Kuat Sendiri
Karya : Pena_Lingga
Saat semua orang pergi dan hanya diam yang tinggal, aku baru benar-benar tahu bagaimana rasanya menjadi asing di tengah keramaian. Tidak ada lagi suara yang menanyakan kabar, tak ada tangan yang menggenggam saat langkahku goyah. Aku belajar berdamai dengan sunyi yang lama-lama berubah menjadi teman akrab, mengajarkanku untuk tidak terlalu berharap pada siapa pun selain diriku sendiri.
Kecewa itu pelan-pelan menyusup, bukan dengan teriakan, tapi dengan keheningan. Saat aku menoleh dan tak ada siapa-siapa di belakang, aku tahu: aku hanya punya diriku. Mungkin mereka lelah, mungkin aku terlalu diam, atau mungkin memang tidak ada yang benar-benar ingin tinggal. Aku hanya salah mengira kebersamaan sebagai bentuk kasih, padahal itu cuma jeda dari kesepian mereka.
Ada masa di mana aku berusaha mengerti semua orang, mendengarkan tanpa diminta, hadir tanpa ditunggu. Tapi saat aku butuh ruang sekecil genggaman, dunia justru sibuk dengan urusannya sendiri. Aku tidak marah. Aku hanya terlalu sering menahan agar tidak menangis, sampai akhirnya air mata pun jadi barang mewah yang tidak berani keluar.
Mereka bilang aku kuat karena bisa menahan semuanya sendirian. Tapi siapa yang benar-benar ingin kuat dengan cara seperti ini? Menjadi kuat karena tak punya pilihan lain bukanlah kekuatan, itu keputusasaan yang disulap menjadi ketabahan. Aku hanya ingin sekali saja, ada yang berkata, “Kamu tak harus menanggung semuanya sendiri.”
Diamku bukan karena tak ada yang ingin dikatakan, tapi karena aku lelah menjelaskan rasa yang tak pernah dipahami. Aku pernah membuka luka di hadapan orang yang kupikir bisa menyembuhkan, tapi malah mereka pergi karena takut melihatku hancur. Sejak itu aku memilih untuk menyembuhkan sendiri, meski tak benar-benar sembuh.
Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan, tapi malam lebih bisa memelukku dari siapa pun yang pernah berjanji akan tinggal. Jadi aku tenang sendiri, bukan karena aku tak butuh siapa-siapa, tapi karena aku sudah terlalu sering dikecewakan oleh harapan yang kupelihara sendiri.
Aku berdiri di antara kebisingan dunia, tapi rasanya seperti tenggelam dalam ruang hampa. Satu-satunya suara yang kudengar hanya gema dari pikiranku sendiri, yang terus bertanya: apa aku tidak cukup layak untuk diperjuangkan? Atau memang aku yang terlalu sering berpura-pura tidak apa-apa?
Tak ada lagi pesan menenangkan, tak ada lagi pelukan menyejukkan. Semua kembali ke awal: hanya aku dan diriku sendiri yang mencoba mengerti perasaan yang kusimpan dalam-dalam. Dan seperti biasa, aku kembali menjadi pendengar bagi diriku sendiri, karena tidak ada yang benar-benar ingin tahu bagaimana rasanya menjadi aku.
Malam ini pun, seperti malam-malam sebelumnya, aku berbaring sambil menatap langit-langit yang diam. Tenang dalam sepi, dingin dalam kecewa, dan tetap tersenyum di luar meski di dalam sudah hancur berkali-kali. Mungkin ini takdirku: belajar mencintai diriku sendiri, karena dunia terlalu sibuk untuk sekadar bertanya, “Apa kamu baik-baik saja?”
Kamarku, 13 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar