Jumat, 27 Desember 2024

AKU BAHAGIA MEMILIKIMU

 AKU BAHAGIA MEMILIKIMU


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Aku bahagia memilikimu. Kamu adalah pelukis cinta yang pandai, menggoreskan warna-warni indah dalam kehidupan kita. Setiap sapuan kuasmu melengkapi bait-bait puisiku, menjadikannya lebih hidup dan bermakna. Ketika kita bersama, seolah dunia ini adalah kanvas besar yang siap menerima setiap goresan kisah kita.


Di setiap senja, aku melihatmu menghidupkan kata-kataku dengan sentuhan lembutmu, menciptakan harmoni sempurna antara puisi dan lukisan. Dalam setiap gerakmu, ada keindahan yang tak terkatakan, menyatu dalam karya seni yang mempesona. Kau adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki, yang mengisi kekosongan di setiap lembar kertas putih kehidupanku.


Bersamamu, aku menemukan keindahan dalam kesederhanaan. Setiap detik yang kita lalui adalah rangkaian bait indah yang tak pernah berhenti mengalun, mengisi jiwa dengan kedamaian dan kebahagiaan. Tak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan betapa beruntungnya aku memiliki dirimu di sisiku.


Setiap hari adalah petualangan baru bersamamu. Kamu selalu mampu menemukan cara untuk membuatku tersenyum, untuk mengingatkan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang kata-kata indah, tetapi juga tentang tindakan sederhana yang penuh makna. Kamu adalah inspirasi terbesar dalam hidupku, dan aku tak bisa membayangkan menjalani hari-hariku tanpamu.


Di tengah segala cobaan dan rintangan, kita selalu menemukan cara untuk tetap bersama. Kamu adalah penopangku, cahaya di saat gelap, dan bahu tempatku bersandar ketika lelah. Bersamamu, aku merasa kuat dan mampu menghadapi segala hal. Kita adalah tim yang tak terpisahkan, dua jiwa yang menyatu dalam harmoni cinta.


Terima kasih telah melengkapi hidupku dengan cinta dan seni yang luar biasa. Kamu bukan hanya melukis di kanvas, tapi juga di hatiku, menciptakan karya agung yang abadi. Aku bahagia memilikimu, lebih dari yang pernah bisa kukatakan dengan kata-kata. Kamu adalah segala-galanya bagiku, dan aku berjanji akan selalu menghargai dan mencintaimu, kini dan selamanya.


Raja Ampat, 27 Desember 2024

Kamis, 26 Desember 2024

AKU TAKUT KEMBALI JATUH CINTA

 AKU TAKUT KEMBALI JATUH CINTA


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Sunyi di dalam hati ini, terasa lebih aman daripada gelora cinta yang pernah ada. Setiap getar rindu, setiap debar harapan, menyisakan luka yang masih membekas. Aku telah belajar untuk menghindar dari mata yang bersinar, dari senyum yang memikat, takut akan kehancuran yang mungkin datang kembali.


Kenangan-kenangan lama masih terpatri dalam benak, bagai lukisan yang tak mungkin dihapus. Setiap sapaan manis, setiap janji yang pernah terucap, kini terasa seperti jebakan yang mematikan. Aku takut, takut pada bayang-bayang masa lalu yang kembali menyergap, mengoyak ketenangan yang telah susah payah kurajut.


Harapan yang dulu membumbung tinggi, kini berubah menjadi ketakutan yang mendalam. Cinta, yang seharusnya indah, berubah menjadi momok yang menakutkan. Aku berusaha keras untuk tidak terjebak dalam lingkaran yang sama, namun bayangan cinta yang pernah ada terus menghantui.


Setiap kali ada yang mencoba mendekat, aku mundur dengan cepat. Hati ini telah belajar untuk menutup diri, untuk tidak lagi membuka ruang bagi rasa yang tak pasti. Aku takut akan kekecewaan, takut akan luka yang mungkin datang kembali. Lebih baik begini, sendiri dalam keheningan, daripada kembali terluka.


Cinta, dulu aku menyambutmu dengan tangan terbuka, kini aku menghindarimu dengan segenap jiwa. Hatiku yang rapuh, tak lagi mampu menanggung bebanmu. Aku memilih untuk berdiam, untuk tidak lagi berharap pada sesuatu yang fana. Ketenangan ini, meski sunyi, lebih menjanjikan kebahagiaan yang abadi.


Aku takut jatuh cinta, takut akan rasa yang tak terbalas, takut pada luka yang mungkin terbuka. Setiap kata manis yang terucap, setiap perhatian yang diberikan, hanya membuatku semakin terperosok dalam ketakutan yang mendalam. Aku tak ingin terluka lagi, tak ingin merasakan perih yang sama.


Biarlah aku sendiri, dalam senyap yang menenangkan. Meski tanpa cinta, tanpa rasa yang membara, aku merasa lebih aman. Biarlah waktu yang menyembuhkan, biarlah jarak yang menghapus kenangan. Aku akan tetap di sini, dalam kesendirian yang damai, tanpa takut jatuh cinta lagi.


Raja Ampat, 26 Desember 2024

SESAKIT INI KAH

 SESAKIT INI KAH 

( senandika )


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Sesakit ini kah rasanya? Melihatmu berdiri di sana, dengan senyum yang sama, tapi bukan untukku. Semua impian dan harapan yang ku simpan dalam diam, kini terasa sia-sia. Aku tak sempat mengucapkan bahwa aku mencintaimu, sebelum tanganmu digenggam oleh yang lain. Sakit ini begitu menusuk, seperti belati yang tak henti mengoyak hatiku.


Saat mata kita bertemu, ada rasa yang terpendam, kata-kata yang tersangkut di tenggorokan, tak mampu keluar. Ada keinginan untuk berteriak, untuk mengungkapkan segalanya, tapi lidahku kelu, terbelenggu oleh ketakutan dan keraguan. Setiap senyummu yang kulihat, setiap tawa yang kudengar, semuanya seperti paku yang menancap dalam-dalam di jiwaku.


Waktu berlalu begitu cepat, dan aku hanya bisa menyesal. Mengapa aku tak pernah berani? Mengapa aku tak pernah mencoba? Kini, hanya bayanganmu yang tersisa, bersama kenangan yang tak sempat terwujud. Setiap kali aku melihatmu bersama dia, hatiku hancur berkeping-keping, seolah-olah aku kehilangan bagian dari diriku sendiri.


Aku menatap punggungmu yang semakin menjauh, dan di sanalah, di tengah keramaian, aku sendirian dengan perasaan yang tak terucapkan. Mungkin, suatu hari nanti, aku akan belajar menerima bahwa kau bukan untukku. Tapi untuk saat ini, biarkan aku merasakan pedih ini, karena inilah bukti bahwa aku pernah mencintaimu, meski tak pernah terucap.


Malam-malam kuhabiskan dengan bertanya pada diriku sendiri, apa yang salah? Apa yang kurang dari usahaku? Mengapa takdir begitu kejam membiarkanku mencintaimu dalam diam, hanya untuk melihatmu pergi bersama yang lain? Setiap malam terasa semakin dingin dan sepi, seperti dunia yang kehilangan cahayanya.


Setiap kenangan tentangmu adalah duri yang menusuk di hatiku. Senyummu, suaramu, tatapan matamu, semuanya tersimpan dalam ingatanku, namun hanya menambah rasa sakit ini. Aku mencoba untuk melupakan, tapi semakin aku berusaha, semakin kuat bayangmu menghantuiku. Seakan-akan hatiku terikat pada bayanganmu, tak mampu lepas meski aku tahu itu hanya akan menyakitiku lebih dalam.


Akhirnya, aku hanya bisa pasrah. Mungkin, cinta ini adalah pelajaran bagiku untuk lebih berani mengungkapkan perasaan. Meski rasa sakit ini begitu dalam, aku akan belajar menerima kenyataan. Kau mungkin tak pernah tahu betapa aku mencintaimu, tapi biarlah kenangan ini menjadi saksi bisu bahwa pernah ada seseorang yang mencintaimu tanpa pamrih, meski tak pernah terucap, dan meski harus berakhir dengan air mata.


Raja Ampat, 26 Desember 2024

Senin, 23 Desember 2024

NEGERIKU DI MANIPULASI " 2 "

 NEGERIKU DI MANIPULASI

( JILID 2 )


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Negeriku bak taman surga penuh bunga

Namun kini layu merana tanpa warna

Pemimpin negeri bersolek di cermin palsu

Menari di atas derita rakyat yang bisu


Rakyat memetik janji manis tanpa hasil

Hujan janji tumpah ruah menipu akal

Ladang impian terhampar kosong tak berbuah

Ditaburi angan palsu yang tak bertumbuh


Derap langkah pemimpin seakan berirama

Namun di balik layar topengnya berbeda

Sandiwara besar ditayangkan tanpa henti

Negeriku terperangkap dalam drama ironi


Kursi kekuasaan dihiasi emas semu

Di balik tirai gelap kepentingan semata

Rakyat hanyalah pion di papan catur

Digerakkan sesuai hasrat nafsu liar


Negeriku menangis dalam sunyi

Dipersimpangan mimpi yang tak terjawab

Pemimpin negeri terus bermain kata

Menjerat negeriku dalam kepalsuan yang fana


Mengais harapan di tengah gurun pasir

Rakyat setia menanti janji tak bertepi

Pemimpin berlaga bagai penyelamat

Namun yang tersisa hanya bayang semu


Langit negeriku kelabu oleh dusta

Bintang harapan redup ditelan gelap

Rakyat menggenggam debu impian

Di tengah badai kebohongan yang menerpa


Di atas panggung kekuasaan mereka berpesta

Rakyat jelata terpinggirkan di sudut sunyi

Senyum manis pemimpin hanyalah topeng

Menyembunyikan luka yang semakin menganga


Teriakan rakyat bagaikan angin lalu

Tak terdengar di telinga penguasa

Negeriku tertatih dalam kepura-puraan

Di bawah bayang-bayang janji kosong


Dewan yang mulia berubah jadi panggung sandiwara

Mencipta drama penuh tipu daya

Rakyat tersesat dalam labirin kebohongan

Mencari arah di tengah kabut kepalsuan


Pemimpin negeri berjanji pada bintang

Namun langkah mereka merusak tanah

Negeriku dipermainkan dalam permainan

Yang akhirnya hanya menyisakan kehampaan

Hormatku untukmu para bajingan !


Raja Ampat, 23 Desember 

MAAF AKU PERNAH

 MAAF AKU PERNAH 

( Senandika )


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Maaf aku pernah mengejarmu sejauh itu, dengan segala harapan dan doa yang tak terhitung. Setiap langkah yang kuambil, setiap upaya yang kucurahkan, semua itu kulakukan dengan keyakinan bahwa suatu hari kamu akan menjadi milikku. Namun, sekarang aku sadar bahwa kamu terlalu sulit kugapai. Seperti bintang di langit, kamu indah dan mempesona, tetapi tak bisa kumiliki. Dan kini, aku melihat bahwa usahaku selama ini hanyalah upaya sia-sia untuk meraih sesuatu yang tak mungkin.


Saat ini, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak lagi mengejarmu. Aku akan melepaskanmu dengan ikhlas dan mengalihkan pandanganku ke depan, mencari kebahagiaan di tempat lain. Perjalanan ini telah mengajarkanku banyak hal, termasuk bagaimana merelakan dan menemukan kedamaian dalam diri sendiri. Jadi, terima kasih atas semua pelajaran yang telah kamu berikan, dan selamat tinggal. Aku akan terus melangkah, dengan hati yang lebih ringan dan jiwa yang lebih tenang.


Ketika aku memandang ke belakang, aku melihat jejak-jejak perjuanganku yang penuh dengan pengorbanan dan rasa sakit. Namun, dari semua itu, aku juga melihat kekuatan yang tumbuh dalam diriku. Kekuatan untuk bangkit dan terus berjalan, meskipun hati ini pernah terluka. Momen-momen kesendirian yang pernah kutakuti kini menjadi sahabatku, mengajariku tentang ketangguhan dan ketenangan.


Mungkin aku pernah terlalu buta untuk melihat bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari memiliki seseorang. Kebahagiaan itu tumbuh dari dalam diri, dari penerimaan dan rasa syukur atas apa yang ada. Dari pengalaman ini, aku belajar bahwa mencintai diri sendiri adalah hal yang paling penting. Sebab, hanya dengan mencintai diri sendiri, aku bisa memberikan cinta yang tulus kepada orang lain.


Selama ini, aku terlalu fokus pada tujuan yang satu itu, hingga melupakan banyak hal berharga di sekitarku. Sekarang, saat aku melepaskanmu, aku membuka mata untuk melihat dunia dengan perspektif yang baru. Aku belajar menikmati setiap detik yang ada, menghargai setiap momen kecil yang membawa senyum di wajahku. Meskipun jalan ke depan masih panjang dan penuh tantangan, aku siap menghadapinya dengan keyakinan baru.


Perpisahan ini bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan baru. Perjalanan yang mungkin tidak selalu mulus, tetapi penuh dengan pelajaran dan kesempatan untuk tumbuh. Aku akan menyambut hari-hari yang akan datang dengan semangat dan optimisme, tanpa lagi terbebani oleh bayangan masa lalu. Dengan hati yang terbuka, aku siap menerima apa pun yang akan datang, dan percaya bahwa segala sesuatu terjadi untuk alasan yang baik.


Jadi, terima kasih sekali lagi untuk semua kenangan dan pelajaran yang berharga. Aku tidak akan lagi menoleh ke belakang dengan rasa penyesalan, tetapi dengan rasa syukur. Karena dari perjalanan ini, aku menemukan diriku yang sebenarnya. Dan dengan itu, aku siap melangkah maju, menuju masa depan yang lebih cerah dan penuh harapan.


Raja Ampat, 23 Desember 2024

Jumat, 20 Desember 2024

CINTA YANG TAK TERLIHAT

 CINTA YANG TAK TERLIHAT

( Puisi Sufi )


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Dalam sunyi, aku mencari Tuhan

Di kedalaman hati, cahaya-Nya menyinari

Bukan kata, bukan suara yang ku cari

Hanya cinta, yang tanpa batas membimbingku


Dalam setiap hembusan angin, Dia berbicara

Tak tampak, namun terasa di jiwa yang tenang

Melangkah dalam kerendahan, menemui-Nya

Di antara setiap langkah, ada nurani yang bersinar


Dunia ini hanyalah bayangan belaka

Namun cinta-Nya abadi, tak terhapuskan

Seperti laut yang tak pernah berhenti mengalir

Hidupku hanyalah setetes dalam samudra-Nya


Cinta adalah cahaya yang tak pernah padam

Dalam gelap, Dia adalah penuntun jalan

Bukan kekayaan, bukan kekuasaan yang kucari

Hanya Dia, yang mampu memberi kedamaian abadi


Aku lebur dalam rahmat-Nya, hilang dalam wujud-Nya

Setiap gerak adalah alunan syukur kepada-Nya

Di hadapan-Nya, aku hanyalah debu

Namun dalam cinta-Nya, aku menemukan kebesaran


Di dalam keheningan, aku mendengar suara-Nya

Tak terucap, namun begitu menggetarkan jiwa

Dia yang tiada banding, tak terjangkau oleh akal

Hanya rasa yang membawa aku kepada-Nya


Di atas langit, aku melihat wajah-Nya

Dalam setiap bintang, ada petunjuk-Nya yang tersembunyi

Aku hanya jiwa yang mencari, merindu

Dalam setiap langkah, aku mendekat pada-Nya


Dengan cinta, aku bebas dari segala belenggu

Tak ada yang lebih suci dari kerinduan ini

Aku berjalan menuju-Nya dengan penuh kepasrahan

Karena hanya Dia yang tahu jalan pulangku


Tuhan, dalam sunyi ini aku menemukan-Mu

Tak ada kata yang cukup untuk menggambarkan-Mu

Namun dalam setiap detak jantungku

Aku merasa dekat dengan-Mu, kini dan selamanya.


Sorong, 20 Desember 2024

----------------------------------------------

MAKNA :

Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual seorang hamba yang mencari Tuhan melalui cinta, kesunyian, dan penghambaan diri. Setiap bait mencerminkan pencarian hakiki akan Sang Pencipta, yang tak tampak oleh mata, namun dapat dirasakan oleh hati. Cinta kepada Tuhan adalah pusat dari perjalanan ini, yang mengajarkan bahwa dunia ini hanyalah sementara dan tidak dapat memberi kedamaian sejati. Puisi ini juga mengungkapkan bahwa dalam kerendahan hati dan kepasrahan, seseorang dapat menemukan kedamaian sejati dan mendekatkan diri pada Tuhan. Setiap langkah menuju-Nya adalah ungkapan rasa syukur dan kerinduan yang tak terucapkan dengan kata-kata. Pada akhirnya, puisi ini menyampaikan bahwa Tuhan adalah cahaya yang tak pernah padam, dan hanya dalam cinta-Nya seseorang dapat menemukan makna hidup yang sesungguhnya.


PENGARTIAN PUISI SUFI :

Puisi sufi adalah bentuk karya sastra yang berasal dari tradisi mistisisme Islam (sufisme), yang menggambarkan perjalanan spiritual seseorang dalam mencari kedekatan dengan Tuhan. Puisi sufi sering kali menggunakan simbolisme, metafora, dan bahasa puitis untuk menyampaikan makna-makna mendalam yang berkaitan dengan pengalaman spiritual, cinta ilahi, kerendahan hati, dan pencarian kebijaksanaan. Tema utama dari puisi sufi adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, keheningan batin, dan pencapaian kedamaian yang datang dari pengabdian yang tulus.


Dalam puisi sufi, penyair berusaha menyampaikan perasaan tentang cinta dan kerinduan yang mendalam kepada Tuhan, sering kali menggambarkan dunia ini sebagai sementara dan terbatas, sementara cinta kepada Tuhan adalah satu-satunya yang abadi. Pencarian untuk memahami hakikat Tuhan, serta proses pembersihan jiwa dan penyatuan dengan Yang Maha Kuasa, menjadi inti dari banyak puisi sufi. Puisi sufi tidak hanya berbicara tentang pengalaman pribadi penyair, tetapi juga tentang perjalanan universal manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.





BINTANG AYAH KEMANA ?

 BINTANG AYAH KEMANA ?

( Senandika )


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Anak kecil: Bintang, mengapa ayah begitu cepat perginya?


Ayah… aku masih ingat dengan jelas, pagi itu. Aku melihatmu duduk di kursi dengan wajah yang sedikit lelah, tapi tetap tersenyum. Aku berlari ke pelukanmu, memelukmu erat-erat. Ayah, kamu bilang, “Jaga dirimu baik-baik, nak. Ayah akan selalu ada untukmu.” Tapi bagaimana bisa, ayah? Kenapa kamu pergi begitu cepat, tanpa memberi tahu aku bahwa ini adalah kali terakhir kita berpelukan?


Aku tak tahu apa yang harus kurasakan. Rindu begitu dalam, membuat hatiku terasa sesak. Bahkan sampai sekarang, aku masih menunggu, menunggu kamu muncul di depan pintu dengan senyumanmu yang hangat, seperti dulu. Tapi yang datang hanya kesunyian. Tak ada suara langkahmu lagi yang biasa menandakan bahwa kamu ada di sini, di rumah ini, bersama kami.


Ayah, aku ingin sekali mendengar suara tawa kita bersama lagi. Aku ingin mendengarmu bercerita tentang kisah-kisah lucu yang selalu kau ceritakan saat malam tiba, agar aku bisa tertidur dengan tenang. Tapi sekarang, yang ada hanya hening. Hening yang menakutkan. Aku takut setiap malam, takut dengan kegelapan yang datang setelah ibu mematikan lampu. Di tempat tidurku, hanya ada bayanganku sendiri, dan aku merasa begitu kecil, begitu sendirian. Aku ingin sekali berteriak, memanggil namamu, tapi suaraku seakan terbungkam, tak mampu keluar.


Bintang, kau pernah bilang bahwa bintang bisa menjadi penunjuk jalan. Tapi sekarang aku merasa tersesat. Di malam yang gelap ini, aku mencari-cari, berharap bisa melihatmu di sana, di bawah cahaya yang sama, seolah-olah kau akan datang menjemputku, menuntunku pulang. Tapi tidak ada. Tidak ada apa-apa selain hampa yang mengelilingiku. Aku ingin lari, ingin melompat ke arahmu, ayah, ke tempat di mana kau sekarang berada, tetapi langkahku tak kunjung sampai.


Ibu berkata bahwa ayah pergi ke tempat yang lebih baik, tempat di mana tidak ada sakit dan kesedihan. Tapi kenapa, ayah? Kenapa tempat yang lebih baik itu harus jauh dari aku? Aku ingin ayah di sini, di dekatku, di rumah ini, tempat di mana kita seharusnya berbagi kebahagiaan. Aku ingin merasakan pelukanmu lagi, pelukan yang dulu selalu membuatku merasa aman, tak takut pada apapun. Tapi sekarang, pelukan itu hanya menjadi kenangan yang semakin kabur.


Setiap malam, aku tidur dengan mata yang terbuka, memandang langit-langit kamar yang gelap. Aku mendengar suara hujan di luar, dan rasanya seperti hujan itu menghapuskan segala hal yang aku inginkan. Aku ingin berlari ke halaman, ke tempat di mana kita dulu bermain bola bersama. Tetapi tak ada lagi langkahmu di sana. Tak ada lagi suara tawamu yang dulu selalu membuatku tertawa. Hanya angin yang berdesir, seakan berusaha menenangkan hatiku yang terluka.


Kadang-kadang, aku duduk di meja makan, menatap kursi kosong di hadapanku. Dulu, di sana selalu ada ayah, duduk dengan tenang sambil menikmati makan malam bersama kami. Tapi sekarang, kursi itu kosong. Tak ada yang mengisi. Aku merasa seperti ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak bisa digantikan.


Bintang, aku tahu aku harus kuat, aku tahu aku harus belajar menerima kenyataan bahwa ayah sudah tak ada lagi. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana aku bisa menerima kenyataan ini, ketika setiap sudut rumah ini terasa seperti mengingatkanku padanya? Ketika setiap langkah yang kuambil terasa seperti berjalan tanpa arah?


Aku ingin berlari, ingin pergi ke tempat di mana kau berada, tapi aku takut. Takut aku tak akan bisa kembali. Takut aku tak akan pernah menemukan jalan pulang. Takut aku tak akan pernah merasakan hangatnya pelukanmu lagi. Aku hanya ingin melihatmu satu kali lagi, mendengar suara lembutmu memanggil namaku, mengingatkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja.


Ayah, aku berjanji akan menjadi anak yang baik. Aku akan belajar untuk menjadi kuat, meskipun rasanya sangat sulit. Aku akan menjaga ibu, meskipun aku merasa tak cukup kuat untuk itu. Aku akan selalu mengenangmu, ayah, mengenang setiap momen yang kita miliki bersama, meskipun sekarang kau jauh di sana, di tempat yang tak bisa aku jangkau.


Bintang, jika ayah bisa mendengarku dari sana, tolong bilang padanya bahwa aku merindukannya. Merindukan suaranya, merindukan tawanya, merindukan pelukannya. Dan meskipun aku tak bisa melihatnya lagi, aku akan terus berharap, suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi.


Ayah… aku akan selalu mencintaimu, bahkan jika dunia ini berubah, bahkan jika aku harus melewati hari-hari tanpa dirimu. Cintaku padamu tak akan pernah pudar. Tak akan pernah.


Sorong, 15 Desember 2024


----------------------------------------------------

Makna dari Senandika Anak Kecil yang Ditinggal Mati oleh Ayahnya


Senandika ini menggambarkan perasaan seorang anak kecil yang baru saja kehilangan ayahnya karena kematian. Dalam kesedihannya, anak tersebut tidak hanya merasakan kesepian yang mendalam, tetapi juga kebingungan dan ketakutan akan masa depan tanpa sosok yang selama ini menjadi pelindung dan pemberi kasih sayang. Anak tersebut berusaha memahami kenyataan bahwa ayahnya telah pergi, tetapi perasaan rindu dan kehilangan yang tak tertahankan membuatnya merasa terperangkap dalam kesedihan.


Melalui senandika ini, kita bisa merasakan perasaan anak yang mencoba mencari penghiburan dan penjelasan di balik kehilangan tersebut. Ia bertanya kepada bintang, simbol dari harapan dan petunjuk, seakan berharap ada sesuatu yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang kepergian ayahnya dan mengurangi kesedihannya. Namun, meskipun penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab, senandika ini juga mengandung harapan yang tulus—bahwa meskipun ayahnya telah pergi, kenangan tentang ayahnya akan selalu hidup dalam hati anak tersebut.


Isi dari Naskah Ini


Naskah ini adalah sebuah monolog atau senandika yang mengekspresikan perasaan seorang anak kecil yang merasa kehilangan ayahnya karena kematian. Dalam alur naskah ini, anak tersebut bertanya-tanya mengapa ayahnya pergi begitu cepat dan bagaimana ia harus menghadapinya. Rasa rindu yang mendalam menghantui anak ini, dan ia merindukan pelukan, tawa, dan kehadiran ayah yang selalu memberikan rasa aman dan kenyamanan.


Anak itu menggambarkan ketakutannya saat malam datang, di mana ia merasa kesepian tanpa ayah di sampingnya. Ia menyadari bahwa segala kenangan indah bersama ayah kini hanya tinggal kenangan yang tak bisa diulang. Anak tersebut merasa terperangkap dalam rasa kehilangan, dan meskipun ibu mencoba memberi penghiburan dengan mengatakan bahwa ayah sudah berada di tempat yang lebih baik, anak itu merasa tak bisa menerima kenyataan tersebut.


Naskah ini berfokus pada perasaan anak yang bingung, kesepian, dan penuh harapan meskipun harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ayahnya sudah tiada. Ada perasaan ingin kembali merasakan kehadiran ayah, namun juga adanya pemahaman bahwa ia harus terus hidup dan belajar untuk kuat, meski rasa sakit dan kehilangan itu begitu besar. Senandika ini menyampaikan pesan bahwa meskipun seseorang yang kita cintai telah pergi, kenangan dan cinta kepada mereka akan selalu ada, dan itu memberikan kekuatan untuk terus maju.


ANAK KECIL DAN BULAN

 ANAK KECIL DAN BULAN

(Senandika)


Karya : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



#PROLOG.

--------------------

(Di suatu malam yang sunyi, seorang anak kecil duduk sendiri di halaman rumah. Langit gelap tanpa bintang, kecuali bulan yang bersinar sendirian. Di sekelilingnya, angin malam berhembus lembut, seolah membawa bisikan dari dunia yang jauh. Anak itu menatap bulan dengan penuh harap, seolah mencari jawaban yang selama ini ia simpan dalam hatinya. Matanya sembab, pipinya basah dengan air mata.)


Anak Kecil:

Bulan... Kenapa engkau selalu ada di sini? Terang di malam yang gelap, sepertimu yang selalu menerangi malamku. Tapi... tapi bulan, kenapa sekarang aku merasa begitu sendiri? Ibu... ibu selalu bilang kalau bulan itu adalah pelita di kegelapan. Tapi sekarang... sekarang aku merasa gelap, bulan. Hati ini kosong, seperti malam yang tak berbintang. Ibu... ibu pergi begitu saja. Tanpa kata, tanpa peringatan. Kenapa, bulan? Kenapa Tuhan mengambil ibu dariku?


(Anak itu terisak, air matanya mengalir deras. Ia mendongakkan kepalanya, menatap bulan dengan mata penuh tanya.)


Anak Kecil:

Ibu selalu berkata, kalau aku merasa takut, cukup menatap bulan dan berdoa. Ibu bilang bulan akan menjaga dan melindungiku. Tapi sekarang, bulan... apa kau masih bisa melindungiku? Ibu tak ada lagi di sini untuk melindungiku. Ibu... ibu yang selalu ada saat aku terbangun di malam hari, yang mengusap rambutku dengan lembut. Kenapa ibu harus pergi? Kenapa tidak bisa ibu tetap di sini, bersama aku? Apa ibu tak sayang padaku lagi?


(Anak itu merunduk, hatinya penuh kesedihan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tangan kecilnya memeluk tubuhnya yang menggigil. Ia menatap bulan, berharap ada jawaban yang bisa menghibur hatinya.)


Anak Kecil:

Bulan, kenapa ibu pergi begitu cepat? Kami belum sempat banyak bicara... kami belum sempat berpelukan dengan erat. Apa ibu merasa aku sudah besar dan tak perlu lagi pelukan itu? Apa ibu tak ingin aku lagi? Ibu... kenapa ibu tidak bisa tetap tinggal? Kenapa engkau harus pergi, meninggalkan aku sendirian di dunia yang sepi ini?


(Anak itu terdiam sejenak, mencoba menahan tangisannya yang semakin dalam. Suara angin malam seakan semakin berbisik di telinganya, tapi semua itu hanya membuatnya merasa lebih sunyi.)


Anak Kecil:

Ibu... aku masih kecil, bulan. Aku belum siap tanpa ibu. Aku takut. Aku takut kalau aku lupa bagaimana rasanya dipeluk ibu. Aku takut jika aku tak bisa lagi mendengar suara ibu menyebut namaku. Bulan, aku ingin ibu kembali. Aku ingin ibu datang, hanya sekali saja. Aku ingin merasakan pelukan ibu, mendengar suaranya, merasakan kehangatannya. Tapi ibu sudah pergi, bulan... ibu sudah pergi, dan aku tak tahu bagaimana caranya hidup tanpa ibu.


(Air mata anak itu jatuh lagi. Ia menatap bulan dengan penuh harap, seolah-olah bulan bisa memberinya jawaban. Tapi bulan hanya bersinar dengan lembut, tak bisa menjawab kesedihan yang mengoyak hatinya.)


Anak Kecil:

Bulan, bisakah engkau memberitahuku di mana ibu sekarang? Apakah ibu sedang melihatku dari sana? Apakah ibu mendengar aku menangis? Ibu... ibu pasti tahu aku sangat merindukannya. Aku tak bisa lagi tidur seperti dulu, tanpa mendengar suara ibu. Aku tak bisa lagi tertawa tanpa ibu di sini. Semua terasa kosong, bulan... semua terasa kosong.


(Anak itu berdiri, melangkah perlahan ke depan, tangan kecilnya terangkat seakan ingin meraih bulan di langit.)


Anak Kecil:

Bulan, kenapa kau tak bisa membawaku ke tempat ibu? Aku ingin bertemu ibu, bulan. Aku ingin memeluk ibu, mencium pipinya. Aku ingin ibu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan aku tak perlu takut lagi. Tapi bulan, kau tahu? Aku tak bisa... Aku tak bisa menjangkau ibu, karena ibu sudah jauh... jauh dari aku, lebih jauh dari yang bisa kubayangkan.


(Dengan perlahan, anak itu kembali duduk di tanah. Tangannya memeluk lututnya erat-erat, seperti mencari kenyamanan yang tak bisa ditemukan.)


Anak Kecil:

Bulan, aku hanya ingin ibu kembali. Aku ingin ibu duduk di sampingku, mengusap rambutku, memelukku... tapi itu semua hanya mimpi, kan? Ibu tak akan pernah kembali, kan? Aku hanya ingin ibu tahu betapa aku sangat merindukannya. Aku ingin ibu tahu kalau aku sangat mencintainya. Tapi ibu sudah tak ada lagi... dan aku tak tahu harus bagaimana tanpa ibu di sisiku.


(Suasana malam semakin sepi. Bulan yang bersinar tetap tampak jauh di atas sana, sementara anak itu semakin terisak, air matanya tak bisa dihentikan. Semua yang ia rasakan, tak bisa diungkapkan. Semua yang ia inginkan, tak bisa terwujud.)


Anak Kecil:

Ibu... aku ingin ibu tahu... kalau aku berjanji, aku akan selalu mengingat ibu. Aku akan selalu mencintainya. Walaupun ibu tak ada di sini, aku akan berusaha kuat, seperti ibu selalu bilang padaku. Tapi bagaimana bisa aku kuat, bulan, kalau hatiku merasa hancur seperti ini? Ibu... kenapa engkau tinggalkan aku sendirian di dunia ini?


(Ia terdiam, menggenggam erat tanah di bawahnya. Sesaat, dunia terasa begitu berat. Tanpa ibu, tanpa pelukan yang dulu selalu ada. Hati anak itu terasa kosong dan tak bisa diisi oleh apa pun.)


Anak Kecil:

Bulan... aku ingin ibu kembali. Aku ingin ibu tahu, aku tak akan pernah lupa padanya. Tapi aku juga tahu, ibu tak akan pernah kembali. Aku tak bisa lagi mendengar ibu memanggil namaku. Tak ada lagi senyum ibu, tak ada lagi pelukan hangatnya. Ibu sudah pergi, dan aku... aku harus belajar hidup tanpanya. Tapi bagaimana, bulan? Bagaimana aku bisa hidup tanpa ibu?


(Anak itu terisak, tubuh kecilnya gemetar. Ia menatap bulan yang seakan semakin jauh, semakin sulit untuk dijangkau. Dan di tengah kesunyian itu, ia akhirnya terlelap di bawah sinar bulan, masih memeluk tubuhnya yang lemah, berharap pada keajaiban yang tak akan pernah datang.)


Raja Ampat 

20 Desember 2024



JEJAK KELAM DI BUMI PERTIWI

 Puisi Esai: G30S/PKI

-------------------------------------


JEJAK KELAM DI BUMI PERTIWI 


Karya : Andi Irwan 


Di malam kelam, angin membawa bisikan, Gugur bintang di atas langit hitam. Gerimis tangis terdengar dari masa silam, Menyisakan luka yang tak kunjung padam.


Rintihan tanah air, di mana darah mengalir, Dari sekelompok yang berjuang, namun terpinggir. G30S/PKI, mereka bilang, gerakan pengkhianat, Namun siapa tahu, kisah sebenarnya di balik kabut pekat?


Di sudut-sudut sejarah, terlukis nadi yang retak, Sebuah kudeta, sebuah drama dalam bayang gelap. Tujuh jenderal menjadi saksi bisu, Di penghujung malam, dengan peluru dan dendam di tubuh kaku.


Namun, di balik cerita ini, ada banyak pertanyaan, Siapa yang benar, siapa yang salah, menjadi bayangan. Di rumah-rumah, keluarga menangis dalam hening, Memanggil nama-nama yang hilang, dalam jerit pilu yang mendesing.


Ideologi bertarung, di atas meja dunia, Rakyat kecil menjadi korban, dalam badai yang menggila. Bendera merah dan putih, berkibar dalam bingung, Di mana janji kemerdekaan, saat suara-suara dipaksa bungkam?


Tinta sejarah menulis, dengan darah dan air mata, Namun kebenaran, kadang terbungkus rapi dalam dusta. Kita mengenang, dengan hati penuh duka, Agar tragedi tak terulang, di masa depan yang lebih bijaksana.


Dalam kegelapan malam itu, ada bisik-bisik kelam, Di mana rencana disusun, di bawah langit yang muram. Gerakan diam-diam, penuh rahasia dan curiga, Mengubah sejarah bangsa, dalam semalam yang beringas.


G30S/PKI, nama yang terukir dalam ingatan, Membawa duka mendalam, dalam setiap tarikan napas. Bayang-bayang hantu masa lalu, mengintai dalam diam, Menggenggam erat cerita, yang tak pernah sirna dalam kenangan.


Di sudut kampung dan kota, cerita ini beredar, Dengan versi yang berbeda, dari mulut ke mulut menyebar. Sejarah menjadi misteri, dalam gelapnya malam, Siapa yang berkhianat, siapa yang dikhianati, tetap menjadi teka-teki.


Di lembah dan bukit, dalam nyanyian rakyat, Terdengar kisah pilu, tentang malam yang mencekam. Di mana darah tertumpah, di tanah pertiwi, Menyisakan luka mendalam, dalam hati yang suci.


Kini kita berdiri, di atas puing-puing sejarah, Menggali kebenaran, di balik duka yang membekas. Memahami masa lalu, dengan hati yang terbuka, Agar tidak terulang, tragedi yang sama di masa mendatang.


Kita berjalan di atas serpihan ingatan, Dengan doa dan harapan, untuk masa depan yang lebih baik. Menghormati mereka yang telah pergi, dengan jiwa yang tenang, Menyongsong hari esok, dengan tekad yang kuat dan teguh.


Bendera merah putih, tetap berkibar tinggi, Menandakan harapan, di atas sejarah yang berduri. Di balik gelapnya malam, ada sinar terang yang menyala, Memberi harapan baru, untuk Indonesia tercinta.


Sejarah ini, adalah cermin bagi kita, Mengajarkan tentang luka, dan pentingnya cinta. Kita belajar dari masa lalu, untuk masa depan yang cerah, Agar kelamnya tragedi, tak terulang dalam langkah kita.


Dengan semangat dan doa, kita melangkah maju, Menghargai setiap jiwa, yang berkorban untuk tanah air. Menulis sejarah baru, dengan tinta perdamaian, Mewujudkan mimpi bangsa, yang damai dan sejahtera.


Malam itu, langit menangis dengan deras, Mengiringi derita yang menyesak dalam dada. Jeritan ibu kehilangan anak, air mata tanpa jeda, Menambah beban sejarah, yang telah begitu berat dan parah.


Mata-mata kosong, menyimpan duka yang mendalam, Menggali ingatan tentang malam kelam yang mencekam. Rumah-rumah sunyi, hanya bayang-bayang kesedihan, Mengisi setiap sudut, dengan rindu dan penantian.


Di antara puing-puing, terukir nama-nama pahlawan, Yang jatuh dalam tugas, dengan darah yang tumpah. Mereka yang berani, kini berbaring dalam tanah, Meninggalkan cerita heroik, namun penuh luka.


Para petani dan buruh, turut menangis dalam diam, Karena mereka yang sederhana, menjadi korban. G30S/PKI, memecah belah keluarga, Menghancurkan mimpi-mimpi kecil, dengan cara yang kejam.


Angin membawa cerita, dari generasi ke generasi, Agar kita tidak lupa, akan tragedi ini. Dengan setiap napas, kita kenang mereka yang pergi, Dengan harapan, bangsa ini tak lagi dibebani dendam dan iri.


Biarlah luka ini sembuh, meski butuh waktu lama, Dengan doa dan cinta, kita pulihkan bersama. Bangunlah negeri ini, dengan tangan-tangan yang bersih, Menuju masa depan, yang lebih damai dan indah.


Setiap bait dalam puisi ini, adalah doa untuk tanah air, Agar kita belajar dari sejarah, dan tak terjebak dalam kegelapan. Dengan cahaya cinta dan perdamaian, kita melangkah, Mewujudkan Indonesia, yang damai, adil, dan sejahtera.


Di malam kelam, angin membawa bisikan, Gugur bintang di atas langit hitam. Gerimis tangis terdengar dari masa silam, Menyisakan luka yang tak kunjung padam.


Raja Ampat, 20 Desember 2024


Kamis, 19 Desember 2024

PELUKIS CINTA DI ATAS KANVAS

 PELUKIS CINTA DI ATAS KANVAS


Oleh : Pena_Lingga


Di dalam hening malam yang syahdu, aku melihatmu duduk di depan kanvas, tenggelam dalam dunia warna dan bentuk yang hanya bisa kau ciptakan. Kau, dengan segala kelembutan dan ketelitian, seolah-olah sedang menari dengan kuas di tanganmu, membingkai mimpi dan harapan dalam setiap goresan. Aku terpesona oleh caramu melukis, oleh cara kau merangkai setiap warna menjadi cerita yang penuh makna.


Kau adalah maestro di atas kanvas kehidupan, menciptakan realitas baru dengan setiap sapuan kuasmu. Dalam setiap karya seni yang kau buat, aku melihat cerminan dari jiwamu yang indah dan penuh kasih. Setiap detail yang kau tambahkan adalah bukti dedikasi dan cinta yang kau tuangkan dalam setiap karya. Aku merasa begitu beruntung bisa menjadi saksi dari setiap keajaiban yang kau ciptakan.


Ketika kuasmu menari di atas kanvas, aku melihat bagaimana perasaanmu mengalir bebas, tanpa batas. Warna-warna yang kau pilih berbicara dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh hati. Dalam setiap sentuhan, ada rasa cinta yang mendalam, ada cerita yang ingin kau sampaikan tanpa perlu kata-kata. Dan aku, dalam diam, merasakan setiap getarannya, meresapi setiap emosi yang kau lukiskan.


Aku terpesona oleh caramu menghidupkan setiap gambar, memberikan nyawa pada setiap bentuk dan warna. Dalam keheningan malam, kau berbicara dengan alam semesta melalui karya senimu. Setiap lukisan adalah refleksi dari hatimu yang penuh cinta, penuh gairah. Aku belajar banyak dari caramu melihat dunia, dari caramu mencintai setiap detail kecil dalam hidup.


