

seperti bayangan yang terus menghindar

setiap kali aku mencoba menggapainya.


Aku ingin berteriak,

tetapi mulutku terasa terkunci,

seperti pintu yang tidak bisa dibuka meski ada kunci di tangan.

Aku ingin memanggilmu,

tetapi namamu hanya sebuah gema yang hilang

di antara hiruk-pikuk dunia yang terus berjalan.

Seperti kata-kata yang terjebak dalam tenggorokan,

seperti harapan yang selalu terlewat,

seperti angin yang tak pernah kembali.


Aku bertanya pada cermin yang pecah:

Apakah kita memang harus mengubur luka-luka ini

di dalam tanah yang sudah lapuk?

Atau akankah kita terus menggali,

menggali lebih dalam,

hingga kita menemukan akar dari segala yang hilang?

Tetapi setiap kali aku menggali,

aku hanya menemukan lebih banyak kegelapan,

lebih banyak kesepian,

dan lebih banyak potongan-potongan dari masa lalu

yang seharusnya sudah lama kita tinggalkan.


Di malam yang dingin ini,

aku teringat pada semua yang kita tinggalkan,

pada semua yang pernah kita percayai,

dan pada semua yang telah hilang di antara kita.

Kau adalah luka yang tak bisa sembuh,

tetapi aku tak tahu bagaimana cara melepaskannya.

Mungkin ini yang disebut dengan penderitaan yang tak terlihat,

penderitaan yang ada di antara setiap nafas,

di antara setiap detik yang berlalu,

di antara setiap langkah yang terhenti.


Apakah kita hanya berjalan di dunia ini

untuk menemukan bahwa kita sudah terlalu terlambat

untuk kembali ke tempat yang seharusnya kita tuju?

Apakah kita hanya berjalan di dunia ini

untuk menemukan bahwa segala yang kita inginkan

adalah sesuatu yang sudah lama hilang?


Mereka berkata,

"waktu akan menyembuhkan segala luka."

Tetapi bagaimana jika luka ini adalah bagian dari kita,

bagian dari siapa kita,

dan bagian dari segala yang telah kita alami?

Apa yang akan terjadi jika kita tidak pernah benar-benar sembuh?

Apakah kita akan terus terjebak dalam ruang ini,

dalam waktu ini,

dalam luka ini?


Aku ingin mengingatmu,

tapi bagaimana aku bisa mengingat sesuatu

yang tak pernah benar-benar ada?

Kau adalah bayangan yang tak pernah lengkap,

seperti mata yang terus menatap

tanpa melihat,

seperti tangan yang terus meraih

tanpa pernah menyentuh.

Dan aku,

aku adalah tubuh yang terus mencari-cari

potongan-potonganmu di antara hujan dan angin,

di antara puing-puing dari segala yang telah kita tinggalkan.


Setiap kali aku berpaling,

aku hanya melihat bayangan kita

yang semakin menghilang di cakrawala,

seperti angin yang membawa segala yang kita punya

menjadi debu.

Dan aku bertanya pada diri sendiri:

Apakah kita hanya berjalan

untuk akhirnya melupakan?

Ataukah kita hanya melupakan

untuk akhirnya berjalan?


Jika luka ini tidak bisa sembuh,

maka biarkan ia menjadi bagian dari kita,

seperti jejak kaki di pasir yang akan hilang

seiring dengan datangnya ombak,

tetapi selalu ada untuk dikenang.

Mungkin ini adalah cara kita

untuk terus hidup—

melalui luka yang tidak bisa disembuhkan,

melalui kata-kata yang tidak pernah terucap,

melalui kenangan yang selalu ada,

meski semuanya telah lama hilang.


Raja Ampat, 29 Januari 2025

KEBENARANMU ATAS KEBOHONGAN

 Kebenaranmu atas Kebohongan


Karya : Pena_Lingga


Kamu sangat pandai membenarkan kebohongan alasanmu, seakan setiap kata yang keluar dari mulutmu adalah kebenaran yang tak terbantahkan. Semua yang kamu katakan terdengar begitu meyakinkan, seperti sebuah kisah yang tersusun rapih dan tak ada celah. Setiap kali kamu membuka mulut, aku merasa seolah dunia menjadi lebih terang, dan aku terlena dalam ceritamu yang penuh dengan janji palsu.


Bodohnya aku, selalu saja percaya. Terus-terusan aku memberikan kesempatan padamu, meski hatiku sudah mulai retak. Aku selalu berharap, entah dengan cara apa, bahwa kali ini akan berbeda. Namun, harapan itu seakan hanya menjadi bayangan yang semakin memudar seiring berjalannya waktu. Tak peduli seberapa banyak kali kamu melukai, aku tetap saja terbawa arus kata-katamu yang manis dan penuh penghiburan.


Setiap kali kamu pergi dan kembali, aku selalu menyambutmu dengan tangan terbuka, seolah-olah aku belum pernah merasa sakit. Padahal, dalam diam aku merasakan luka yang semakin dalam. Kamu tahu persis cara mengelabui hatiku, cara membuatku merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja, meskipun kenyataan justru mengatakan sebaliknya.


Aku terkadang bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku begitu bodoh? Mengapa aku selalu saja kembali padamu, meski sudah jelas kamu telah membuatku menangis berulang kali? Mungkin, karena aku masih berharap ada perubahan, atau mungkin karena aku terlalu takut menghadapi kenyataan bahwa aku harus melepaskanmu.


Kamu selalu punya alasan yang tampaknya masuk akal, alasan yang membuatku ragu untuk meragukanmu. Setiap penjelasanmu terdengar begitu logis, begitu penuh dengan kepedulian, seakan aku yang salah karena meragukanmu. Dan aku, seperti seorang anak yang tidak tahu apa-apa, kembali percaya dan menerima semuanya begitu saja.


Namun, semakin lama aku merasa semakin kosong. Kata-katamu yang dulu terdengar indah kini mulai terasa seperti kebohongan yang tak pernah berakhir. Hati ini mulai lelah dengan permainan yang kamu buat, dengan janji-janji yang tak pernah kau tepati, meski aku terus memberikanmu kesempatan untuk membuktikannya.


Aku mencoba untuk membuka mata dan melihat semua ini dengan jernih. Namun, setiap kali aku mencoba, kamu selalu ada untuk menarikku kembali ke dalam dunia yang kau buat, dunia di mana aku selalu percaya bahwa segala sesuatunya akan berubah. Dunia yang ternyata hanyalah ilusi belaka.


Setiap luka yang kamu buat semakin mendalam, dan semakin sering aku merasa terjebak dalam kebohongan-kebohonganmu. Namun, meskipun hatiku tahu bahwa aku harus pergi, ada sesuatu yang membuatku tetap bertahan. Mungkin itu adalah cinta yang tak mampu aku lepaskan, atau mungkin itu adalah harapan yang tak kunjung mati.


Aku tahu, pada akhirnya, aku harus berhenti. Aku harus berhenti memberi kesempatan yang tak pernah dihargai. Aku harus berhenti percaya pada kata-kata kosongmu yang hanya membuat hatiku semakin hancur. Namun, entah mengapa, aku selalu saja kembali, seperti sebuah kebiasaan buruk yang sulit untuk dihindari.


Dan akhirnya, aku sadar. Aku mungkin sudah terlalu lama terjebak dalam permainanmu. Tapi, kali ini, aku akan berusaha melepaskan diri. Aku akan berhenti percaya pada alasan-alasanmu yang selalu terdengar begitu sempurna, dan aku akan mulai menyembuhkan hati yang telah lama terluka.


Raja Ampat, 29 Januari 2025

AKU YANG HAMPIR MELUPAKAN TUHAN

 ( Sufi )


Aku yang Hampir Melupakan Tuhan


Karya : Pena_Lingga


Dalam kebisuan malam, aku hampir melupakan Tuhan. Hidupku, yang dipenuhi gemerlap dunia, meredupkan sinar-Nya, dan aku hanyut dalam kebahagiaan yang semu. Hatiku, yang dulu penuh dengan rindu kepada-Nya, kini terasa kering, seakan Tuhan jauh dari pandanganku.


Aku berjalan di jalan yang penuh dengan godaan dunia, membiarkan diri tergoda oleh gemerlapnya. Aku lupa bahwa segala yang ada adalah titipan-Nya, sementara aku sibuk mengejar kebahagiaan yang ku kira bisa ku capai dengan tangan kosong.


Namun, dalam kesunyian yang mendalam, aku mulai mendengar bisikan-Nya, lembut seperti angin yang membawa aroma tanah basah. Tuhan tidak pernah jauh, hanya aku yang terlalu sibuk dengan diri sendiri hingga tak mampu merasakan kehadiran-Nya.


Aku yang hampir melupakan Tuhan, kini merasa cemas. Betapa sering aku terlena dengan dunia, membiarkan diri terperangkap dalam pusaran keinginan dan ambisi. Padahal, semuanya adalah bayangan yang hanya muncul sejenak, lalu menghilang. Hanya Tuhan yang abadi.


Mungkin aku lupa bahwa kebahagiaan yang hakiki terletak dalam kedekatanku dengan-Nya. Aku mencari-Nya dalam tempat-tempat yang salah, padahal Dia selalu ada dalam hatiku, menunggu aku kembali kepada-Nya dengan sepenuh hati.


Ketika aku merenung, aku mulai mengingat bahwa hidup ini bukan tentang apa yang aku miliki, tetapi tentang siapa yang aku cari. Dan hanya Tuhan yang mampu memenuhi kekosongan hati ini. Aku yang hampir melupakan-Nya kini merasa rindu untuk kembali dalam pelukan kasih-Nya.


Tuhan tak pernah memaksa, namun Dia senantiasa mengingatkan. Lewat hidayah yang datang dalam bentuk yang tak terduga, aku dipertemukan kembali dengan-Nya. Dan dalam setiap tarikan nafasku, aku menyadari bahwa hidup ini adalah perjalanan untuk kembali kepada-Nya.


Dalam kesendirian, aku menemukan Tuhan. Dalam kesulitan, aku merasakan betapa dekatnya Dia. Tuhan tidak pergi, hanya aku yang terlupa. Kini, aku berdoa agar hati ini selalu ingat, agar aku tidak lagi terjerumus dalam dunia yang fana.


Aku yang hampir melupakan Tuhan kini menyadari bahwa hidup ini bukan milikku. Semua yang ada adalah anugerah-Nya, dan aku hanyalah seorang hamba yang berusaha untuk kembali ke jalan-Nya. Di sini, dalam setiap detik, aku belajar untuk menyerahkan segalanya kepada-Nya.


Tuhan, aku kembali kepada-Mu. Mungkin aku terlambat, namun Engkau selalu ada untukku. Ampuni aku yang hampir melupakan-Mu. Kini, aku ingin hidup dalam ingatan-Mu, berjalan di jalan yang Engkau ridhoi, dan selalu merindukan kehadiran-Mu dalam setiap langkahku.


Raja Ampat, 29 Januari 2025


-----------PENANGGUNG JAWABAN NASKAH--------


Genre:


Tulisan ini dapat digolongkan dalam genre Sufisme atau Spiritualitas, dengan sentuhan puisi reflektif dan kontemplatif. Gaya ini mengarah pada pencarian makna hidup melalui kedekatan dengan Tuhan, yang mencerminkan perjalanan batin dan pengakuan akan kelemahan manusia. Kata-kata dalam tulisan ini mengandung nilai-nilai mistik yang kerap ditemukan dalam ajaran-ajaran tasawuf, di mana penulis merasakan keterasingan diri dari Tuhan dan usaha untuk kembali menemukan-Nya.


Makna Gaya Tulisan:


Gaya tulisan ini memanfaatkan elemen introspeksi dan kontemplasi yang mendalam untuk menggambarkan pergulatan batin seseorang dalam mencari Tuhan setelah hampir melupakan-Nya. Melalui alur yang perlahan-lahan mengarah pada penyadaran, tulisan ini menonjolkan tema kerinduan dan penyesalan atas jauhnya hubungan dengan Tuhan. Di samping itu, gaya ini menggunakan metafora dan perbandingan untuk menggambarkan jarak batin, seperti "gemerlap dunia" dan "bisikan-Nya", yang menunjukkan bahwa Tuhan selalu ada, meskipun seringkali terabaikan oleh kesibukan duniawi.


Tulisan ini juga mengandung nuansa pencarian dan penyerahan diri, khas dalam perjalanan spiritual. Proses ini tidak hanya berbicara tentang dosa atau kelalaian, tetapi lebih kepada kesadaran diri akan kekurangan dan keinginan untuk kembali mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Gaya ini sederhana namun mendalam, menciptakan rasa keintiman dan kedalaman 

spiritual yang menyentuh hati pembaca.

BUKAN KAMU LAGI ARAHKU UNTUK PULANG

 ( Prosa Liris )


Bukan Kamu Lagi Arahku Untuk Pulang


Karya : Pena_Lingga


Teruntuk kamu yang pernah menjadi obat dalam lelahku, yang pernah menjadi rumah ternyamanku...


Dulu, dalam setiap kepadatan hari yang melelahkan, kamu adalah tempat aku pulang. Suaramu menenangkan, kehadiranmu seperti pelukan tak kasatmata yang mampu meredakan segala letihku. Kamu bukan sekadar seseorang, kamu adalah rumah, tempat di mana aku merasa utuh tanpa perlu berpura-pura menjadi kuat.


Aku masih ingat bagaimana kita berbagi cerita, membangun dunia kecil kita sendiri di antara percakapan panjang yang seolah tak pernah habis. Kamu mendengarkanku tanpa menghakimi, membiarkan aku menjadi diriku sendiri tanpa perlu takut ditinggalkan. Di sisimu, aku merasa aman.


Namun, seperti daun yang perlahan gugur dari tangkainya, segalanya berubah. Aku tidak tahu kapan tepatnya jarak mulai tumbuh di antara kita, kapan kebersamaan kita mulai terasa asing. Yang dulu begitu dekat kini menjauh, yang dulu saling mencari kini hanya saling diam.


Tak ada perpisahan yang benar-benar mudah, begitu pula dengan kita. Mungkin, kita terlalu sibuk mencari alasan untuk tetap bertahan hingga lupa bahwa beberapa hal memang harus dilepaskan. Dan pada akhirnya, yang tersisa hanya kenangan yang kini tersimpan rapi dalam buku di sudut kamarku.


Aku membacanya sesekali, bukan karena ingin kembali, tetapi untuk mengenang bagaimana rasanya pernah memiliki seseorang yang begitu berarti. Kisah kita tak lagi nyata, tapi tak juga hilang. Ia tetap ada, mengisi ruang kosong yang tak bisa diisi oleh siapa pun lagi.


Terkadang aku bertanya-tanya, apakah kamu juga pernah mengingatku seperti aku mengingatmu? Apakah ada satu momen di mana kamu tiba-tiba terdiam, tersenyum kecil, lalu menghela napas panjang karena ingatan tentang kita kembali menyelinap tanpa diundang?


Bagaimanapun, aku bersyukur pernah mengenalmu, pernah merasakan hangatnya kehadiranmu. Meski tak lagi berjalan beriringan, aku tahu bahwa pertemuan kita bukan kebetulan. Ada sesuatu yang kita pelajari dari satu sama lain, ada luka yang menguatkan, ada kebahagiaan yang pernah kita bagi.


Kini, aku melanjutkan langkahku dengan tenang, tanpa berharap untuk kembali, tetapi juga tanpa ingin melupakan. Kamu adalah bagian dari perjalanan yang menjadikanku seperti sekarang, dan untuk itu, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih.


Semoga kamu menemukan kebahagiaan yang selama ini kamu cari. Semoga kamu tetap menjadi rumah, untuk dirimu sendiri, atau mungkin untuk seseorang yang kini menggenggam tanganmu dengan erat. Dan semoga, jika suatu hari kita bertemu lagi, kita bisa tersenyum tanpa ada lagi kata yang tertahan di antara kita.


Namun, di balik semua doa baik yang kuucapkan, ada satu kenyataan yang harus kutelan pahit-pahit: aku bukan lagi rumahmu. Aku bukan lagi tempatmu pulang, bukan lagi nama yang kau cari saat dunia terasa berat. Aku telah menjadi seseorang yang asing dalam hidupmu, sama seperti kau yang kini terasa begitu jauh dalam hidupku. Dan itulah yang paling menyakitkan—bukan karena kita berpisah, tapi karena kita pernah sedekat itu, lalu berubah menjadi sepasang kenangan yang tak lagi berarti.


Raja Ampat, 29 Januari 2025


------------PERTANGGUNG JAWABAN NASKAH--------


Tulisan ini termasuk dalam genre romansa dengan subgenre romansa tragis atau romansa melankolis. Gaya penulisannya juga memiliki elemen prosa liris, karena menggunakan bahasa yang puitis dan emosional untuk menggambarkan perasaan kehilangan, penyesalan, dan kesedihan mendalam dalam h

ubungan yang telah berakhir.





Minggu, 26 Januari 2025

PERPISAHAN DI PERSIMPANGAN IMAN

 ( Frasa )

Perpisahan Di Persimpangan Iman


Karya : Pena_Lingga


 Aku berikrar di hadapan Tuhanku, dengan gelang tasbih yang melingkar di pergelangan tangan, butirannya menjadi saksi atas doa-doa yang kuucapkan dalam hati. Dalam hening, aku berbisik kepada-Nya, memohon kekuatan, ampunan, dan kasih yang tak bertepi. Gelang ini bukan sekadar aksesoris, tetapi pengingat akan hubungan suci antara aku dan Sang Pencipta.


Sementara itu, kamu berdiri di sisi yang berbeda. Dengan kalung salib yang tergantung di lehermu, kau menundukkan kepala dalam hening yang khusyuk. Salib itu adalah simbol keimananmu, lambang pengorbanan, dan cinta Tuhanmu yang selalu kau yakini. Di sana, di hadapan Tuhanmu, kau mengucap janji-janji yang hanya kalian berdua yang tahu.


Kita mungkin memiliki cara yang berbeda dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Aku merangkai doa melalui jemariku yang menyentuh butir tasbih satu per satu, sementara kamu memejamkan mata, menggenggam erat salib kecil yang tergantung di kalungmu. Namun, bukankah doa-doa kita bermuara pada hal yang sama? Pada harapan akan kebaikan, pengampunan, dan cinta?


Gelang tasbihku dan kalung salibmu menjadi simbol kecil dari keyakinan besar yang kita pegang. Aku percaya pada doa yang kuhantarkan lewat setiap butir tasbih, dan kamu percaya pada pengorbanan yang diwakili oleh salib itu. Simbol-simbol ini menjadi saksi diam atas setiap harapan yang kita sematkan kepada Yang Maha Esa.


Dalam diam, aku kadang bertanya-tanya, bagaimana Tuhan memandang kita. Aku, dengan gelang tasbihku, dan kamu, dengan kalung salibmu, apakah Dia melihat kita sebagai dua jiwa yang berbeda? Ataukah sebagai dua hamba yang sama-sama mencari cinta-Nya, meski dengan jalan yang berbeda?


Perbedaan kita bukan penghalang, melainkan jembatan untuk saling memahami. Kau ajarkan aku tentang keteguhan dalam imanmu, dan aku tunjukkan padamu tentang ketenangan dalam doaku. Kita belajar bahwa cinta Tuhan terlalu besar untuk dibatasi oleh simbol-simbol atau perbedaan cara menyembah.


Gelang tasbihku mengajarkanku kesabaran, merangkai doa dengan penuh ketenangan. Kalung salibmu mengingatkanmu pada pengorbanan, memeluk segala beban dengan ketabahan. Di tengah perbedaan ini, kita saling melengkapi, saling menguatkan dalam perjalanan menuju cinta Ilahi.


Aku percaya, Tuhan kita adalah Tuhan yang sama. Dia yang menciptakan aku dengan gelang tasbih ini dan menciptakanmu dengan kalung salib itu. Mungkin kita memanggil-Nya dengan nama yang berbeda, tetapi cinta-Nya tak pernah berbeda. Ia menyatukan kita dalam doa yang tak terlihat, dalam kasih yang melampaui pemahaman manusia.


Namun, seiring waktu, kita sadar bahwa cinta kita terbatas oleh tembok keyakinan yang tak bisa diruntuhkan. Aku dengan jalanku, dan kamu dengan jalanmu. Bukan karena kurangnya cinta, tetapi karena keyakinan yang kita peluk terlalu kuat untuk dilebur.


Di penghujung ini, aku menatapmu untuk terakhir kali, menyimpan kenangan indah kita di dalam doa. Dengan gelang tasbihku dan kalung salibmu, kita berpisah di persimpangan jalan. Semoga Tuhan, dalam kebesaran-Nya, menjaga kita masing-masing dalam cinta-Nya, meski kita tak lagi berjalan bersama.


Raj

a Ampat, 26 Januari 2025


TOPENG KEPALSUAN

 ( Satire )

TOPENG KEPALSUAN


Karya : Pena_Lingga 


Ada manusia sibuk tampil cerdas,

Namun logikanya hanyut di arus deras.

Berlayar di lautan ilmu yang fana,

Padahal kompasnya sudah tak bernyawa.


Kata-kata meluncur bak panah tajam,

Namun arahnya sering tak bertajam.

Mereka berdiri di atas panggung tinggi,

Tapi pijakannya retak, rapuh, dan sepi.


Menara gagasan dibangun megah,

Namun dasarnya penuh retakan lelah.

Buku dijadikan mahkota di kepala,

Tapi isinya kosong, hanya hiasan belaka.


Logika mereka bagai burung di sangkar,

Berisik berkicau, namun tak bisa berkisar.

Mencari sorak tepuk tangan meriah,

Padahal dirinya kehilangan arah.


Bahasanya terjalin seperti benang emas,

Namun simpulnya kusut, jauh dari waras.

Melukis citra di kanvas kehidupan,

Tapi warnanya luntur oleh kepalsuan.


Mereka bak lilin di tengah gelap,

Terang sesaat, lalu hilang lenyap.

Seolah bijak dalam percakapan,

Padahal sesat dalam pemahaman.


Bagai topeng di pesta megah dunia,

Cantik di luar, namun hampa makna.

Menuding salah pada semua yang beda,

Tapi lupa bercermin pada noda.


Setiap kata bak pedang yang berkilau,

Tapi tumpul saat diadu melawan akal.

Mereka mencipta badai dalam secangkir kopi,

Riuh rendah tanpa arti yang pasti.


Ada yang terobsesi pada gemilang cahaya,

Padahal jiwanya terjebak di sudut gulita.

Pohon gagah yang menjulang di angkasa,

Namun akarnya rapuh, mudah binasa.


Mungkin, dunia tak butuh kepura-puraan,

Cerdas sejati lahir dari kejujuran.

Biarlah mereka bermain peran dan cerita,

Waktu akan mengurai mana yang nyata.


Raja Ampat, 26 Januari 2025

RASA PENASANKU TERJAWAB OLEH LUKA

 Rasa Penasaranku Terjawab Oleh Luka


Karya : Pena_Lingga


Saat aku masih kecil, dunia terasa begitu sederhana. Tidak ada beban, tidak ada rasa khawatir yang menghantui. Di balik segala kebahagiaan yang begitu murni, ada satu rasa yang selalu mengusik pikiranku: cinta. Aku sering bertanya-tanya pada diri sendiri, seperti apa rasanya jatuh cinta? Apa yang sebenarnya dimaksud dengan perasaan itu? Cinta seakan menjadi sebuah misteri yang ingin aku pecahkan, dan aku percaya bahwa hanya dengan menjadi dewasa aku bisa memahaminya.


Seiring waktu berlalu, aku tumbuh besar. Kehidupan mulai memberikan warna-warni yang lebih kompleks. Aku belajar tentang banyak hal: tentang mimpi, harapan, dan juga perasaan. Aku bertemu dengan berbagai orang, mengenal lebih jauh dunia ini, dan akhirnya menemukan diriku berada di tengah perasaan yang dulu hanya bisa kubayangkan. Aku jatuh cinta. Semua yang selama ini terasa jauh, kini begitu dekat dan nyata. Aku merasa seperti menemukan jawaban dari semua rasa ingin tahuku.


Namun, cinta itu tidak datang seperti yang aku bayangkan. Ternyata, cinta bukanlah sebuah perasaan yang indah sepanjang waktu. Ada kalanya cinta terasa begitu manis, seperti pelukan hangat yang menyelimuti hati. Namun, tak jarang juga cinta membawa rasa sakit, seperti goresan yang mengiris tanpa bisa dihentikan. Cinta bukan hanya soal kebahagiaan, tetapi juga soal kesedihan yang datang dengan ketidakpastian.


Aku mulai menyadari bahwa cinta bukanlah sekadar perasaan yang mengalir begitu saja. Ada usaha, pengorbanan, dan banyak hal yang harus dipertimbangkan. Terkadang, aku merasa seolah aku memberi begitu banyak, tetapi tidak mendapatkan yang setimpal. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri, apakah ini benar-benar cinta? Ataukah hanya keinginan untuk merasa dicintai? Semua pertanyaan itu semakin membingungkan hatiku.


Aku belajar bahwa cinta itu tidak selalu adil. Ada kalanya kita mencintai dengan sepenuh hati, namun yang kita harapkan tidak selalu terwujud. Kita bisa saja berusaha sekuat tenaga untuk membuat orang yang kita cintai bahagia, tetapi terkadang, cinta itu sendiri tidak cukup untuk menjaga segala sesuatunya tetap utuh. Luka datang tanpa kita minta, dan terkadang, luka itu meninggalkan bekas yang sulit hilang.


Di balik setiap tawa, ada air mata yang mungkin tersembunyi. Di balik setiap pelukan hangat, ada ruang kosong yang tidak selalu bisa diisi. Cinta tidak hanya soal kebahagiaan, tetapi juga tentang menerima kenyataan bahwa tidak semua perasaan bisa berjalan mulus. Ada masa-masa di mana kita merasa kehilangan arah, dan cinta bisa menjadi penyebabnya.


Aku menyadari bahwa cinta itu sangat rumit. Tidak selalu bisa dipahami, tidak selalu bisa dijelaskan. Terkadang kita hanya bisa merasakannya, mengikuti alurnya meskipun kita tahu bahwa itu tidak akan selalu mudah. Cinta mengajarkan kita banyak hal—tentang kesabaran, tentang penerimaan, dan tentang berjuang meskipun kita tahu ada kemungkinan kita akan terluka.


Kini, aku berdiri di sini dengan segala luka yang aku bawa. Aku mungkin sudah dewasa, aku mungkin sudah mengerti cinta lebih dari yang pernah aku bayangkan waktu kecil. Namun, aku juga tahu bahwa cinta itu bukanlah sebuah pelajaran yang bisa selesai dalam sekali jalan. Ia adalah perjalanan yang tak ada ujungnya, penuh dengan liku dan tantangan. Setiap langkah, setiap keputusan, selalu membawa kita ke sebuah tempat yang baru—baik itu kebahagiaan atau luka.


Ada kalanya aku merasa terlalu lelah untuk terus berjalan, terlalu takut untuk mencintai lagi. Namun, di saat yang sama, ada bagian dalam diriku yang ingin terus mencoba. Aku tahu, mungkin cinta akan terus menyakitkan, tetapi aku juga tahu bahwa tanpa cinta, hidup ini akan terasa kosong. Cinta adalah bagian dari siapa kita, dan meskipun ia membawa luka, ia juga memberi kita kekuatan untuk terus bertahan.


Aku kini paham, cinta memang tak mudah dijelaskan. Ia datang dengan segala keindahan dan kegetiran. Mungkin, aku tidak akan pernah bisa benar-benar mengerti segala hal tentang cinta. Namun, aku belajar untuk menerima bahwa cinta, dengan segala luka yang ditinggalkannya, adalah bagian dari hidup yang harus aku jalani. Karena terkadang, kita memang harus terluka untuk bisa memahami apa arti mencintai dengan tulus.


Raja Ampat, 26 Januari 2025

" BONGKAR "!

 [ Satire ]


BONGKAR !

Karya : Pena_Lingga ( Andi Irwan )



Katanya kami harus sabar,

Tapi perut sudah mulai kelaparan,

Dibawah tangan mereka menari,

Menumpuk emas, menumpuk dolar.


Mereka bilang ini semua perjuangan,

Tapi tawa mereka lebih keras dari teriakan,

Kami bersuara minta keadilan,

Namun suara itu tenggelam di samudra kebisuan.


Berkata mulut tentang keberkahan,

Sementara tangan mereka sibuk mencuri kekayaan,

Keadilan, katanya, hanya soal waktu,

Tapi waktu itu hanya milik mereka yang punya kuasa.


Jangan ajari kami untuk bersyukur,

Sambil kalian di atas sana terus menjarah,

Bicara tentang nasib buruk kami,

Tapi di sisi lain kalian pesta pora.


Kami, rakyat yang lelah berjuang,

Sementara mereka terlelap dalam kemewahan,

Katanya, ini tanah yang adil,

Tapi kami hanyalah bayangan yang terlupakan.


Mereka bilang yang benar selalu menang,

Tapi setiap kali mereka menang, kami semakin hilang,

Di jalan ini kami berjalan tanpa arah,

Ditinggalkan mereka yang sudah penuh dengan harta.


Mereka berbicara soal kedamaian,

Tapi perang itu ada di dalam perut kami,

Kami lapar, mereka kenyang,

Keberkahan itu hanya milik yang punya tanah.


Katakanlah ini negeri yang merdeka,

Tapi siapa yang bebas dari belenggu?

Kami terkurung dalam jaring ketidakpastian,

Sementara mereka terus merajut kekuasaan.


Kita disuruh percaya pada janji,

Yang setiap hari semakin kabur di mata,

Apa yang nyata hanya janji manis,

Yang pada akhirnya dibungkus dengan dusta.


Bongkar semua yang mereka sembunyikan,

Biarkan kami lihat dengan jelas siapa yang menang,

Jangan hanya buka mulut, buka hati,

Tunjukkan pada kami, ke mana sebenarnya keadilan ini.


Kami berdiri di jalan yang penuh lubang,

Tapi mereka berjalan di atas karpet merah,

Kami terjatuh, mereka tetap tertawa,

Lalu mereka ajarkan kami tentang kejujuran.


Bongkar semua, buka mata lebar-lebar,

Jangan biarkan kami terus dibohongi,

Kami ingin hidup di negeri yang adil,

Bukan hanya menjadi bayangan di bawah cahaya yang kelam.


Raja Ampat, 26 Januari 2025


---------------------------------------------------


# PERTANGGUNG JAWABAN NASKAH


Genre:

Puisi ini termasuk dalam genre kritik sosial atau satire politik. Genre ini digunakan untuk mengungkapkan ketidakadilan sosial, ketimpangan kekuasaan, dan keinginan untuk perubahan melalui bahasa yang tajam dan ironis.


Makna yang Terkandung:

Puisi ini memiliki makna yang mendalam terkait dengan ketidakadilan sosial dan ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Beberapa pesan yang terkandung di dalamnya adalah:


1. Ketidakadilan Sosial: Puisi ini mengkritik ketimpangan antara rakyat biasa yang hidup dalam kesulitan dengan para penguasa yang terus menambah kekayaan. Keberkahan, yang sering dibicarakan oleh elit, ternyata tidak dirasakan oleh rakyat kecil.



2. Kebohongan dan Janji Palsu: Ada kritikan terhadap janji-janji manis dari para penguasa yang semakin kabur dan tidak dipenuhi, sementara rakyat terus disuruh untuk bersabar dan bersyukur tanpa mendapat apa-apa.



3. Pencurian Kekayaan: Puisi ini menyentil tentang bagaimana kekayaan negara dan sumber daya alam justru dikuasai oleh segelintir orang, sementara rakyat yang berjuang untuk hidup justru diabaikan.



4. Kehilangan Harapan: Ada gambaran tentang kehampaan dan kekecewaan terhadap sistem yang ada, dimana harapan akan keadilan terasa semakin jauh. Rakyat merasa ditinggalkan dalam ketidakpastian.



5. Tuntutan Perubahan: Secara keseluruhan, puisi ini menggambarkan seruan untuk "membongkar" kebohongan dan ketidakadilan yang ada, membuka mata masyarakat akan realitas yang sebenarnya, dan menuntut perubahan yang lebih adil.




Dengan demikian, puisi ini bukan hanya sekadar keluhan, tetapi juga ajakan 

untuk membuka mata, mendobrak kebisuan, dan menciptakan perubahan melalui kesadaran kolektif.


AKU MENYAPAMU DENGAN KATA SEDERHANA

 ( Frasa )


Aku Menyapamu Dengan Kata Sederhana


Karya : Pena_Lingga ( Andi Irwan )



Malam ini, langit tampak begitu tenang. Bintang-bintang bersinar malu-malu, seperti memahami bahwa ada hati yang sedang menunggu. Dalam heningnya malam, aku ingin menyapamu dengan kata, kata yang mudah kau pahami, agar kau tahu betapa aku merindukanmu.


Aku tak ingin berbicara dengan kalimat yang rumit. Aku hanya ingin setiap huruf yang kurangkai mampu menyentuh hatimu. Sebab, kerinduan ini begitu sederhana, tetapi dalam. Seperti hujan yang jatuh tanpa meminta, aku hanya ingin kamu tahu tanpa harus kuceritakan panjang lebar.


Apakah kau merasakan hal yang sama? Malam-malamku terasa kosong tanpamu. Waktu berlalu perlahan, seakan sengaja mengingatkan betapa hampa dunia ini ketika kita berjauhan. Aku ingin menyapamu, meski hanya melalui kata-kata yang kutulis di antara jeda napas.


Kata-kata ini mungkin tak berarti banyak bagimu, tapi bagiku, ini adalah caraku menghadirkanmu dalam pikiranku. Aku membayangkan suaramu yang menenangkan, tawa yang menghangatkan, dan tatapan matamu yang penuh cerita. Semuanya kini hanya kenangan yang kugenggam erat dalam diam.


Aku merindukan saat-saat sederhana bersama. Berbagi cerita tanpa akhir, saling menggoda tanpa sebab, hingga tertawa bersama seperti dunia hanya milik kita. Malam-malam seperti ini membuatku sadar bahwa jarak hanya mempertegas bagaimana kehadiranmu begitu berarti.


Namun, malam ini aku tak ingin hanya mengingat. Aku ingin mengungkapkan. Aku ingin setiap kata yang tertulis ini mampu terbang dan sampai padamu, mengetuk pintu hatimu, mengingatkan bahwa ada seseorang yang masih menyimpanmu dalam doa dan rindu.


Jika kau di sini, mungkin aku tak perlu repot mencari kata-kata. Karena hanya dengan melihatmu, aku sudah merasa cukup. Tapi jarak memaksa hati ini untuk menyampaikan semuanya dengan tulisan, berharap kau membaca dan mengerti betapa aku sangat merindukanmu.


Aku tahu, tak ada yang abadi di dunia ini. Termasuk pertemuan dan perpisahan. Namun, ada bagian dari diriku yang tetap ingin berharap, bahwa rindu ini bukanlah sia-sia. Bahwa suatu hari nanti, aku bisa kembali melihatmu, meski hanya sekejap.


Malam semakin larut, tapi rinduku tak pernah surut. Kata-kata ini pun seperti tak mampu menampung semua perasaanku. Sebab, rindu tak pernah bisa sepenuhnya dijelaskan. Ia hanya bisa dirasakan, seperti hujan yang menyentuh bumi tanpa suara.


Jadi, malam ini, izinkan aku menyapamu sekali lagi dengan kata. Kata yang mudah untukmu pahami, meski mungkin sulit untukmu balas. Kata yang sederhana namun penuh rasa: aku merindukanmu, lebih dari yang pernah kubayangkan.


Raja Ampat, 26 Januari 2025

Sabtu, 25 Januari 2025

KENAPA HARUS AKU YANG KAU SIA-SIAKAN

 Kenapa Harus Aku Yang Kau Sia-siakan


Karya : Andi Irwan


Kenapa harus dia yang kamu pilih untuk bahagia, sementara aku yang kau tinggalkan tanpa makna? Apakah aku terlalu biasa untuk menjadi pilihanmu? Ataukah cintaku yang begitu sederhana membuatmu merasa tak cukup untukmu? Aku sering bertanya-tanya, di antara semua perasaan yang pernah kita bagi, apa yang membuatmu lebih memilih dia daripada aku?


Aku pernah percaya, setiap langkah yang kita jalani bersama adalah sebuah janji yang tak terucapkan. Aku menyimpan harapan di setiap bisu yang terlewat, di setiap tawa yang kita bagi, dan di setiap kata yang kita ucapkan. Namun, kini aku hanya bisa merasa kebingungan—di mana salahku, sehingga kau bisa memilih untuk pergi?


Dia, yang tidak pernah hadir di tengah malam-malam panjang kita, yang tidak merasakan kekosongan hatiku saat kamu memutuskan untuk tidak lagi berbagi cerita denganku. Kenapa harus dia yang diberi tempat, sedangkan aku yang selalu ada saat kamu membutuhkan, kini hanya menjadi bayang-bayang yang perlahan pudar?


Aku melihatmu bahagia bersamanya, dan itu adalah kenyataan yang sulit untuk ku terima. Bukan karena aku ingin menghalangi kebahagiaanmu, tapi karena aku ingin tahu mengapa aku tidak cukup untukmu. Apa yang dia miliki yang aku tak pernah bisa berikan? Ataukah hanya karena aku terlalu setia menunggumu?


Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku yang kau pilih untuk berjalan bersamamu? Aku selalu ada di sini, dengan hatiku yang penuh cinta, berharap suatu saat kamu akan kembali menyadari bahwa aku adalah orang yang tepat untukmu. Namun, semakin lama aku menunggu, semakin aku sadar bahwa mungkin aku hanya mengkhianati diriku sendiri dengan bertahan terlalu lama.


Mungkin aku memang tidak sempurna, dan aku tidak pernah meminta untuk menjadi orang yang paling penting dalam hidupmu. Tapi, kenapa harus dia yang kamu pilih, sementara aku yang memberikan segala yang aku punya, akhirnya hanya menjadi kenangan yang kau lupakan?


Aku mencoba untuk menerima semua ini, meski rasa sakitnya terus menghantui. Aku mulai bertanya-tanya, apakah selama ini aku hanya menjadi bagian dari cerita yang kamu tulis tanpa pernah benar-benar merasa ada? Apakah aku hanya pelengkap dalam hidupmu yang akhirnya harus terhapus begitu saja?


Cinta yang aku beri tidak pernah untuk dipermainkan. Namun, kenyataannya adalah kau pergi begitu saja tanpa memberi penjelasan. Kau memilih dia untuk bahagia, sementara aku terpuruk dalam kesedihan yang tak kunjung reda. Apa yang salah dengan aku? Apa yang kurang dari cintaku?


Aku ingin tahu, apa yang membuatnya lebih berharga daripada aku? Apakah dia lebih pandai membuatmu tertawa, ataukah dia lebih tahu cara merawat hatimu? Aku bertanya-tanya, apakah aku hanya terlalu naif, berharap bahwa cinta yang kita bangun bisa bertahan, meskipun waktu terus berubah?


Dulu aku pikir kita akan selalu bersama, tapi kini aku hanya menjadi seseorang yang ada dalam kenanganmu. Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa aku begitu bodoh untuk tetap berharap, sementara kau sudah jauh di sana, dalam kebahagiaan yang bukan lagi dengan aku.


Setiap kali aku mencoba untuk melepaskan, bayanganmu selalu datang kembali, seperti bayang-bayang yang tak pernah pergi. Aku tak tahu apakah ini adalah cobaan atau kenyataan pahit yang harus ku terima, bahwa aku bukan lagi yang kau pilih. Dan dia, entah apa yang membuatnya lebih berharga, kini menjadi alasan kebahagiaanmu.


Aku hanya ingin tahu, apakah ada alasan yang cukup kuat bagimu untuk membuangku seperti ini? Apakah aku begitu kecil dalam hidupmu, ataukah memang aku yang tak pernah cukup untuk kamu pilih sebagai kebahagiaanmu? Aku hanya bisa bertanya-tanya, kenapa harus dia, dan kenapa aku yang kau buang begitu saja.


Sekarang aku hanya bisa berharap, meskipun aku terluka, kau menemukan apa yang kau cari. Aku hanya ingin kamu bahagia, meskipun itu berarti harus melepaskanmu. Tapi tetap saja, di dalam hatiku, aku bertanya-tanya—kenapa harus dia yang kamu pilih untuk bahagia, dan aku yang kau buang dengan sia-sia?


Raja Ampat, 25 Januari 2025

SAYONARA

 Sayonara


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Dalam setiap cerita yang hadir di hidupku, kamu pernah menjadi halaman terindah. Kamu adalah tempatku berpulang saat dunia terasa begitu asing. Ketika luka menorehkan jejak, hadirmu menjadi pelipur lara yang tak tergantikan.


Aku tak pernah menyangka, kehadiranmu mampu mengubah gulita menjadi cahaya. Setiap senyum yang kamu berikan, setiap kata yang kamu ucapkan, telah merajut kembali serpihan hatiku yang hancur. Kamu adalah kehangatan dalam dinginnya kesepian.


Namun, seperti semua hal di dunia ini, kebersamaan kita pun tak luput dari batas waktu. Kita berjalan dalam cerita yang sama, namun takdir perlahan membelokkan langkah kita ke arah berbeda.


Aku belajar menerima kenyataan bahwa tak semua yang kita inginkan bisa selamanya menjadi milik kita. Kamu adalah bagian indah yang pernah ada, meski kini harus kulepas dengan hati yang berat.


Aku mengingat setiap detik yang kita habiskan bersama. Tawa yang pernah menggema, cerita yang kita bagi di sela malam, dan pelukan hangatmu yang mampu menghapus air mata. Semua itu kini hanya tinggal kenangan.


Mungkin kita dipertemukan bukan untuk selamanya, melainkan untuk saling menguatkan di waktu yang tepat. Kamu adalah jawaban atas doaku saat aku merasa terpuruk, dan untuk itu aku akan selamanya berterima kasih.


Meski kita tak lagi berjalan berdampingan, aku ingin kamu tahu bahwa kehadiranmu meninggalkan jejak yang takkan pernah pudar. Kamu telah menjadi bagian dari perjalanan hidupku yang membuatku lebih kuat.


Kini, aku hanya bisa berharap, kamu menemukan kebahagiaan yang sejati, meski bukan lagi bersamaku. Kamu layak mendapatkan cinta yang penuh, seperti yang pernah kamu berikan padaku.


Aku juga belajar bahwa mencintai kadang berarti merelakan. Merelakan bukan berarti melupakan, melainkan mengizinkan seseorang untuk bahagia, meskipun bukan dalam pelukan kita.


Perpisahan ini bukan akhir dari segalanya, melainkan sebuah bab baru yang harus kita jalani. Aku yakin, di luar sana ada kebahagiaan lain yang menunggu untuk kita temukan.


Selamat tinggal, untukmu yang pernah menjadi pelipur lara. Terima kasih telah hadir, meski hanya untuk sementara. Aku akan terus melangkah dengan hati yang telah kau ajari untuk lebih tegar.


Aku melepasmu dengan doa terbaik. Semoga setiap langkahmu ke depan selalu dipenuhi cahaya dan kehangatan. Meskipun aku tak lagi ada di sana, ingatlah, aku pernah mencintaimu dengan sepenuh hati.


Raja Ampat, 25 Januari 2025

Jumat, 24 Januari 2025

AKU DIVONIS PATAH HATI PALING SEKARAT

 Aku Divonis Patah Hati Paling Sekarat


Karya: Andi irwan


Di ruang hampa bernama kesendirian, aku terjaga dengan tubuh yang gemetar. Patah hati ini bukan lagi luka biasa—ia telah menjelma menjadi penyakit yang perlahan menggerogoti setiap sudut jiwaku. Aku merasakan sekarat yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya; sekarat tanpa darah, tanpa luka fisik, namun dengan rasa sakit yang begitu nyata.


Aku ingat hari itu dengan jelas. Saat kata-kata perpisahan meluncur dari bibirmu, aku kehilangan arah. Dunia serasa terhenti, dan waktu menjadi penjara yang tak bertepi. Setiap detik yang berlalu adalah pengingat bahwa kau, dan semua kenangan kita, tak lagi menjadi milikku.


Hari-hari setelahnya, aku seperti mayat hidup yang berjalan tanpa tujuan. Nafasku terengah-engah, bukan karena lelah, tapi karena dadaku seperti dihimpit oleh ribuan kenangan yang berat. Kau meninggalkan kekosongan yang tidak bisa aku isi, bahkan dengan ribuan tawa orang lain.


Patah hati ini lebih dari sekadar kehilangan. Ia adalah penghancuran total, seperti badai yang menghancurkan rumah tanpa menyisakan fondasi. Aku bukan hanya kehilanganmu, tapi juga kehilangan diriku sendiri.


Aku mencoba bertahan, tapi sepertinya waktu menjadi musuh yang tak kenal belas kasih. Setiap malam adalah perang melawan pikiran-pikiran tentangmu. Aku lelah, tapi tidak bisa berhenti. Aku ingin berhenti memikirkanmu, tapi semakin mencoba, semakin aku tenggelam.


Hati ini terasa seperti kaca yang retak, setiap sudutnya menyimpan rasa sakit yang berbeda. Bahkan ketika aku mencoba untuk melupakanmu, retakan itu hanya bertambah parah. Aku tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki hati yang telah kau hancurkan ini.


Dunia terus berjalan, tapi aku tetap diam di tempat yang sama. Orang-orang berbicara padaku, tapi aku hanya bisa tersenyum kosong. Mereka tidak tahu bahwa aku sedang melawan kehancuran yang mereka tidak bisa lihat.


Ada saat-saat di mana aku berharap ini semua adalah mimpi buruk, dan aku akan terbangun untuk menemukanmu di sisiku lagi. Tapi kenyataan terus menamparku, mengingatkan bahwa kau telah pergi, dan aku tidak bisa mengubah itu.


Aku pernah berpikir bahwa cinta adalah penyembuh segala luka. Tapi kini aku sadar, cinta juga bisa menjadi racun yang membunuh perlahan. Racun itu sekarang mengalir dalam darahku, menghancurkan setiap harapan yang pernah kumiliki.


Aku mencoba mencari pelarian. Musik, buku, bahkan kehadiran orang lain, tapi semuanya hanya sementara. Setiap kali aku sendiri, rasa sakit itu kembali, lebih kuat dari sebelumnya. Aku tidak bisa lari dari bayang-bayangmu.


Patah hati ini telah merampas segalanya dariku—senyumku, tawaku, bahkan harapanku untuk masa depan. Aku seperti kapal yang terombang-ambing di lautan tanpa arah, tanpa pelabuhan untuk berlabuh.


Aku ingin marah padamu, tapi aku tidak bisa. Aku ingin membencimu, tapi cinta itu masih ada, meskipun kau telah pergi. Aku terjebak di antara rasa sakit dan kenangan indah, tidak tahu bagaimana cara melangkah maju.


Dalam kesendirian, aku merenungkan segalanya. Mungkin ini adalah hukuman karena mencintaimu terlalu dalam, terlalu tanpa batas. Tapi apakah mencintai seseorang sepenuh hati adalah dosa? Jika iya, maka aku bersalah, dan ini adalah hukumanku.


Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan seperti ini. Patah hati ini telah membuatku kehilangan segalanya, bahkan diriku sendiri. Aku hanya berharap suatu hari, aku bisa bangkit kembali, meskipun aku tidak tahu bagaimana caranya.


Tapi untuk saat ini, aku menyerah. Aku menyerah pada rasa sakit, pada kenangan, dan pada cinta yang pernah kita miliki. Aku divonis patah hati, dan sekarat ini adalah harga yang harus aku bayar untuk mencintaimu.


Sorong, 24 Januari 2025

ANAK BUNGSU , TAHUN KEHILANGAN

 Anak Bungsu: Tahun Kehilangan


Karya : Pena_Lingga ( Andi Irwan )


Aku adalah anak bungsu, satu-satunya yang belum berkeluarga. Tinggal berdua bersama ibu di rumah kecil yang penuh kenangan. Aku selalu merasa rumah ini adalah tempat paling aman, tempat aku bisa pulang kapan saja, tempat aku merasa hangat dan dicintai. Tapi siapa sangka, di tahun 2023, rumah ini berubah menjadi saksi dari kehilangan yang membuatku hancur berkeping-keping.


Februari 2023, bulan yang akan selalu kuingat. Aku kehilangan seseorang yang telah menemaniku selama sembilan tahun. Kami membangun hubungan ini dengan cinta, meskipun penuh liku-liku. Aku percaya dia adalah rumahku yang lain, tempat aku berbagi cerita dan mimpi. Tapi nyatanya, harapan itu hancur. Dia memilih pergi, memilih seseorang yang baru dikenalnya selama dua minggu.


Kepergiannya begitu tiba-tiba. Aku mencoba mencari jawaban, mencoba memahami di mana letak kesalahanku. Tapi semakin aku mencari, semakin aku tenggelam dalam rasa sakit. Aku tahu aku harus melepaskannya, tapi hatiku menolak. Aku berusaha terlihat tegar di depan orang lain, tapi di dalam, aku rapuh.


Dalam proses memulihkan hati, aku memilih untuk memusatkan perhatian pada satu-satunya orang yang tersisa: ibuku. Beliau sudah sakit-sakitan sejak lama, dan aku tahu ini adalah saatnya aku sepenuhnya merawatnya. Aku ingin menjadi anak yang berbakti, meski aku sendiri sedang patah hati.


Hari-hariku diisi dengan merawat ibu. Setiap dua bulan sekali, kami harus ke rumah sakit. Aku menjaga, menemani, bahkan menghiburnya dengan segala cara. Aku ingin dia merasa nyaman, meski tubuhnya semakin lemah. Di sela-sela itu, aku juga berusaha menyembuhkan diriku sendiri, meski terasa sulit.


Tapi hidup punya caranya sendiri untuk menguji kesabaran dan kekuatan seseorang. Di akhir Oktober, aku kembali kehilangan. Kali ini, lebih besar, lebih menyakitkan. Ibuku, satu-satunya orang yang selalu menjadi sandaran hidupku, meninggalkanku untuk selamanya.


Hari itu, aku merasa dunia berhenti. Rasanya seperti berdiri di tengah badai tanpa tempat berlindung. Aku kehilangan dua orang yang paling berarti dalam hidupku dalam waktu yang berdekatan. Rasa hampa menyelimuti setiap sudut hidupku.


Rumah kecil kami berubah menjadi sunyi. Tidak ada lagi suara ibu yang memanggilku. Tidak ada lagi senyumnya yang menyemangatiku. Hanya ada aku, berdiri di tengah kekosongan. Aku sering menatap sudut-sudut rumah, berharap keajaiban mengembalikan semuanya seperti dulu. Tapi aku tahu, itu mustahil.


Aku mencoba melangkah, mencoba mencari alasan untuk bangkit. Tapi rasanya begitu sulit. Setiap kali aku bertemu orang baru, aku merasa gagal. Bukan karena mereka tidak cukup baik, tapi karena hatiku masih terikat pada kehilangan yang belum sepenuhnya terobati.


Malam-malamku penuh dengan air mata. Aku menangis diam-diam, berharap beban ini menjadi lebih ringan. Tapi rasa sakitnya tetap sama. Bahkan, semakin dalam. Aku mencoba untuk kuat, tapi sering kali aku merasa lelah.


Kehilangan ini mengajarkanku betapa berharganya waktu. Andai saja aku bisa memutar kembali waktu, aku ingin lebih lama berada di sisi ibu. Aku ingin memeluknya lebih erat, mendengar suaranya lebih lama. Tapi waktu terus berjalan, meninggalkan aku dengan penyesalan yang tak terungkapkan.


Meski begitu, aku tahu aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tahu ibu tidak ingin melihatku terpuruk. Aku tahu dia ingin aku bahagia, meski tanpanya. Tapi menerima kenyataan ini butuh waktu, lebih banyak waktu daripada yang kukira.


Sekarang, aku mencoba mencari makna baru dalam hidupku. Aku mencoba membangun kembali mimpi-mimpi yang sempat hancur. Meski langkahnya kecil, aku percaya bahwa perlahan, aku akan menemukan jalan untuk melanjutkan hidup.


Aku belajar bahwa tidak apa-apa untuk merasa sedih. Tidak apa-apa untuk menangis. Kehilangan adalah bagian dari hidup, dan rasa sakit ini adalah bukti bahwa aku pernah mencintai dengan tulus. Aku hanya perlu waktu untuk menerima semuanya.


Meski rasa sepi dan sunyi masih sering datang, aku tahu aku tidak benar-benar sendiri. Kenangan mereka akan selalu ada di hatiku. Dan suatu saat nanti, aku yakin aku akan menemukan cara untuk menjalani hidup dengan senyuman, meski tanpa mereka di sisiku.


Rongga sunyi, 24 Januari 2025


------------------------------------------------------


Senandika ini terinspirasi dari kisah nyata sahabat saya yang bernama M.Khairul Lambang.