Di setiap kanvas yang kau sentuh, ada jejak dari hatimu. Di sana, aku menemukan diriku, tergambar dalam setiap warna dan bentuk yang kau ciptakan. Aku melihat cinta kita tergambar dalam setiap goresan, dalam setiap warna yang kau pilih. Kau adalah seniman dari kehidupan kita, melukis kisah cinta kita dengan keindahan yang tak ternilai.


Aku berjanji akan selalu menjadi kanvasmu, menjadi tempat di mana kau bisa menuangkan segala perasaan dan kreativitasmu. Aku akan menampung setiap warna, setiap goresan yang kau buat, menjadikannya bagian dari diri kita. Bersamamu, aku merasakan hidup menjadi lebih indah, lebih penuh warna.


Dalam setiap karya seni yang kau ciptakan, aku menemukan cinta yang sejati. Aku melihat bagaimana perasaanmu tercermin dalam setiap detail, bagaimana cintamu mewarnai hidup kita. Dan aku, dengan sepenuh hati, akan selalu mendukungmu, mencintaimu dengan segala ketulusan. Karena kau, dengan segala bakat dan kelembutanmu, adalah pelukis dari cinta kita, mengubah setiap momen menjadi karya seni yang abadi.



Raja Ampat 

5 Desember 2024


Rabu, 18 Desember 2024

CINTA PERTAMA ANAK PEREMPUAN ADALAH AYAH

 CINTA PERTAMA ANAK PEREMPUAN ADALAH AYAH

( Senandika )


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Di setiap hembusan napas yang kuhirup, ada jejak cinta pertama yang takkan pernah pudar. Ayah, engkau adalah sosok yang mengajarkanku tentang cinta tanpa syarat. Dalam dekapanmu, aku merasa aman, dalam senyummu, aku menemukan kekuatan. Setiap kali engkau menggenggam tanganku, aku merasakan kasih sayang yang tulus mengalir dari hatimu ke hatiku.


Ketika dunia terasa terlalu besar dan menakutkan, engkau adalah pilar yang kukuh, tempatku bersandar. Engkau mengangkatku tinggi-tinggi, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam mimpi-mimpiku. Engkau adalah sumber inspirasi, mengajarkanku untuk selalu bermimpi besar dan berusaha keras untuk mencapainya. Dalam setiap langkah kecilku, aku tahu ada cinta dan doa yang mengiringi.


Masa kecilku penuh dengan kenangan indah bersamamu. Aku ingat bagaimana engkau selalu berada di sampingku, mengajariku naik sepeda, bermain di taman, dan menghiburku ketika aku sedih. Setiap cerita pengantar tidur yang engkau bacakan, setiap canda tawa yang kita bagi, semuanya menjadi bagian dari fondasi hidupku. Engkau adalah pahlawan dalam setiap cerita masa kecilku, pelindung dalam setiap malam yang gelap. Engkau adalah cahaya yang membimbingku, suara yang menenangkan hati gelisahku. Dalam pelukanmu, aku menemukan keberanian untuk menghadapi dunia.


Engkau adalah cinta pertama yang mengajarkanku arti pengorbanan, kasih sayang, dan ketulusan. Dari caramu memperlakukan ibu, aku belajar tentang hormat dan komitmen. Aku melihat bagaimana engkau bekerja keras setiap hari, memastikan keluarga kita selalu tercukupi. Dari caramu mengajarkanku, aku memahami arti kesabaran dan kebijaksanaan. Engkau mengajarkanku untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, untuk selalu jujur dan rendah hati.


Aku selalu mengingat momen-momen ketika kita berbicara dari hati ke hati. Engkau memberiku nasihat yang bijak, mengajarkanku tentang kehidupan, dan membantuku mengatasi berbagai tantangan. Setiap kali aku menghadapi masalah, aku selalu ingat kata-katamu, yang memberiku kekuatan dan semangat untuk terus maju.


Meskipun waktu terus berjalan dan aku semakin dewasa, cinta pertamaku padamu tak pernah berubah. Engkau adalah sosok yang akan selalu aku kenang dengan penuh rasa syukur dan cinta. Ketika aku melihat kembali ke masa lalu, aku melihat betapa banyaknya pengorbanan yang engkau lakukan untukku, betapa besar cinta dan perhatian yang engkau berikan.


Ayah, terima kasih telah menjadi cinta pertama yang mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan dan cinta sejati. Terima kasih telah menjadi teladan yang baik, mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang kuat dan penuh kasih. Aku berjanji akan selalu menghargai dan mengenang segala yang telah engkau lakukan untukku.


Dalam setiap langkahku, aku akan selalu membawa cinta dan nilai-nilai yang engkau tanamkan dalam hatiku. Aku berharap dapat membuatmu bangga dan membalas segala cinta dan pengorbanan yang telah engkau berikan. Ayah, engkau adalah cinta pertamaku, dan cinta itu akan selalu abadi.


Raja Ampat, 19 Desember 2024

IBUKU SANG DEWI PURNAMA

 IBUKU SANG DEWI PURNAMA


Karya : Andi irwan [ Pena_Lingga ]


Ibu, engkau bagaikan dewi purnama,

Sinar cahayamu menerangi gulita malamku.

Dengan sentuhan lembut tanganmu,

Hatiku yang gersang kembali subur, seolah disiram air embun.


Engkau adalah pelita, penerang jalan yang penuh liku,

Tiada lelah kau tuntun langkahku,

Walau badai datang mengombang-ambingkan perahu kehidupan,

Engkau tetap teguh, menjadi nahkoda yang tak pernah ragu.


Setiap bait doa yang kau panjatkan,

Adalah mantra suci, membawa damai di hati.

Dalam dekapanmu, aku temukan kehangatan surga,

Engkau, ibu, adalah anugerah yang tiada tara.


Tiada kata yang mampu melukiskan syukurku,

Untuk kasih sayangmu yang tiada berbatas waktu.

Engkau adalah sumber kekuatan dan semangatku,

Ibu, engkaulah sang dewi yang abadi dalam sanubariku.


Dalam peluhmu tersembunyi doa-doa tulus,

Setiap jerih payahmu adalah bentuk cinta yang agung.

Engkau adalah wujud dari kasih yang sempurna,

Menyelubungi hidupku dengan ketulusan abadi.


Engkau ajarkan aku tentang keteguhan,

Dalam diammu, tersimpan kekuatan yang tak terukur.

Setiap senyumanmu, meneduhkan jiwa yang gundah,

Engkau adalah pilar kokoh dalam segala ujian hidupku.


Saat dunia terasa begitu berat,

Dalam pelukanmu, semua terasa ringan.

Engkau adalah tempat kembali,

Ketika langkahku terasa bimbang dan tersesat.


Ibu, engkau bagai matahari pagi,

Hangatkan setiap sudut kehidupanku.

Dengan kasihmu, kau bentangkan sayap pelindung,

Menjaga dan merawat dengan cinta tak terbatas.


Tiada henti kau berikan perhatian,

Seperti hujan yang menyirami bumi,

Setiap tetes kasih sayangmu,

Membuat hidupku mekar dalam kebahagiaan sejati.


Engkau adalah penghibur dalam duka,

Menjadi bintang penuntun di malam yang gelap.

Tiada lelah kau setia di sisiku,

Ibu, engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa.


Kini, di setiap hembusan nafasku,

Ada doa untukmu, ibu tercinta.

Semoga Tuhan selalu menjagamu,

Sebagaimana engkau menjaga hidupku dengan sepenuh jiwa.


Sorong, 10 Desember 2024


SERUAN PARA PEJUANG

 SERUAN PARA PEJUANG


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]


Di pagi buta, langkah mulai terbuka,

Di antara kabut, mimpi-mimpi kita terjaga,

Buruh tani, kaum miskin kota,

Bersatu padu, menuju sinar cahaya.


Di sawah-sawah hijau, mereka berjuang,

Di pabrik-pabrik, keringat membasahi ruang,

Di setiap sudut, jerit dan tangisan,

Namun semangat tak pernah padam.


Angin malam membawa cerita,

Tentang perjuangan yang tak henti-hentinya,

Di balik gelap, ada harapan yang menyala,

Di hati mereka, api revolusi berkobar.


Langkah mereka pasti, meski tanah berdebu,

Menggapai mimpi, mengusir derita dan pilu,

Di bawah langit yang sama, kita berdiri teguh,

Menggenggam harapan, menuju demokrasi yang utuh.


Tanah ini milik kita semua,

Tak ada tempat untuk kesenjangan yang hampa,

Bersama kita akan meraih,

Keadilan yang selama ini terabai.


Di setiap nyanyian, terdengar gema,

Suara-suara hati yang meronta,

Menggugah rasa, membangkitkan jiwa,

Mengalirkan kekuatan di setiap relung dada.


Kaum miskin kota, tak lagi diam,

Mereka bergerak, dalam satu irama,

Buruh tani, dengan tangan kokoh,

Mengayunkan cangkul, memupuk harapan yang utuh.


Di balik tangis, tersimpan tekad baja,

Mengusir tirani, membangun asa,

Di setiap langkah, ada doa dan cinta,

Menggapai mimpi, membebaskan jiwa.


Matahari terbit, membawa janji baru,

Di setiap peluh, ada makna yang tersirat,

Kita bersama, dalam perjuangan ini,

Meraih demokrasi, untuk kita semua.


Langit malam menyaksikan,

Perjuangan kita yang tak kenal lelah,

Di bawah bintang, kita bersatu,

Menggapai keadilan, untuk selamanya.


Rabu, 18 Desember 2024


Selasa, 17 Desember 2024

LUKA YANG KAU TOREHKAN

 LUKA YANG KAU TOREHKAN

( Senandika )


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Aku berdiri di antara bayang-bayang kenangan, menatap purnama yang bersembunyi di balik awan kelabu. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, aku merasakan luka yang kau torehkan semakin menganga. Setiap kata, setiap tindakanmu, seolah-olah adalah pisau tajam yang mengiris hatiku perlahan.


Kau, yang pernah kujadikan pusat duniaku, kini hanya bayang-bayang yang meninggalkan jejak perih di setiap langkahku. Aku bertanya-tanya, apakah kau menyadari luka yang kau ciptakan? Atau mungkin, kau memang sengaja menorehkannya, menikmati setiap tetes darah yang mengalir dari hatiku yang hancur?