AKU LELAH DENGAN DUNIA INI

 AKU LELAH DENGAN DUNIA INI

( RAMPAK )


Karya : Andi irwan


Tubuh:

Aku benar-benar di ujung batas. Setiap hari aku dipaksa bergerak tanpa henti, menanggung beban yang seolah tidak pernah selesai. Tidakkah kau mendengarnya? Tulangku berderit, nafasku berat, bahkan pikiranku sudah tidak jernih lagi. Aku... aku benar-benar lelah.”


Hati:

“Aku mendengarmu, Tubuh. Aku selalu mendengarmu. Tapi aku ingin kau tahu bahwa kelelahan ini bukanlah kelemahan. Kelelahanmu adalah tanda bahwa kau telah berjuang keras, bahwa kau telah memberi yang terbaik. Kau boleh merasa lelah, kau boleh berhenti sejenak. Tapi jangan biarkan rasa itu menutup harapan.”


Tubuh:

“Tapi Hati, bagaimana aku bisa terus berharap? Dunia ini terlalu keras. Aku merasa semua yang kulakukan sia-sia. Berjuang setiap hari hanya untuk merasa seperti aku sedang tenggelam lebih dalam.”


Hati:

“Aku tahu, dunia ini tidak mudah. Tapi bukankah justru itu yang membuat hidup berarti? Jika semuanya berjalan mulus, kau tidak akan pernah tahu seberapa kuat kau sebenarnya. Setiap langkah yang kau ambil, meskipun kecil, adalah kemenangan. Setiap pagi kau bangun, itu adalah bukti bahwa kau belum menyerah, bahwa kau masih punya kekuatan.”


Tubuh:

“Namun kekuatan itu semakin hari semakin menipis. Aku mulai merasa hampa, Hati. Apa gunanya semua ini jika pada akhirnya aku hanya menjadi robot yang bergerak tanpa jiwa? Apa aku benar-benar akan menemukan kebahagiaan di ujung jalan ini?”


Hati:

“Kau bukan robot, Tubuh. Kau adalah makhluk yang hidup, yang punya rasa, punya mimpi, punya cinta. Kebahagiaan itu tidak selalu ada di ujung jalan. Kadang ia tersembunyi di sela-sela langkah kecil yang kau ambil. Lihatlah sekelilingmu. Ada hal-hal kecil yang mungkin kau abaikan karena kau terlalu fokus pada rasa lelahmu. Udara yang kau hirup, sinar matahari yang menghangatkan kulitmu, orang-orang yang diam-diam mendoakanmu. Semua itu adalah kebahagiaan yang kau miliki sekarang.”


Tubuh:

“Tapi kebahagiaan kecil itu terasa tidak cukup, Hati. Aku ingin lebih. Aku ingin merasa ringan, merasa bebas dari semua beban ini. Apa salah jika aku menginginkan hidup yang lebih mudah?”


Hati:

“Tidak salah, Tubuh. Setiap orang pasti ingin hidup yang lebih mudah. Tapi ingat, jalan mudah tidak selalu membawa kita ke tempat yang kita impikan. Kadang jalan yang sulit adalah cara semesta mengajarkan kita arti sebenarnya dari ketangguhan, kesabaran, dan rasa syukur. Bukankah kau ingin menjadi lebih kuat, lebih bijaksana?”


Tubuh:

“Entah, Hati. Rasanya seperti aku berjalan di lingkaran yang sama. Setiap kali aku merasa sedikit lebih baik, masalah baru datang menghantamku. Aku mulai bertanya-tanya, apakah aku benar-benar punya tujuan atau hanya berjalan tanpa arah.”


Hati:

“Kau punya tujuan, Tubuh. Aku yang menyimpannya untukmu, bahkan saat kau lupa. Ingat impian-impian kecil yang pernah kau bisikkan? Kau ingin membuat hidupmu berarti, bukan hanya untuk dirimu sendiri, tapi juga untuk orang-orang yang kau sayangi. Kau ingin membuat dunia, sekecil apa pun, menjadi tempat yang lebih baik. Aku tahu, jalan ini tidak mudah. Tapi kau tidak berjalan sendirian. Aku selalu ada di sini, mengingatkanmu setiap kali kau mulai ragu.”


Tubuh:

“Tapi aku takut, Hati. Aku takut kalau aku benar-benar tidak cukup baik. Bahwa semua usahaku tidak akan berarti apa-apa. Ketakutan itu menghantuiku setiap malam, membuatku ingin berhenti saja.”


Hati:

“Rasa takut itu wajar, Tubuh. Itu tanda bahwa kau peduli, bahwa kau ingin melakukan yang terbaik. Tapi jangan biarkan rasa takut itu menguasaimu. Jangan biarkan ia menjadi penghalangmu. Ketika malam terasa gelap, ingatlah bahwa fajar selalu datang. Bahkan saat kau merasa terpuruk, ada aku di sini, menyalakan nyala kecil agar kau tidak benar-benar kehilangan arah.”


Tubuh:

“Kalau begitu, apa yang harus kulakukan sekarang, Hati? Aku sudah terlalu lelah untuk terus berjalan, tapi aku juga tidak ingin menyerah.”


Hati:

“Yang harus kau lakukan sekarang adalah berhenti sejenak. Ambil napas, rasakan kehadiranmu di sini dan sekarang. Tidak apa-apa untuk berhenti, Tubuh. Tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kau lelah. Tapi berhenti bukan berarti menyerah. Berhenti adalah cara kita untuk mengisi ulang, untuk mengumpulkan tenaga agar bisa melangkah lagi.”


Tubuh:

“Apakah kau yakin, Hati? Apakah semua ini benar-benar akan sepadan? Bahwa pada akhirnya aku akan menemukan apa yang kucari?”


Hati:

“Aku yakin, Tubuh. Aku percaya padamu, pada kekuatanmu, pada ketulusanmu. Hidup ini memang tidak pernah memberikan jaminan. Tapi justru karena itu, setiap langkah yang kau ambil, setiap perjuangan yang kau hadapi, menjadi lebih berarti. Aku percaya, di tengah semua rasa lelahmu, ada harapan yang tidak pernah padam. Karena aku, Hati, adalah sumber semangatmu. Dan aku akan selalu ada untukmu.”


Tubuh:

“Baiklah, Hati. Aku akan percaya padamu. Aku akan istirahat sejenak, tapi aku tidak akan berhenti. Terima kasih, karena kau selalu ada di sisiku, bahkan saat aku merasa ingin menyerah.”


Hati:

“Selalu, Tubuh. Kita ini satu, dan kita akan melewati semuanya bersama. Mungkin hari ini terasa berat, tapi percayalah, kita sedang berjalan menuju hari yang lebih baik. Pelan-pelan saja, langkah kecil pun cukup. Aku tidak akan membiarkanmu menyerah. Kita akan terus melangkah, sampai kita menemukan cahaya di ujung jalan ini.


Sorong, 24 Januari 2025


Minggu, 19 Januari 2025

BISIKANKU PADA MALAM LUKA

 Bisikanku Pada Malam Luka


Karya : Andi Irwan


Kini aku berbisik pada malam, ketika langit semakin gelap, dan hanya bulan yang tampak setia menemani. Di antara sunyi yang mendalam, hatiku bergetar, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab. Mengapa aku yang selalu menawarkan tangan, yang selalu memberi tanpa ragu, justru menjadi tempat persinggahan luka bagi mereka yang datang? Tidakkah aku layak untuk merasa tenang, untuk menjadi tempat berlindung tanpa harus membawa beban mereka yang datang dan pergi?


Aku sering berpikir, apakah aku yang salah karena selalu memberi tanpa batas? Apakah ketulusan yang kupertaruhkan justru menjadikan aku sasaran untuk kesedihan dan kepedihan orang lain? Mungkin aku terlalu mudah membuka hati, terlalu mudah menerima siapa saja, tanpa menyadari bahwa kadang-kadang, bukan semua orang datang untuk memberi kebaikan. Beberapa datang hanya untuk meninggalkan luka, dan aku, dengan segala kelemahan, tak mampu menahan segala rasa itu.


Namun, malam ini, aku tak bisa lagi menahan perasaan ini. Aku mulai bertanya pada diri sendiri, apakah keikhlasan harus selalu dibayar dengan luka? Apakah itu adalah bagian dari takdir yang harus kujalani, atau justru aku yang salah menilai segala sesuatu? Aku ingin berteriak pada langit, meminta kejelasan, tapi hanya hening yang menjawab. Aku merasa kosong, seperti kehilangan arah dalam hidup yang penuh dengan teka-teki.


Aku ingin menenangkan diriku, mengatakan pada hati bahwa setiap luka pasti ada akhirnya. Tapi kenyataannya, luka itu datang silih berganti, dan aku pun semakin lelah. Mengapa aku yang selalu memberi, yang selalu berusaha memahami, justru harus menanggung beban yang berat? Bukankah sudah seharusnya aku mendapatkan kedamaian, setelah sekian lama menjadi tempat berlindung bagi orang lain? Mungkin aku terlalu berharap pada sesuatu yang tak kunjung datang.


Namun, ada satu hal yang tak bisa kuabaikan: aku masih mencintai semua yang datang padaku. Aku masih berharap mereka bisa menemukan kebahagiaan meski aku harus menanggung segala kesedihan itu sendiri. Mungkin ini adalah caraku untuk tetap berdiri, untuk tetap setia pada prinsip hidupku, meskipun dunia sering kali memberi aku luka yang tak terhingga. Aku memilih untuk tetap memberi, meski itu artinya aku harus mengorbankan bahagiaku sendiri.


Di bawah langit yang penuh bintang, aku mengangkat doa terakhirku malam ini. Aku meminta pada Tuhan, agar memberikan kekuatan untuk menjalani jalan ini, agar aku tak kehilangan hatiku yang penuh kasih. Aku tahu luka itu takkan pernah hilang sepenuhnya, tapi aku juga tahu, dalam setiap doa yang kuucapkan, ada harapan bahwa suatu saat nanti, aku akan menemukan kedamaian yang aku cari. Hingga saat itu tiba, aku akan tetap berdiri, meski dunia terus menguji ketulusan hatiku.


Sorong, 19 Januari 2025

Sabtu, 18 Januari 2025

BERI AKU JEDA

 ( Senandika )


Beri Aku Jeda


Karya : Andi Irwan


Berikan aku jeda sejenak, bukan karena aku ingin pergi, tapi karena aku ingin memulihkan apa yang patah dalam diriku. Ada luka yang masih menganga, luka yang tak kasat mata namun terasa menyakitkan. Aku tak ingin terburu-buru, karena mencintai seseorang membutuhkan hati yang utuh, bukan yang penuh retakan.


Bukan berarti aku menolak kehadiranmu, bukan pula aku tak menginginkanmu. Aku hanya ingin memastikan bahwa ketika aku mencintaimu, itu datang dari tempat yang damai, bukan dari kegelisahan atau rasa takut. Aku ingin bisa menyelami dirimu tanpa membawa beban masa lalu yang masih membayangi.


Percayalah, rasa ini tetap ada, meskipun aku meminta waktu. Waktu bukan untuk menjauh, melainkan untuk lebih dekat. Seperti lautan yang dalam, aku ingin memahami setiap sudut dirimu, setiap arus, setiap gelombang, tanpa tergesa. Bukankah cinta sejati adalah tentang saling mengenal, tanpa memaksakan waktu?


Aku tahu, mungkin jeda ini terasa seperti jarak. Namun, percayalah, aku tidak ingin jarak ini menjadi dinding yang memisahkan. Aku ingin waktu ini menjadi jembatan yang menguatkan. Agar saat aku benar-benar mencintaimu, aku bisa melakukannya sepenuh hati, tanpa keraguan sedikit pun.


Mungkin sulit untuk dimengerti, tetapi aku harap kamu tahu bahwa ini semua untuk kebaikan kita. Aku tak ingin melibatkanmu dalam perjuangan menyembuhkan diriku sendiri. Aku ingin datang padamu dengan hati yang telah siap, hati yang mampu mencintai tanpa syarat.


Jadi, berikan aku waktu. Bukan untuk menjauh, tapi untuk mendekat. Bukan untuk melupakan, tapi untuk memahami. Karena aku ingin mencintaimu dengan sepenuh jiwa, bukan separuh hati. Dan saat aku kembali, aku ingin hadir sebagai seseorang yang mampu menyelamimu lebih dalam, tanpa rasa takut, tanpa ragu.


Raja Ampat, 19 Januari 2025

ATAS NAMA CINTA

 Atas Nama Cinta


Karya : Andi Irwan


Atas nama luka yang terus menggurat hati, aku memilih untuk mundur perlahan. Bukan karena lelah, tapi karena aku sadar tak ada lagi yang bisa diperjuangkan. Aku telah bertahan di antara harapan yang kian memudar, menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Setiap langkah mundur yang kuambil adalah upaya untuk menyelamatkan sisa-sisa diriku yang hampir hancur.


Aku telah mencoba menguatkan diri, tapi nyatanya tidak semua perjuangan berbuah bahagia. Ada cinta yang justru melukai, ada kepercayaan yang berubah menjadi pengkhianatan. Dan aku? Aku hanya seorang yang terlalu percaya, terlalu berharap, hingga akhirnya terhempas oleh kenyataan yang pahit.


Patah hati ini bukan tentang kebencian. Tidak, aku tidak membencimu. Aku hanya kecewa pada diriku sendiri yang terlalu lama bertahan, terlalu lama berharap bahwa segalanya akan baik-baik saja. Namun, perlahan aku sadar bahwa tidak semua hal layak diperjuangkan, termasuk kita.


Mundur bukan berarti aku menyerah. Aku hanya memilih untuk menyelamatkan diriku sendiri. Karena pada akhirnya, aku harus belajar mencintai diriku lebih dulu. Aku tak bisa terus-menerus menambal luka yang terus kau goreskan. Aku butuh jeda, butuh ruang untuk bernapas tanpa dihantui kenangan yang menyakitkan.


Luka ini mungkin tidak akan sembuh dalam sehari atau seminggu. Tapi aku percaya, waktu akan menjadi penyembuh terbaik. Aku akan belajar berdiri tanpa bayanganmu, belajar menata langkah tanpa berharap kau akan kembali. Aku tahu, ini tidak akan mudah, tapi aku harus memulai dari sini—dengan mundur.


Jadi, aku pergi. Pelan-pelan, tanpa amarah, tanpa dendam. Aku ingin melepaskan dengan cara yang baik, tanpa membiarkan luka ini membuatku membenci cinta. Aku percaya, suatu saat nanti aku akan menemukan cinta yang tidak menyakitkan. Tapi sampai saat itu tiba, izinkan aku menjauh, menghilang, dan mencari diriku yang hilang dalam cerita ini.


Sorong, 18 Januari 2025

Selasa, 14 Januari 2025

NYANYIAN UNTUK PARA PEMBENCI

 ( Genre : Satire )

Nyanyian untuk Para Pembenci


Karya : Andi irwan


Wahai kalian, para komentator dunia,

Setiap langkahku bagai santapan pesta.

Apa kalian lelah mencari celah?

Atau justru terhibur mengais salah?


Karya yang kubangun dengan peluh dan doa,

Kalian remukkan dengan tawa tanpa rasa.

Tentu, mudah menghakimi dari kursi empuk,

Sambil sembunyi di balik layar yang keruh.


Kuberi kalian panggung tanpa bayaran,

Sebab kalian gemar jadi aktor dalam sandiwara harapan.

Kritik kalian ibarat api tanpa bara,

Hangat sebentar, lalu mati sia-sia.


Kalian pikir aku akan jatuh bergelimpangan?

Sayang, aku sudah kebal oleh ejekan.

Setiap kata kalian hanya bunga penghias,

Di altar perjuangan yang semakin jelas.


Lihatlah dirimu di cermin usang,

Wajah penuh iri, hati kerontang.

Jika hidupku begitu mengusik malam tidurmu,

Mungkin yang kau benci adalah bayang dirimu.


Terima kasih atas waktu yang kau beri,

Memikirkanku hingga lupa arti hari.

Ironi, bukan? Aku menempati pikiranmu,

Padahal aku tak pernah peduli pada dirimu.


Kalian membenciku, namun membaca karyaku,

Menelannya bulat-bulat seolah pil ragu.

Mungkin, dalam diam kalian tergoda,

Mencicipi kata yang menusuk dada.


Benci yang kalian lemparkan adalah pujian,

Dalam kamusku, itu tanda perhatian.

Hidupku adalah panggung utama,

Kalian? Hanya penonton tanpa nama.


Teruslah berbicara, aku takkan berhenti,

Sebentar lagi, aku berdiri di puncak yang tinggi.

Dan kalian, tetaplah di bawah sana,

Mengeluh pada dunia yang tak pernah ramah.


Ah, mungkin aku salah, maafkan nadaku,

Kalian bukan pembenci, hanya fans yang malu.

Jadi, mari kita rayakan keberadaan kalian,

Berkat kalian, aku semakin bertahan.


Silakan bersorak, bernyanyi, menari,

Sebab aku akan terus berjalan, takkan berhenti.

Dan ketika aku menang, di puncak dunia,

Akan kuberi kalian salam—tanpa kata.


Sorong, 15 Januari 2025

MERAH PUTIH BUKAN BINTANG KEJORA

 ( Puisi Balada )


Merah Putih Bukan Bintang Kejora


Karya: Andi irwan 


Di bawah langit yang tak selalu biru,

Kisah ini dimulai dari seberkas cahaya redu.

Tak ada bintang kejora memandu malam,

Hanya jejak kaki yang tak kenal diam.


Langit menyaksikan darah menetes di tanah basah,

Di setiap parit, di setiap lorong, ada peluh yang pasrah.

Namun, pasrah bukanlah menyerah,

Hanya jeda singkat untuk melawan lagi dengan gagah.


Merah putih, kain yang terburai di tengah medan,

Bukan sekadar warna, tapi cerita tentang keberanian.

Merah adalah darah yang tertumpah di pagi sunyi,

Putih adalah jiwa yang tak ternoda meski berkali-kali.


Di hutan-hutan rimba, mereka berbisik kepada pepohonan,

Di sungai yang mengalir, ada doa-doa yang terjembatkan.

Petani menggenggam cangkul dengan tangan penuh luka,

Di balik tangannya, ada harapan yang tak pernah sirna.


Bukan bintang kejora yang membakar malam pekat,

Tapi obor di tangan para pejuang yang tak pernah penat.

Di setiap langkah, ada sejarah yang ditulis tanpa pena,

Dengan darah, dengan air mata, dengan suara yang menggema.


Merah putih berkibar, bukan di istana megah,

Tapi di kampung, di gunung, di laut penuh gelombang marah.

Anak-anak kecil bernyanyi dengan suara serak,

"Merdeka!" mereka teriak, meski tubuhnya ringkih dan lemah.


Di balik senyum seorang ibu yang kehilangan anaknya,

Ada janji merah putih untuk terus melangkah.

Di balik air mata seorang ayah yang kehilangan tanahnya,

Ada tekad untuk merebut kembali apa yang menjadi haknya.


Mereka yang berdiri di garis depan,

Tak bertanya tentang apa yang akan mereka dapatkan.

Tak ada bintang kejora di langit malam,

Hanya bendera yang berkibar di bawah kilat yang menyambar diam.


Di ladang, di pelabuhan, di pasar yang penuh sesak,

Rakyat menyulam harapan di tengah langkah berat.

Merah adalah api yang membakar ketidakadilan,

Putih adalah kesucian yang menjaga kebenaran.


Bukan hanya kain, merah putih adalah sumpah,

Sumpah untuk berdiri, meski angin dan badai merambah.

Sumpah untuk menjaga tanah ini dengan nyawa,

Karena di sini, kita lahir, hidup, dan akhirnya kembali jua.


Dan kini kita berdiri di atas mimpi mereka,

Mimpi yang dibayar dengan darah dan air mata.

Merah putih bukanlah bintang kejora,

Tapi pelita abadi yang takkan pernah sirna.


Selamanya ia berkibar di dada dan angkasa,

Mengukir kisah bangsa yang takkan pernah punah.

Sebuah warisan jiwa yang diwariskan oleh mereka,

Merah putih, cahaya kita, penjaga kita, selamanya.


Sorong, 14 Januari 2025

Senin, 13 Januari 2025

AKU MUNDUR SEBELUM MENGATAKAN

 AKU MUNDUR SEBELUM MENGATAKAN


Karya: Andi irwan


Ada sebuah perasaan yang tumbuh perlahan di dalam diriku, namun tidak pernah berani aku sebutkan namanya. Perasaan itu tumbuh seperti benih yang terus mencari cahaya, meski aku tahu tanah tempatnya berakar tak cukup subur untuk membuatnya hidup lama. Dalam diam aku menatapmu, berharap ada saat yang tepat untuk mengungkapkan segalanya. Namun, setiap kali aku ingin melangkah maju, aku justru merasa kakiku berat untuk bergerak.


Aku sadar, mungkin aku terlalu kecil untuk dunia besarmu. Kamu bersinar begitu terang, sementara aku hanyalah bayangan yang tak pernah kau perhatikan. Ada ragu yang terus menghantui, bahwa jika aku berbicara, aku mungkin hanya akan menjadi beban, atau bahkan hanya sebuah cerita yang kamu lupakan begitu saja. Maka, aku memilih untuk memendam, membiarkan perasaan ini tetap menjadi rahasia kecil yang hanya aku dan semesta yang tahu.


Mundur adalah pilihan yang paling masuk akal bagiku. Sebelum aku melangkah terlalu jauh dan akhirnya terluka, lebih baik aku berhenti sekarang. Sebelum aku sempat mengatakan perasaan ini, aku memilih untuk kembali ke zona aman, di mana aku bisa tetap melihatmu tanpa rasa takut kehilangan. Karena aku sadar, mencintai dalam diam jauh lebih mudah dibanding kehilangan harapan yang belum pernah benar-benar ada.


Namun, keputusanku ini bukan berarti aku tak berani berjuang. Aku hanya tahu diri. Aku tahu, cinta tak bisa dipaksakan. Aku tahu, hatimu mungkin telah penuh dengan cerita lain, yang tidak melibatkan aku di dalamnya. Aku mundur bukan karena aku tak cukup kuat, tetapi karena aku menghargai jarak yang tak pernah bisa aku jembatani.


Akan ada waktu di mana aku melihat ke belakang dan bertanya-tanya bagaimana jika aku mengungkapkan semuanya. Akan ada saat-saat di mana aku merindukan kemungkinan-kemungkinan yang tak pernah terwujud. Tetapi aku yakin, ini adalah cara terbaik untuk menjaga hatiku tetap utuh, meskipun aku harus menelan pahitnya kenyataan bahwa kau tak pernah tahu perasaanku.


Jadi, di sinilah aku, berdiri di ambang perasaan yang tak sempat diungkapkan. Aku mundur, bukan karena aku lemah, tetapi karena aku paham batasan diriku. Meski aku pergi tanpa sempat mengatakan apa-apa, aku berharap semesta bisa menyampaikan apa yang tak sanggup aku ucapkan. Sebab mencintaimu, meski hanya dari jauh, sudah cukup menjadi bagian dari ceritaku.


Sorong, 14 Januari 2025

Minggu, 12 Januari 2025

JUJUR AKU MASIH CINTA

 JUJUR AKU MASIH CINTA


Karya: Andi irwan 


Aku masih mencintaimu, sesederhana itu. Meski aku mencoba melupakan, rasanya terlalu sulit untuk benar-benar melepaskan perasaan ini. Setiap kenangan yang pernah kita bagi selalu kembali dalam ingatanku, seolah ingin mengingatkan bahwa kamu masih menjadi bagian penting dalam hatiku.


Hari-hari tanpamu terasa berbeda. Aku mencoba menjalani hidup seperti biasa, tapi aku tidak bisa memungkiri bahwa ada bagian dari diriku yang masih merindukanmu. Aku sering bertanya-tanya, apa yang sebenarnya salah dari kita? Apa yang membuat kita harus berpisah? Meskipun aku tahu jawabannya tidak akan mengubah apa pun, aku tetap tidak bisa berhenti memikirkannya.


Aku tahu kamu mungkin sudah bahagia dengan hidupmu sekarang, dan aku tidak ingin mengganggu kebahagiaan itu. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku masih mencintaimu. Perasaan ini tetap ada, meskipun aku tahu kamu tidak lagi merasakan hal yang sama.


Aku hanya ingin jujur dengan perasaanku. Aku tidak meminta apa-apa darimu, tidak meminta kamu untuk kembali, hanya ingin mengatakan apa yang selama ini aku rasakan. Mencintaimu masih menjadi bagian dari diriku yang sulit untuk aku lepaskan.


Jika kamu membaca ini, ketahuilah bahwa aku menulisnya dengan segenap keberanian. Bukan untuk membuatmu merasa bersalah, tetapi untuk membebaskan diriku dari beban yang selama ini kupendam. Aku masih mencintaimu, dan aku tidak tahu kapan perasaan ini akan berubah, atau apakah ia akan berubah sama sekali.


Sorong, 12 Januari 2025

Sabtu, 11 Januari 2025

APA AKU PANTAS KEMBALI MENCINTAIMU

 Apa Aku Pantas Kembali Mencintaimu?


Karya: Andi irwan [ Pena_Lingga ]


Aku adalah kapal yang pernah karam di lautan hatimu. Kau, pelabuhan yang dulu memberiku ketenangan, kini mungkin telah menutup gerbangnya untukku. Luka yang kuberikan tak ubahnya badai yang meruntuhkan layar kita, membuat arah yang dulu jelas menjadi kabur. Kini, aku hanya bisa bertanya, apakah pelabuhan itu masih menyimpan ruang untuk kapal sepertiku?


Cinta ini ibarat api kecil yang tak pernah padam meski dilanda badai. Namun, aku takut mendekat, takut api yang kubawa hanya akan membakar jembatan di antara kita yang telah rapuh. Apakah aku layak mencoba menyalakan kembali obor yang pernah kubiarkan padam? Kau adalah sinar dalam kegelapan, tapi aku khawatir sinarku hanya menjadi bayang-bayang yang mengganggumu.


Hatimu, seperti taman yang pernah kupijak tanpa peduli keindahannya, kini mungkin telah menanam pagar berduri. Aku tahu, melangkah ke sana lagi berarti harus melukai diri sendiri untuk membuktikan bahwa aku pantas berada di sisimu. Tapi bisakah aku memetik bunga maaf darimu tanpa melukai keindahan taman itu lagi?


Jika cinta ini adalah sebuah lagu, maka aku adalah nada yang sumbang di antara harmoni indahmu. Tapi di tengah kebisingan ini, aku ingin mencoba menjadi nada yang lebih baik, nada yang melengkapi melodimu. Aku hanya ingin tahu, apakah kau masih mau mendengarkan irama yang ingin kuciptakan untukmu?