Aku mencoba untuk bertahan, berusaha untuk memahami, namun setiap usaha hanya berakhir dengan kekosongan. Rasa sakit ini, begitu nyata, begitu mendalam, membuatku ingin berteriak namun suara itu terperangkap dalam dada. Aku ingat bagaimana dulu senyummu bisa menghapus segala duka, namun kini senyum itu tak lebih dari bayangan yang menyakitkan.


Kau selalu menganggap cintaku adalah pelarian, tempat untuk melepaskan segala penat dan amarahmu. Dan aku, bodohnya, selalu menerimamu kembali, meski tahu akan terluka lagi dan lagi. Aku seperti daun yang terombang-ambing angin, tak berdaya menghadapi badai perasaan yang kau ciptakan. Aku terus berharap, mungkin suatu hari nanti, kau akan berubah. Namun harapan itu kini terasa seperti mimpi di siang bolong, hanya menambah luka di hatiku yang sudah rapuh.


Setiap malam, aku menangis dalam kesunyian, meratapi nasib yang tak kunjung berubah. Aku merasa seperti penjara tanpa pintu, terperangkap dalam cinta yang menyiksa. Aku melihat bayangmu di setiap sudut, mendengar suaramu dalam setiap hembusan angin. Kenangan kita yang dulu indah kini berubah menjadi duri yang menusuk setiap kali aku mengingatnya.


Aku ingat malam-malam saat kita bersama, tertawa di bawah bintang-bintang, berbicara tentang mimpi dan harapan. Tapi sekarang, setiap bintang yang kulihat hanya mengingatkanku pada janji-janji yang kau ingkari. Setiap tempat yang pernah kita kunjungi kini menjadi saksi bisu dari penderitaanku.


Aku lelah. Lelah dengan air mata yang tak pernah kering, lelah dengan hati yang terus menerus hancur. Setiap hari, aku berusaha untuk tetap kuat, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, namun dalam hati, aku tahu bahwa aku telah hancur berkeping-keping.


Aku tak bisa lagi hidup dalam bayang-bayangmu, tak bisa lagi terus menerus berharap pada cinta yang tak pernah kau hargai. Aku harus belajar mencintai diriku sendiri, belajar untuk memaafkan, dan belajar untuk melangkah tanpa bayang-bayangmu. Aku harus melepaskan semua kenangan pahit yang hanya menjadi beban.


Aku sadar, sudah saatnya aku berhenti menyakiti diriku sendiri dengan terus mencintaimu. Aku harus mencari kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan yang tak tergantung padamu. Meski sulit, aku tahu aku harus melakukannya. Karena pada akhirnya, aku pantas mendapatkan cinta yang lebih baik, cinta yang menghargai dan tak melukai.


Malam ini, di bawah purnama yang kelabu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk berhenti mengharapkanmu. Aku akan berjalan maju, meninggalkan semua luka dan kenangan yang menyakitkan. Aku akan menemukan diriku kembali, dan mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan cinta yang sejati, cinta yang tak pernah melukai.


Raja Ampat, 18 Desember 2024


-----------------------------------------------------------


Keterangan Naskah:


Senandika ini menggambarkan perasaan seseorang yang terluka akibat cinta yang terus menerus menyakitinya. Melalui rangkaian kata yang penuh dengan emosi, naskah ini menggambarkan betapa dalamnya luka yang ditorehkan oleh seseorang yang dicintai namun terus menerus melukai. Naskah ini mencerminkan perjuangan batin antara harapan dan kenyataan, antara cinta dan rasa sakit, hingga akhirnya memutuskan untuk melepaskan dan mencari kebahagiaan yang sejati.


Jenis Naskah:


Naskah ini termasuk dalam jenis senandika (monolog internal), yang merupakan sebuah teks yang mengungkapkan pikiran, perasaan, dan refleksi batin dari tokoh tunggal tanpa dialog dengan tokoh lain. Senandika ini bersifat introspektif dan emosional, sering digunakan dalam sastra untuk menggambarkan konflik batin dan perkembangan karakter secara mendalam.




SEBATAS VIRTUAL YANG TIDAK BISA MENJADI NYATA

 SEBATAS VIRTUAL YANG TIDAK BISA MENJADI NYATA


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]

# Frasa/Frosa #



Dalam ruang maya yang tak berbatas, cinta kami tumbuh di antara pesan-pesan singkat dan panggilan video. Setiap kata yang diketik, setiap emoji yang dikirim, menjadi jembatan bagi dua hati yang berjauhan. Meskipun tak ada sentuhan fisik, kehadirannya terasa nyata dalam setiap notifikasi yang muncul di layar.


Aku berbagi mimpi dan harapan melalui layar kaca, menganyam janji-janji dalam ruang digital. Canda tawa dan obrolan malam mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh jarak. Di dunia maya, aku bebas mengekspresikan perasaan tanpa batas, membangun dunia kami sendiri di balik profil dan username.


Namun, ada kekosongan yang tak bisa diisi oleh kata-kata atau gambar. Kadang-kadang, kerinduan akan kehadiran fisik menjadi begitu kuat, hingga pesan-pesan hangat pun terasa dingin. Terkadang, ketidakpastian menggelayuti hati, mempertanyakan apakah cinta ini bisa bertahan di luar dunia maya.


Setiap pertemuan virtual membawa kebahagiaan sekaligus kesedihan. Kebahagiaan karena bisa melihat senyumnya, mendengar tawanya, meski hanya melalui layar. Kesedihan karena menyadari bahwa jarak masih menjadi penghalang, memisahkan dua jiwa yang saling mencinta.


Cinta virtualku diuji oleh waktu dan kesabaran. Ada hari-hari di mana jaringan internet menjadi musuh, membuat komunikasi terputus-putus dan penuh kekeliruan. Namun, aku tetap bertahan, berjuang bersama dalam dunia yang tak kasat mata ini, percaya bahwa cinta sejati bisa menembus segala rintangan.


Harapanku adalah suatu hari bisa bersatu dalam dunia nyata, merasakan hangatnya pelukan dan manisnya ciuman. Aku bermimpi tentang hari-hari di mana jarak tak lagi menjadi masalah, di mana kami bisa menjalani kehidupan bersama tanpa batasan layar. Namun, seiring berjalannya waktu, harapan itu semakin pudar, terkikis oleh realitas yang tak bisa dihindari.


Akhirnya, aku harus menerima kenyataan bahwa cinta ini tak bisa terus bertahan hanya di dunia maya. Ketidakmampuan untuk saling menjaga, keterbatasan komunikasi yang semakin renggang, dan jarak yang terus memisahkan membuat kami memutuskan untuk berpisah. Dalam kesedihan, aku mengakhiri cerita cinta yang pernah begitu indah, menyadari bahwa meski asmara kami hanya virtual, luka yang ditinggalkannya nyata dan mendalam.


Raja Ampat, 18 Desember 2024


MENEMUKAN DAMAI PADA LUKA

 MENEMUKAN DAMAI PADA LUKA


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Tlah kujemput damai dalam luka, kala cinta mendua menyisakan jejak kenangan. Terlalu banyak malam yang kuhabiskan dalam sunyi, mencari jawaban di balik kesetiaan yang terkoyak. Dalam sepi yang menggigit, aku belajar menerima bahwa tidak semua yang kita cintai akan tetap setia di sisi.


Ketika kenyataan menyapa dengan pahit, hatiku remuk melihat cinta yang kuberikan dengan sepenuh jiwa justru dihianati. Setiap kenangan yang dulu indah kini berubah menjadi duri yang menusuk setiap kali kuingat tawa dan janji yang terucap. Dulu, kebahagiaan terasa abadi, namun kini hanya tersisa rasa pahit dan pertanyaan yang tak terjawab.


Di malam-malam yang kelam, air mata menjadi teman setia, mengalir tanpa henti, membawa pergi beban rasa sakit yang kurasa. Ada kalanya aku merindukan kehadiranmu, meski aku tahu bahwa bayangmu tak akan kembali lagi. Perasaan rindu yang tak terucap hanya menambah luka di hati yang sudah tergores dalam.


Namun, dari kepedihan itu, aku mulai menemukan kekuatan yang tak pernah kusadari ada dalam diriku. Setiap luka yang tertoreh membentuk benteng ketegaran, mengajarkanku untuk bangkit dan melangkah meski tanpa dirimu. Kesedihan ini memberiku pelajaran berharga bahwa aku mampu bertahan meski badai cinta menghantam begitu keras.


Saat malam berganti pagi, sinar matahari yang perlahan menyapa mengingatkanku bahwa selalu ada harapan di balik kegelapan. Aku mulai belajar untuk melepaskan, membiarkan masa lalu menjadi bagian dari perjalanan yang telah kulalui. Meskipun bekas luka itu masih ada, aku tidak lagi terjebak dalam kesedihan.


Kini, setiap langkah yang kuambil adalah bentuk penerimaan bahwa hidup terus berjalan. Aku berdamai dengan luka, menerima bahwa cinta yang mendua adalah bagian dari perjalanan hidupku. Dari setiap goresan luka, tumbuh kekuatan dan kebijaksanaan yang membawaku menuju kedamaian.


Dengan hati yang perlahan sembuh, aku menatap masa depan dengan keyakinan baru. Meski cinta yang kudapat tak seindah yang kuimpikan, aku percaya bahwa masih ada kebahagiaan yang menantiku di ujung jalan. Luka ini adalah bagian dari kisahku, namun ia tidak lagi mendefinisikan siapa aku. Aku adalah seseorang yang telah berdamai dengan luka dan siap menyambut hari esok dengan senyuman.


Sorong, 17 Desember 2024

DIALOG : CINTA DALAM JARAK

 DIALOG : CINTA DALAM JARAK


Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]



Cowok:


Kekasih, kau adalah rembulan yang setia menerangi malamku, Namun jarak adalah awan kelabu yang meredupkan sinarnya. Setiap malam aku menatap bintang, berharap bisa dekat denganmu, Tapi angin selalu berbisik tentang batas yang tak bisa ku tembus.


Cewek:


Kekasihku, kau adalah matahari yang menghangatkan hatiku, Namun sayang, takdir adalah musim yang berubah tanpa ampun. Aku bagaikan daun yang harus jatuh dari dahan cintamu, Karena angin keluarga membawaku pada takdir lain yang tak kuinginkan.


Cowok:


Mengapa cinta harus seperti air yang mengalir di antara jari? Semakin ku genggam, semakin ia pergi. Kita bagaikan kapal yang berlayar di samudra yang berbeda, Meski hati berlabuh pada dermaga yang sama.