Aku bukanlah pelukis yang sempurna, tapi jika kau memberiku kesempatan, aku ingin melukis kembali kanvas cinta kita. Meski warna-warna di masa lalu telah pudar, aku akan mencampur semua kesalahan menjadi pelajaran, lalu menorehkan guratan baru yang lebih indah. Namun, aku hanya pelukis kecil di galeri hatimu, dan hanya kau yang bisa menentukan apakah lukisanku layak untuk diterima kembali.


Raja Ampat, 12 Januari 2025

DIALOG RAGA

 DIALOG RAGA


Karya : Andi Irwan



Aku:

Dalam malam yang sunyi, tubuhku bertanya,

Mengapa raga ini terasa kosong tanpa tujuan?

Mungkinkah cinta adalah jawabannya,

Atau hanya bayang-bayang yang hilang ditelan waktu?


Raga:

Aku adalah jejak langkah yang tak terlihat,

Yang tetap setia meski dunia tak mempedulikanku.

Cinta bukanlah tujuan, namun perjalanan,

Yang mengajarkan kita untuk terus tumbuh dan mengerti.


Aku:

Kau tak lelah mengikuti setiap gerakanku,

Saat dunia menuntut untuk berlari lebih cepat?

Di mana tempat kita, jika bukan di sini,

Di antara keramaian yang tak pernah berhenti?


Raga:

Lelah itu bukan milikku,

Aku adalah nafas yang tak pernah lepas.

Jika dunia memintaku untuk terus melangkah,

Aku akan tetap bergerak, meski perlahan.


Aku:

Namun, adakah arti tanpa makna?

Apakah kita hanya boneka dalam cerita semu?

Aku merindu keheningan,

Ke dalam ruang di mana hanya kita yang ada.


Raga:

Makna itu bukan sesuatu yang ditemukan,

Ia tumbuh dari setiap jejak kaki yang kau tinggalkan.

Keheningan itu adalah kita,

Menari dalam harmoni meski tanpa kata-kata.


Aku:

Lalu, apa yang akan kita temui di ujung perjalanan ini?

Apakah kita akan berhenti atau terus maju?

Tak ada arah yang jelas, hanya rasa,

Rasa yang mengalir, membentuk jalan baru.


Raga:

Di ujung perjalanan, kita akan menemukan diri kita,

Yang tak pernah kita kenal sebelumnya.

Kita bukan hanya perjalanan,

Tapi makna dari setiap langkah yang kita ambil.


Aku:

Maka kita berjalan, tanpa takut, tanpa ragu,

Karena setiap detik adalah cerita yang baru.

Tak ada lagi pertanyaan, hanya jawaban,

Jawaban yang lahir dari setiap desah dan gerak.


Raga:

Kita adalah dialog yang tak pernah selesai,

Dua jiwa yang terus berbicara dalam diam.

Berjalanlah bersamaku, karena kita adalah satu,

Satu dalam perjalanan yang tak terucap, namun dirasa.


Sorong, 11 Januari 2025


-------------------------------------------


MAKNA NASKAH


Puisi "Dialog Raga" menggambarkan hubungan mendalam antara tubuh (raga) dan jiwa (aku), yang berkelana bersama dalam kehidupan. Dialog ini menyentuh tema tentang pencarian makna hidup, perjalanan batin, dan refleksi diri. Aku bertanya tentang tujuan dan arti, sedangkan Raga memberikan jawaban yang menenangkan, mengingatkan bahwa perjalanan hidup adalah tentang berkembang dan merasakan setiap langkah, meskipun kadang tanpa tujuan yang jelas. Kehidupan ini bukanlah soal pencapaian yang segera tampak, melainkan proses yang terus berlangsung, dan makna sering ditemukan dalam kesederhanaan gerak tubuh dan rasa yang hadir dalam tiap detik kehidupan.


Keheningan, ketekunan dalam bergerak, serta ketidaktahuan akan ujung perjalanan merupakan inti dari percakapan ini. Melalui dialog antara Aku dan Raga, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang pentingnya hadir dalam setiap momen, tanpa harus selalu tahu ke mana arah tujuan. Dalam konteks ini, perjalanan itu sendiri adalah makna yang ditemukan.


GENRE

Puisi ini termasuk dalam genre puisi liris yang menggali aspek-aspek batiniah dan emosional dari manusia. Puisi ini juga bisa dianggap sebagai puisi eksistensialis, karena mengangkat tema tentang pencarian makna hidup dan pemaknaan perjalanan hidup melalui percakapan dalam diri. Dialog antara jiwa dan tubuh memberi nuansa meditatif, dengan fokus pada refleksi eksistensial tanpa jawaban pasti, yang sering kali ditemukan dalam karya-karya puisi yang bersifat introspektif.


OMONG KOSONG

 OMONG KOSONG 


Karya : Andi Irwan 


Ada suara lantang terdengar ke penjuru desa,

Orasi dari orang kota yang merasa berkuasa.

Tertawa, berpesta di atas luka,

Seolah tidak melihat rakyat yang sengsara.


Apa yang ia tertawakan?

Dosa besar atas kerakusan!

Pengurasan, pemerkosaan, penganiayaan,

Di mana letak keadilan?


Dengan kata-kata manis ia menghanyutkan,

Membangun impian dengan janji-janji kosong.

Di saat rakyat kelaparan, ia berlomba,

Menimbun kekayaan dalam kantong yang penuh.


Di atas meja megah, ia bersulang,

Menghitung untung di tengah penderitaan.

Lupakah ia pada akar yang rapuh?

Bumi ini terlalu lama ditindas, tercabik-cabik.


Ia berlari dengan sepatu mahal,

Lupa pada tanah yang ia injak.

Di mana suara petani, nelayan, buruh?

Apakah mereka hanya bayangan yang terabaikan?


Mereka berbicara tentang modernisasi,

Namun rakyat ditinggalkan dalam kemiskinan.

Bagaimana bisa ada kemajuan,

Jika keadilan hanya untuk yang berkuasa?


Mereka ingin mewarnai dunia dengan emas,

Namun tak pernah melihat warna rakyat yang pudar.

Di belakang layar, mereka tertawa lebar,

Menghisap darah rakyat yang terkoyak-koyak.


Kata-kata mereka penuh harapan palsu,

Mengalir deras, namun kosong.

Mereka bicarakan masa depan cerah,

Tapi siapa yang mendengar jeritan malam?


Di antara debu dan asap, mereka menari,

Menganggap kesulitan sebagai hiburan.

Jangan kira dunia ini tanpa harga,

Ada harga yang harus dibayar dengan nyawa.


Tunggu saja, waktu akan mengungkap semua,

Ketika semuanya terlambat,

Sang penguasa akan terjebak dalam jebakan yang ia buat,

Dan suara lantang itu akan hilang, tertelan kesunyian.


Sorong, 11 Januari 2025

ANAK BUNGSU YANG MERINDUKAN PANGKUAN IBU

 ANAN BUNGSU YANG MERINDUKAN PANGKUAN IBU


Karya : Andi irwan 


Bu, aku merindukan pangkuanmu,

Di saat dunia begitu keras,

Ketika semua terasa membingungkan,

Hanya pelukanmu yang menenangkan.


Di tengah malam yang sunyi ini,

Aku teringat suaramu yang lembut,

Berkisah tentang mimpi dan harapan,

Yang dulu kita rajut bersama.


Pangkuanmu adalah rumah,

Tempat hatiku selalu kembali,

Di mana segala luka bisa sembuh,

Dan dunia terasa penuh kasih.


Bu, aku merindukan senyum indahmu,

Yang selalu menyapa dengan hangat,

Di setiap langkah yang penuh ragu,

Kau adalah pelita di kegelapan.


Wajahmu yang penuh cinta,

Selalu menjadi penyejuk jiwaku,

Tak ada kata yang bisa menggambarkan,

Betapa aku ingin kembali padamu.


Pangkuanmu adalah tempatku merasa aman,

Di sana, aku tak pernah merasa sendirian,

Seperti bintang yang selalu setia,

Menyinari malamku yang gelap.


Aku merindukan cerita-cerita lama,

Tentang kehidupan, harapan, dan doa,

Saat kau menjadi kekuatan dalam diam,

Dan aku, anakmu, hanya bisa pasrah.


Bu, aku merindukan belai tanganmu,

Yang selalu membelai lembut rambutku,

Kini hanya angin yang menyapaku,

Mengingatkan tentang kasihmu yang abadi.


Aku ingin mendengar tawamu, Bu,

Menembus jarak yang memisahkan kita,

Mengganti kesepian dengan kebahagiaan,

Dan mengisi hatiku dengan kedamaian.


Di setiap langkahku, aku membawa cintamu,

Dalam setiap doa, aku sebut namamu,

Pangkuanmu, Bu, adalah tempat yang hilang,

Namun selalu ada dalam hati yang merindu.


Sorong, 11 Januari 2025

Jumat, 10 Januari 2025

KUIKHLASKAN KEPERGIANMU

 Kuikhlaskan Kepergianmu


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Pada senyap malam yang sunyi,

Kulayangkan doa tanpa henti.

Walau luka menusuk hati,

Kurelakan kau pergi.


Langit muram menyimpan kenangan,

Pada jejak yang kini terhentikan.

Tak ada dendam, tak ada beban,

Hanya cinta yang terurai perlahan.


Aku belajar dari waktu,

Bahwa cinta tak harus bersatu.

Meski rindu terus merayu,

Harus kupilih jalan yang baru.


Seperti angin yang hilang jejak,

Namamu kini hanya bayang terburak.

Namun doa ini takkan retak,

Untuk bahagiamu yang semakin tegak.


Tiada lagi genggaman tangan,

Hanya sisa harapan yang perlahan.

Namun kuyakin ini keputusan,

Demi kebahagiaan yang Tuhan bentangkan.


Kisah kita telah selesai,

Meski hati ini tak kunjung damai.

Tapi aku tahu, tiada yang usai,

Tanpa arti dalam perjalanan sampai.


Aku menyerah, bukan karena lemah,

Tapi karena cinta ini indah.

Kubiarkan kau melangkah,

Tanpa tangis yang menahan langkah.


Segala kenangan aku peluk erat,

Namun masa depan tak bisa kuikat.

Aku hanya bisa menerima hemat,

Bahwa cinta kita tak lagi tepat.


Jika nanti kau temui surga dunia,

Doaku menyertaimu tanpa jeda.

Biarlah aku belajar bahagia,

Meski tanpa kamu di dalam cerita.


Luka ini adalah guru,

Mengajarkan aku untuk merelakanmu.

Sebab cinta sejati bukan soal bersatu,

Tapi memberi tanpa menunggu.


Aku ikhlas meski berat rasanya,

Melepaskan dirimu dalam doa.

Semoga cinta ini tetap bermakna,

Meski kini berbeda arah jalannya.


Dan kini, pada akhirnya,

Kuterima takdir dengan dada terbuka.

Kulepas kau dengan air mata,

Selamat tinggal, dan semoga bahagia.


Sorong, 11 Januari 2025

Kamis, 09 Januari 2025

SENJA DALAM BAIT ROMANSA

 Senja dalam Bait Romansa


Karya : Andi irwan [ Pena_Lingga ]


Senja merayap pelan di pelupuk mata,

Membawa rindu yang entah pada siapa.

Langit jingga mengurai rahasia,

Cinta hadir dalam sunyi yang sederhana.


Di ufuk barat, mentari berpamitan,

Seperti cinta yang takut dilupakan.

Ada sejumput harap dalam siluet senja,

Menggenggam waktu yang enggan reda.


Langit berpendar seperti tatap matamu,

Hangat, lembut, namun selalu semu.

Di tiap bayangnya ada janji,

Bahwa cinta takkan pernah basi.


Senja mengajarkan arti perpisahan,

Namun juga tentang keindahan kenangan.

Setiap detik yang terlewati,

Adalah kisah cinta yang tak terbagi.


Hembusan angin membawa bisikan,

Tentang rindu yang terus berkelindan.

Senja menyatukan dua hati,

Meski jarak memisahkan jemari.


Di batas cakrawala kita bertemu,

Mengukir mimpi di warna kelabu.

Tak ada kata, hanya tatap,

Senja menjadi saksi cinta yang erat.


Jingga memeluk langit yang kelam,

Seperti diriku yang kau tenggelamkan.

Namun, cinta tak pernah usai,

Walau senja berakhir di pelukan malam.


Senja menyulam puisi di udara,

Membuatku jatuh cinta tanpa jeda.

Setiap garisnya adalah kamu,

Alasan mengapa dunia terasa baru.


Meski senja hanya sesaat singgah,

Namun ia mengukir cinta yang megah.

Seperti dirimu di dalam hidupku,

Sekilas, tapi meninggalkan jejak yang abadi.


Dan saat senja pergi berlalu,

Aku menanti pagi dengan rindu.

Karena di tiap pergantian waktu,

Ada cinta yang selalu mengarah padamu.


Sorong, 10 Januari 2025

Rabu, 08 Januari 2025

BPJS : BANYAK PROSEDUR JARANG SOLUSI

 BPJS BANYAK PROSEDUR JARANG SOLUSI 


Karya : Andi Irwan


Di negeri ini, nyawa adalah teka-teki,

Tergantung siapa dan di mana kau berdiri.

BPJS jadi tameng, katanya penuh janji,

Tapi seringkali hanya janji tanpa arti.


Dokter lelah, jadwalnya tanpa jeda,

Pasien datang dengan harap yang lemah reda.