Cewek:


Setiap malam, aku memikirkan saat kita berjalan berdua di tepi pantai, Di mana gelombang cinta kita menghantam karang takdir. Aku tak ingin melepaskanmu, namun janji orang tua adalah rantai besi, Mengikat langkahku menuju pelabuhan yang tak ku kenal.


Cowok:


Setiap pesan yang kau kirim adalah embun pagi yang menyegarkan jiwa, Tapi sekarang, pesanmu terasa seperti hujan yang membawa pilu. Kita pernah bermimpi tentang rumah kecil dengan taman bunga, Namun kini mimpiku hancur seperti kaca jatuh yang tak bisa direkatkan lagi.


Cewek:


Kau adalah angin yang membawa aroma kebahagiaan, Namun kini kau akan menjadi angin yang membawa pergi mimpiku. Biarlah cinta kita menjadi cerita dalam gulungan ombak, Yang akan selalu ku kenang meski akhirnya terhempas ke tepian.


Cowok:


Kenangan kita adalah bintang-bintang yang berkelip di langit malam, Setiap kilauannya adalah kisah indah yang tak bisa ku lupakan. Namun, kenyataan adalah malam yang pekat tanpa cahaya, Menutupi keindahan cinta kita dengan kegelapan yang menyakitkan.


Cewek:


Aku bagaikan burung yang harus terbang meninggalkan sarangnya, Mencari tempat baru yang tak pernah kuinginkan. Hatiku tercabik oleh keputusan ini, Tapi cinta kita akan tetap abadi dalam setiap desiran angin.


Cowok:


Kau adalah laut yang menyimpan dalamnya kasih sayangku, Namun aku harus merelakanmu berlayar menjauh. Biarlah cinta kita menjadi puisi dalam hati yang tak terucapkan, Meski akhirnya kita harus berpisah.


Cewek:


Kita adalah dua bintang yang bersinar di langit malam, Dekat di hati, namun jauh dalam jarak. Meski cinta ini harus berakhir dalam kesedihan, Kita akan tetap saling mengingat, sampai waktu menghapus segalanya.


Cowok:


Setiap detik tanpamu adalah beban yang semakin berat, Aku tak tahu bagaimana menjalani hari-hari tanpa suaramu. Namun, aku berharap kau menemukan kebahagiaan di sana, Meski harus dengan orang lain yang bukan aku.


Cewek:


Cinta ini adalah luka yang akan selalu terbuka, Namun aku percaya, di suatu tempat dan waktu, Kita akan menemukan kembali senyuman, Meskipun bukan dalam pelukan satu sama lain.


Cowok dan Cewek Bersama:


Kita adalah dua jiwa yang ditakdirkan bertemu namun tak bisa bersama, Meninggalkan jejak cinta yang takkan pernah pudar. Walau jarak memisahkan dan takdir memutuskan, Hati kita akan selalu terikat dalam kenangan abadi.


Cowok:


Selamat tinggal, cintaku. Semoga bahagia selalu menyertaimu, Di setiap langkah yang kau ambil, meski tanpa aku di sisimu.


Cewek:


Selamat tinggal, kekasih. Cinta ini akan selalu ada, Mengisi ruang hatiku dengan kenangan yang tak akan pernah hilang.


Sorong, 17 Desember 2024

Senin, 16 Desember 2024

BU, AKU INGIN MENGADU

 BU, AKU INGIN MENGADU


Karya : Andi Irwan



Bu, ingin mengadu mengapa beban ini terlalu berat,

Sungguh aku sangat lelah, tak tahu harus kemana berpaut.

Seperti perahu tanpa nahkoda, tersesat dalam samudra luas,

Hanya bayang-bayang gelap yang menemani sepanjang jalanku melaju.


Seperti daun jatuh tertiup angin tanpa arah pasti,

Hidupku terombang-ambing dalam badai yang tak kunjung reda.

Seperti burung patah sayap, tak mampu terbang menjauh,

Bu, aku merindukan pelukan hangat dan kata-kata penenang dari mu.


Mengapa dunia terasa begitu kejam dan tak bersahabat,

Setiap senyum yang terpancar seakan hanya fatamorgana semu.

Bagai lilin kecil dalam badai, hampir padam oleh hembusan angin,

Bu, ingin mengadu, namun kata-kata tersangkut di tenggorokan kaku.


Dalam keremangan, aku mencari bayangmu yang menghilang,

Tapi hanya kesunyian yang menjawab panggilan putus asa ini.

Seperti bayangan yang hilang dalam kegelapan malam,

Bu, sungguh aku sangat lelah, ingin terlelap dalam damai yang abadi.


Langit malam kelam, tak ada bintang yang memandu arah,

Hanya kegelapan yang merengkuh erat, tak memberiku jeda.

Seperti nelayan kehilangan arah di tengah lautan luas,

Bu, dalam doa ku sampaikan segala rasa, memohon kekuatan dari-Nya.


Kadang aku berpikir untuk menyerah dan berhenti mencoba,

Namun bayanganmu yang selalu menguatkan membuatku terus bertahan.

Seperti akar yang tak tampak, namun kuat menopang pohon,

Bu, ingin mengadu, namun khawatir membuatmu semakin terbebani.


Bu, ingatkah saat kau berkata bahwa hidup adalah perjuangan?

Kata-kata itu selalu terngiang di benakku yang rapuh ini.

Seperti pedang tajam yang mengukir jejak di hati,

Bu, sungguh aku sangat lelah, tapi akan terus ku coba bertahan.


Angin malam menyapu wajahku yang basah oleh air mata,

Dalam kesunyian, kuingat senyummu yang selalu menguatkan.

Seperti pelita kecil di tengah kegelapan malam,

Bu, meski beban ini terasa tak tertanggungkan, aku berjanji akan terus berjalan.


Dalam doa, ku mohon petunjuk dan kekuatan dari Yang Kuasa,

Agar langkahku yang lelah ini menemukan jalan kembali.

Seperti musafir yang mencari oase di padang pasir luas,

Bu, ingin mengadu, namun kau selalu mengajarkanku tentang sabar.


Bu, meski beban ini berat dan aku sangat lelah,

Doamu selalu menjadi pendar cahaya dalam gelapku.

Seperti matahari yang menyinari bumi, memberikan harapan baru,

Aku akan terus bertahan, meski langkahku terseok lemah, karena dalam hatiku, kau selalu ada.


--------Halaman.3-------

Dalam Buku " IBU AKU RINDU "


Senin, 09 Desember 2024

IBU AKU RINDU

 IBU AKU RINDU


Karya : Andi Irwan


Bu, ini adalah sajak-sajak saya

Semenjak ibu tidak lagi ada

Dunia mengajakku bercanda

Dan sialnya saya justru terluka


Dalam sepi yang merayap senyap

Kenangan bersamamu tetap menggenap

Setiap detik yang kulalui

Terlalu lama, terlalu sunyi


Bu, bayangmu hadir di mimpi

Tersenyum lembut, memeluk hati

Tapi saat terjaga, semua pergi

Hanya hampa yang menemani


Langit senja tak lagi merah

Hanya kelabu, tanpa warna cerah

Seperti hati yang kehilangan arah

Rindu padamu tak terbilang sudah


Setiap langkah, setiap hembusan

Ada rasa yang tak kunjung padam

Bu, hidupku seakan berjalan di jurang

Tanpamu, aku merasa tenggelam


Menatap bintang, kuingat wajahmu

Dalam doa, kusebut namamu

Bu, aku ingin kembali ke pelukmu

Hanya itu yang membuatku berseru


Di bawah pohon kenangan kita

Kutatap langit, merindu cerita

Bu, haruskah aku menerima

Bahwa engkau telah tiada selamanya?


Hari-hari terus berputar

Kenanganmu tetap berkibar

Bu, di mana pun engkau berada

Aku selalu mencintaimu selamanya


Sampai tiba waktuku kelak

Bersatu denganmu di alam semarak

Bu, semoga engkau damai tenang

Di sana, di tempat yang terang


---Halaman. 2------

Dalam buku " IBU AKU RINDU

SECANGKIR COKLAT DAN KENANGAN KITA

 SECANGKIR COKLAT DAN KENANGAN KITA


Ketika malam yang mulai meredup, secangkir coklat hangat berada di tanganku. Aromanya yang khas perlahan menyebar, membawa kenangan yang tertinggal jauh di masa lalu. Setiap kali aku menyeruputnya, seakan aku kembali ke masa-masa di mana kita dulu sering menghabiskan waktu bersama.


Di sebuah kafe kecil di sudut kota, kita pernah duduk berdua, berbagi cerita dan tawa. Di meja kecil yang sama, secangkir coklat menjadi saksi bisu kebersamaan kita. Suasana yang hangat dan akrab, membuat kita lupa akan waktu yang terus berjalan. Setiap tegukan coklat mengalirkan rasa nyaman, seperti kehadiranmu di sisiku.


Kenangan tentangmu seakan terpahat jelas dalam ingatanku, terbungkus rapi bersama aroma coklat yang menguar. Waktu itu, ketika kita bercengkerama sambil menikmati coklat, segala masalah terasa ringan. Kita saling menguatkan, saling mendukung, dan secangkir coklat menjadi simbol kehangatan hubungan kita.


Kini, hanya secangkir coklat yang tersisa. Kenangan tentang kita masih terpatri di dalamnya, meski waktu terus berlalu. Setiap kali menyeruput coklat ini, aku merasakan kembali kehangatan yang pernah ada di antara kita. Kenangan-kenangan manis mengalir bersama setiap tegukan, seolah waktu tak pernah menghapusnya.


Malam-malam sunyi terkadang membawa ingatan tentang hari-hari yang kita lalui bersama. Dalam keheningan, secangkir coklat menjadi teman yang setia, menghadirkan kembali bayanganmu yang kini jauh. Kenangan itu selalu hadir, tak peduli seberapa jauh jarak memisahkan kita.


Coklat ini, dengan rasanya yang lembut dan manis, selalu berhasil menghidupkan kembali kenangan kita. Setiap kali aku menyesapnya, aku merasakan kehadiranmu di sini, seolah kita masih duduk bersama, berbagi cerita dan canda. Kenangan-kenangan itu tak pernah pudar, selalu hidup dalam setiap cangkir coklat yang aku nikmati.


Mungkin kini kita sudah berjalan di jalan yang berbeda, tetapi secangkir coklat selalu membawa kembali kenangan kita. Hangatnya mengalir dalam setiap tegukan, menghidupkan kembali momen-momen indah yang pernah kita lalui. Kenangan tentangmu akan selalu ada, abadi dalam setiap cangkir coklat yang aku nikmati.