Lima menit bicara, resep langsung keluar,

Tak sempat tanya, pulanglah kau dengan gusar.


Antrian panjang seperti ular melingkar,

Seakan waktu bukan hal yang benar-benar penting.

Sakitmu ditimbang dengan alat birokrasi,

Hasilnya? Tunggu, hingga kau lupa rasa nyeri.


Gedung tinggi bertingkat, megah dari luar,

Namun obat murah jadi wajah yang kelabu.

Dokter dipaksa berpacu melawan waktu,

Nyawa jadi angka di laporan yang semu.


Kisah sedih tersebar dari ruang tunggu,

Ibu menangis, anaknya tak tertolong waktu.

Negara berkata, “Kami telah berusaha,”

Tapi usaha itu sering hanya di bibir saja.


Lalu siapa peduli pada rakyat kecil?

Nyawa mereka tak masuk statistik penting.

Jangankan sembuh, sekadar bertanya,

Sudah dianggap membuang tenaga sia-sia.


Malam panjang di IGD penuh ratapan,

Ruang sempit itu saksi bisu ketidakadilan.

Satu dokter untuk puluhan penderitaan,

Rasa kemanusiaan makin terkikis pelan-pelan.


Janji manis pemerintah terbungkus rapi,

Tapi kenyataan pahit tiap hari tak terbantah.

Rakyat kecil menunggu mukjizat dari langit,

Karena dari bumi, harapan tak lagi terbit.


Entah sampai kapan ini jadi cerita,

Nyawa manusia dihitung dengan mata angka.

Di mana hati mereka yang duduk di atas sana?

Atau nyawa kecil memang tak cukup berharga?


Bangkitlah, negeri! Tidakkah kau malu?

Saat rakyatmu terkapar karena sistem yang palsu.

Selamatkan nyawa, bukan hanya angka di buku,

Agar negeri ini tak kehilangan jiwanya sendiri.


Sorong, 9 Januari 2025

Minggu, 05 Januari 2025

JAKARTA BERPAMITAN

 ( SATIRE )

JAKARTA BERPAMITAN


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Jakarta, kau kota penuh hiruk-pikuk,

Dulu megah, kini disebut keriput.

Rapat dan macet, udara pengap,

Ibu kota pindah, kau kini terlupakan cepat.


Gedung-gedung tinggi menatap hampa,

Mengintip Kalimantan yang baru berjaya.

"Hutan itu jadi kota?" tanya ragu,

Namun janji manis terus menggema di telinga satu.


Sungai-sungai penuh limbah di pinggirmu,

Kini berbisik, "Lihatlah aku yang tak terurusimu."

Ibu kota pindah, harapan merekah,

Katanya, Nusantara lebih indah dan megah.


Di Kalimantan, pohon-pohon gugur,

Digantikan aspal, beton, dan pagar.

"Bukankah aku paru-paru dunia?"

"Tenang," jawab manusia, "ini demi bahagia."


Jakarta bersedih di bawah langit abu,

Yang dulu sombong, kini merindu.

"Adakah yang masih peduli padaku?"

Namun gedung tinggi hanya diam membisu.


Nusantara, nama megah pengganti,

Janji kemajuan membungkus ambisi.

Namun, bisakah janji itu bertahan,

Atau hanya proyek cepat penuh kealpaan?


Anak-anak Jakarta, kini kehilangan nama,

Ibu kota lama jadi sejarah terlupa.

"Siapa peduli Jakarta tenggelam?"

"Yang penting Nusantara berdiri tegak tanpa malam."


Tapi tunggu, apa kau dengar?

Bisikan hutan yang mulai gusar?

Banjir datang, satwa hilang,

Pindah ibu kota, apakah ini menang?


Jakarta, kau boleh berpamitan,

Namun jangan lupa, kau tetap kenangan.

Kalimantan tak butuh megah semata,

Ia butuh cinta, bukan janji belaka.


Nusantara dan Jakarta, dua kisah,

Satu bangkit, satu perlahan punah.

Satir ini hanyalah cermin kelakar,

Akankah kita belajar, atau mengulang kesalahan yang wajar?


Sorong, 5 Januari 2025

Jumat, 03 Januari 2025

TERNYATA AKU YANG SALAH BUKAN KAMU

 ( SENANDIKA )


TERNYATA AKU YANG SALAH BUKAN KAMU


Karya : Andi irwan


Aku salah karena terlalu percaya pada angin yang membisikkan namamu, seolah kau adalah takdir yang ditulis di lembaran hidupku. Aku memahat harapan di atas batu karang, melawan gelombang yang kutahu akan menghancurkannya. Tapi siapa yang bisa menghentikan hati dari berdetak untukmu, meski dunia terus berteriak bahwa aku berjalan di jalan yang salah?


Aku salah karena mencintaimu dengan caraku, menulis sajak tentangmu di langit yang kau tak pernah baca. Aku mengira, dalam diammu, ada ruang kecil yang memeluk namaku. Ternyata, aku hanya tamu yang salah mengetuk pintu. Kau berdiri di balik ambang, tapi bukan untuk menyambutku, melainkan untuk mengusir rasa yang sejak awal tak kau izinkan tumbuh.


Aku salah karena menjadikanmu pusat semestaku. Kau adalah matahari, dan aku adalah bumi yang terus mengitari, berharap cahayamu menyentuhku lebih lama. Namun, kau hanya memberiku bayangan, menciptakan malam-malam dingin yang kuisi dengan rindu. Aku mencintaimu tanpa tahu bahwa kau adalah bintang yang tak pernah bisa kuraih.


Aku salah karena membaca senyummu sebagai sebuah undangan. Aku mengira setiap tatapanmu adalah kata-kata yang tak kau ucapkan, bahwa setiap diam adalah rahasia yang ingin kau bagi denganku. Tapi kenyataannya, aku hanyalah orang asing yang mencoba menerjemahkan bahasa hatimu yang tak pernah kau arahkan padaku.


Aku salah karena berharap terlalu jauh, menganyam mimpi dari benang-benang ilusi. Aku menggenggam janji yang tak pernah ada, meyakinkan diriku bahwa kau adalah rumah yang akan menerimaku kembali. Padahal, aku hanya pelaut yang karam di lautan yang kau cipta, terombang-ambing di antara kenyataan dan harapan.


Aku salah karena memaksa hatiku tinggal di ruang yang tak pernah menjadi miliknya. Aku tahu sejak awal bahwa cintaku adalah sebuah perlawanan terhadap takdir yang sudah tertulis. Tapi aku terlalu keras kepala untuk menyerah, terlalu buta untuk melihat bahwa yang kuperjuangkan hanya bayangan.


Dan kini, aku sadar, ternyata aku yang salah, bukan kamu. Aku salah karena mencintaimu dengan cara yang kau tak pernah butuhkan. Aku salah karena lupa mencintai diriku sendiri. Mungkin, ini saatnya aku melangkah pergi, meninggalkan jejak yang tak lagi kau pedulikan. Karena aku tahu, mencintai seseorang yang tak mencintaiku kembali adalah luka yang tak pantas kupertahankan.


Raja Ampat, 4 Januari 2025

CINTA DI UJUNG PULAU YANG TERGANTUNG

 CINTA DI UJUNG PULAU YANG TERGANTUNG


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Kita adalah dua bintang yang menggantung di langit yang berbeda, saling memandang tetapi tak pernah bersentuhan. Lautan yang memisahkan kita seperti sebuah teka-teki yang tak pernah selesai dirangkai. Kau di sana, di ujung pulau yang bernama harapan, dan aku di sini, di tepi pantai yang dinamai keraguan. Angin membawa kabar rinduku kepadamu, tetapi ia sering tersesat di labirin takdir.


Hatiku adalah kapal yang terapung-apung di tengah ombak, berusaha mencapai dermaga di mana dirimu menunggu. Namun, alur takdir seperti gelombang, selalu membawa aku menjauh. Kita pernah bermimpi tentang jembatan cahaya yang menyatukan kedua pulau, tetapi kenyataan lebih suka menciptakan jarak yang menjadi misteri.


Setiap surat yang kutulis padamu adalah burung-burung kertas yang terbang tanpa arah. Mereka membawa puisi-puisi tentang cinta yang pernah kita rajut, tetapi seringkali hilang sebelum sampai ke pelukanmu. Mungkin angin lebih setia menyimpan rahasia daripada menyampaikan pesan.


Aku sering bertanya pada bintang-bintang, apakah cerita kita akan tetap tergantung di ujung malam? Mereka hanya diam, seolah-olah tahu bahwa cinta ini adalah layang-layang yang talinya tak pernah kita pegang bersama. Kau dan aku adalah dua penjaga yang terjebak di sisi yang berbeda dari sebuah pintu tanpa kunci.


Waktu berjalan seperti penari di atas karpet pasir, menghapus jejak yang pernah kita buat. Apa yang tersisa hanyalah bayang-bayang yang memanjang di senja, samar dan tak pernah nyata. Kita terus berharap, tetapi harapan kadang seperti lentera yang redup sebelum subuh.


Jika cinta adalah sebuah lagu, maka melodi kita adalah simfoni yang tergantung di udara. Kau memainkan nada-nada penuh harap, sementara aku hanya bisa mengisi ruang dengan sunyi. Apakah mungkin ada hari di mana harmoni kita akhirnya terdengar? Atau, akankah ini menjadi cerita tanpa akhir, tergantung di antara kata-kata yang tak pernah selesai?


Aku menatap ke arah pulau tempat kau berada, meski hanya dalam bayang imaji. Cinta kita adalah cerita yang ditulis oleh dua pena dengan tinta yang berbeda. Mungkin kita adalah takdir yang ditakdirkan untuk selalu tergantung, seperti hujan yang menanti pelangi, atau seperti malam yang menunggu fajar tanpa kepastian kapan ia akan datang.


Raja Ampat, 4 Januari 2025

Kamis, 02 Januari 2025

SAJAK SEJAK AKU KAU SIA-SIAKAN

 SAJAK SEJAK AKU KAU SIA-SIAKAN


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Di dalam samudra jiwaku, engkau adalah bintang surya yang dulu bersinar terang, menerangi setiap sudut gelap yang tersimpan dalam relung hati. Kini, sinarmu telah pudar, seakan ditelan oleh kegelapan malam yang tak berkesudahan. Aku berlayar di lautan tak bertepi, mencari cahaya yang pernah kau pancarkan, namun hanya menemukan bayangan diriku sendiri yang tersesat di tengah ketidakpastian.


Aku adalah karma yang kau abaikan, aksara tak terbaca dalam kitab kehidupanmu. Seperti raga yang kehilangan atma, aku melayang tanpa arah, mencari arti dalam kehampaan. Cinta yang dulu kau tanam kini menjadi reruntuhan di tanah tandus, tak ada lagi harapan yang tumbuh dari akarnya. Aku adalah puing-puing masa lalu yang kau tinggalkan begitu saja, seakan aku hanya sekadar angin lalu dalam hidupmu.


Engkau adalah yogi yang melupakan mantranya, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di medan kehidupan ini. Aku menjadi bayangan dalam cermin maya, hadir namun tak tersentuh, ada namun tak terlihat. Setiap kali aku mencoba mendekat, aku hanya menemukan diriku semakin jauh dari kenyataan yang pernah kita bangun bersama. Aku adalah api yang kau padamkan, bara yang dulu menyala kini hanya debu yang bertebaran.


Di dalam diriku, ada rintihan dari weda-weda yang tak pernah terucap, sebuah lara yang kau tinggalkan tanpa pamit. Seperti angin yang berhembus di antara dedaunan, aku mendambakan kehangatan yang dulu kau berikan, namun hanya tersisa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Aku merindukan sentuhanmu, namun kau telah menjadi bayangan yang tak bisa lagi kugapai. Aku adalah bayangan dari masa lalu, terjebak dalam kenangan yang tak pernah bisa kulepaskan.


Engkau adalah sukma yang menjelma menjadi bayangan di cakrawala, hadir dalam mimpi namun lenyap saat fajar menyingsing. Aku yang dulu menghidupkan asmara, kini menjadi puing-puing cinta yang tak terselamatkan. Setiap detik yang berlalu, aku semakin terjerat dalam jaring-jaring kenangan yang kau tinggalkan. Aku adalah melodi yang kehilangan nadanya, harmoni yang dulu indah kini menjadi kekosongan yang menyakitkan.


Aku adalah sang pujangga yang kehilangan kata, mencari makna dalam sunyi yang menyiksa. Engkau adalah puisi yang tak pernah selesai, bait-bait yang menggantung tanpa akhir. Dalam setiap helaan napas, aku merasakan keperihan yang kau tinggalkan, seakan-akan dunia ini hanya terdiri dari bayanganmu yang menghantui setiap langkahku. Aku adalah pelukis yang kehilangan kanvasnya, warna-warna kehidupanku telah pudar bersamamu.


Di tengah keramaian dunia, aku merasa sendirian, seakan menjadi noktah yang terhapus dalam riuh kehidupan. Engkau adalah ilusi yang selalu kuharapkan menjadi nyata, namun hanya meninggalkan jejak yang tak bisa kugenggam. Aku adalah prajurit yang kehilangan perisainya, terluka dan tak berdaya dalam medan perang yang kau ciptakan. Namun, meski semua ini terjadi, aku tetap mencari jalan untuk bangkit, untuk menemukan kembali diriku yang hilang di antara bayang-bayangmu.


Raja Ampat, 1 Januari 2025

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...