Oleh : Andi Irwan

------------Halaman.3----------

Dalam buku 30 hari mengajariku untuk melepasmu 


Sabtu, 07 Desember 2024

HARI KE DUA KAMU MULAI MENDEKATIKU

HARI KE DUA KAMU MULAI MENDEKATIKU 


Hari kedua, perlahan-lahan kamu mulai mendekatiku. Pagi itu, senyum manismu menyapa seperti matahari yang muncul dari balik awan. Ada sesuatu yang berbeda hari ini, seolah-olah ada kehangatan yang menyelimuti setiap sudut tempat ini. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak memperhatikanmu lebih dari biasanya.


Sepanjang hari, tatapan kita sering kali bertemu seperti dua magnet yang saling tarik menarik. Setiap kali mata kita beradu, ada percikan rasa yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Perasaan aneh tapi menyenangkan, seperti ada benang halus yang menarik kita semakin dekat. Kamu tidak banyak bicara, tapi setiap gerak-gerikmu seolah berbicara banyak hal.


Saat makan siang, aku melihatmu duduk sendiri di sudut, seperti bintang yang bersinar di tengah malam. Tanpa berpikir panjang, aku mendekat dan duduk di sebelahmu. Awalnya, percakapan kita canggung, dipenuhi dengan jeda panjang. Namun, seiring berjalannya waktu, kita mulai berbicara lebih bebas, tentang banyak hal kecil yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.


Di sore hari, ketika hari mulai meredup, kamu mengajakku berjalan-jalan di taman dekat kantor. Langit yang mulai berwarna jingga menjadi latar belakang yang sempurna untuk percakapan kita. Di bawah pohon besar, kita berbicara tentang mimpi, harapan, dan sedikit cerita masa lalu. Rasanya, kita telah saling mengenal sejak lama, meski baru beberapa hari.


Malam tiba, dan aku harus pulang. Tapi, ada rasa enggan yang menggelayuti hatiku untuk meninggalkanmu. Kamu tersenyum, memberi isyarat bahwa kita akan bertemu lagi esok hari. Senyum itu, entah kenapa, memberikan semangat baru dalam diriku, seperti api kecil yang mulai berkobar. Seolah-olah, ada harapan baru yang tumbuh dengan perlahan.


Setibanya di rumah, pikiranku masih dipenuhi olehmu. Setiap detail kecil tentangmu, senyummu, cara bicaramu, bahkan cara kamu tertawa, terus berputar di kepalaku seperti lagu yang terus diputar ulang. Aku berusaha untuk tidur, tapi bayangan tentang hari ini membuatku tersenyum dan merasa hangat di dalam hati.


Hari kedua ini, meskipun baru awal, sudah mulai mengubah caraku memandang hidup. Perlahan-lahan, aku merasa bahwa kehadiranmu membawa warna baru dalam hidupku. Ada rasa penasaran yang tumbuh, ingin lebih banyak mengenalmu, ingin tahu setiap sisi dari dirimu. Hari kedua ini adalah awal dari sesuatu yang mungkin akan menjadi lebih indah dari yang pernah kubayangkan.


Oleh : Andi Irwan

----------Halaman.2---------

Dalam buku 30 hari mengajariku untuk melepasmu 

DIAM-DIAM AKU MULAI MENCINTAIMU

 DIAM-DIAM AKU MULAI MENCINTAIMU


Di senja pertama, kala senyummu terpancar, hatiku bergetar, rasa ini mulai mekar. Diam-diam kupendam cinta yang sederhana, di dalam hati, kau jadi mimpi yang nyata. Setiap detik bersamamu, meski tak terucap, terasa begitu berharga. Saat kita bertemu, meskipun hanya sekejap, dunia terasa berhenti sejenak. Aku tak tahu kapan tepatnya perasaan ini tumbuh, tapi yang jelas, sejak itu, setiap pikiran dan impian berputar hanya tentangmu. Setiap kali berpapasan, hati ini berdebar, takut jika ada yang menyadari betapa aku mengagumimu dalam diam.


Hari demi hari berlalu, dan tatapanku kepadamu tak terelak. Setiap langkah yang kau ambil, hatiku ikut berdetak, seakan mengikuti irama gerakmu. Aku sering mencuri pandang, hanya untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja, meski tak pernah kuucapkan. Tak terucap kata, hanya rasa yang bicara, dalam sunyi, cintaku tumbuh, tak pernah sirna. Ada sesuatu yang begitu indah dalam kesederhanaan perasaan ini, meski tidak ada yang tahu, meski tidak ada yang mengerti. Aku terus bertahan dalam diam, menyimpan rasa ini rapat-rapat, takut jika mengungkapkan akan merusak segala yang ada.


Waktu terus berjalan, dan aku mulai merasakan betapa kuatnya perasaan ini. Rindu kian menggelora, membesar seiring berjalannya waktu. Setiap detik, bayangmu terus mempesona. Aku tak bisa menghindar dari perasaan ini, meskipun aku tahu, aku hanya bisa mencintaimu dalam diam. Kadang, aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku siap untuk menghadapimu dengan segala yang terpendam? Aku tahu, mungkin aku hanya akan menjadi kenangan kecil dalam hidupmu, namun tetap saja, perasaan ini tak bisa dibendung. Dalam setiap bisu, aku belajar menerima bahwa cinta bisa tumbuh tanpa harus diungkapkan.


Aku tetap diam, menyimpan rasa rahasia yang hanya aku yang tahu. Meskipun kadang rasa ini menguras hati, aku memilih untuk tidak mengungkapkan, takut jika itu hanya akan membuat semuanya berubah. Aku menantikan saat-saat sederhana yang bisa membuat kita lebih dekat, meski tahu, itu mungkin tak pernah terjadi. Menanti saat, kau tahu cinta yang ada, meskipun aku sadar, mungkin aku hanya akan menjadi bagian dari kenangan yang tak terucap. Dalam malam yang sepi, aku sering bertanya-tanya, apakah suatu hari nanti kau akan tahu bahwa selama ini aku ada, diam-diam mencintaimu.


Mungkin, suatu hari nanti, saat yang tepat akan tiba. Saat aku berani untuk mengungkapkan perasaanku yang terpendam, dan kau akhirnya tahu betapa dalamnya rasa ini. Hingga saat itu, aku akan terus mencintaimu dalam diam, membiarkan perasaan ini tumbuh tanpa pernah ada yang tahu. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu saat, jika waktu mempertemukan kita lebih dekat, kau akan melihatku lebih dari sekadar bayangan dalam hidupmu. Aku percaya, meskipun cinta ini tersembunyi, dia akan selalu ada, mengiringi setiap langkah kita.


Di setiap senyumanmu, aku menemukan kebahagiaan yang tak pernah bisa diungkapkan. Setiap langkah yang kau ambil, meskipun aku hanya mengamatimu dari jauh, adalah kisah yang aku simpan dalam hati. Cinta ini mungkin tidak akan pernah terbalas, tetapi itu tidak mengurangi rasa indah yang aku rasakan. Setiap kali aku melihatmu tertawa, hatiku ikut bernyanyi. Seperti sebuah lagu yang tak pernah berhenti, meskipun hanya ada satu yang mendengarkan. Mungkin aku tidak akan pernah tahu apa rasanya dicintai olehmu, tapi aku sudah merasakannya dalam setiap desah napasku.


Dan mungkin, suatu hari nanti, kau akan mengerti bahwa sejak awal, hatiku tak pernah pergi. Diam-diam kucintai, sepi tak kuasa mengganti. Cinta ini telah menjadi bagian dari diriku, tak tergoyahkan meskipun dunia berubah. Kau adalah awal mula, cinta yang abadi, yang selalu ada meskipun aku hanya bisa mengagumimu dalam diam. Mungkin kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bersama, tapi di dalam hati ini, kau selalu menjadi bagian yang paling berharga. Dan itu sudah cukup, setidaknya untuk aku, yang mencintaimu tanpa pernah mengungkapkan.


Oleh : Andi Irwan 

----------Halaman.1-----------

Dalam buku 30 hari mengajariku

 untuk melepasmu 


SYAIR RINDU KEPADA WANITA KANVAS

 SYAIR RINDU KEPADA WANITA KANVAS


Di bawah kanvas langit yang gelap, Terpahat bayangmu, wanita berkuas hitam. Seperti tinta malam yang mengalir perlahan, Engkau lukiskan mimpi dalam sunyi yang tak bertepi.


Kuasa hitammu adalah senja yang merangkul pagi, Menari dalam benakku bagai bayang-bayang rembulan. Rindu ini adalah ombak yang tiada henti menghantam pantai, Hanya samudera hati yang mengerti, dalam diam dan gemuruhnya.


Di balik senyum yang kau ukir dengan sentuhan lembut, Ada rahasia yang ingin ku ungkapkan dengan bisikan. Setiap detik tanpa hadirmu adalah malam tanpa bintang, Setiap jarak adalah lorong waktu yang memisahkan.


wanita berkuas hitam, Datanglah, rengkuh dahaga rinduku. Dengan goresanmu yang penuh makna, bawa kedamaian, Karena dalam setiap warna yang kau torehkan, ada cinta yang tak terhingga.


Dalam palet hatimu tersimpan rindu, Bagai hujan yang menanti awan kelabu. Setiap tetesnya adalah ungkapan jiwa, Setiap warnanya adalah cermin rasa yang mendalam.


Di setiap goresan kuasmu, kutemukan harapan, Seperti fajar yang membelah malam pekat. Engkaulah pelukis mimpi dalam tidurku, Menghiasi gelap dengan bintang-bintang rindu.


Bagai angin yang membelai lembut dedaunan, Rinduku menyusup di setiap helai napasmu. Engkaulah malam yang ku nantikan, Membawa tenang dalam gemuruh kerinduan.


Wanita berkuas hitam, engkaulah senandung malam, Mengalun lembut dalam hatiku yang merindu. Setiap lukisanmu adalah melodi jiwa, Menggetarkan hati dengan simfoni cinta.


Di antara warna yang kau campurkan, Ada percikan rindu yang membara. Setiap sapuan adalah kehadiranmu yang kurindukan, Mengisi kekosongan dengan kenangan yang tak terlupakan.


Kanvas hidupku merindukan sentuhanmu, Bagai taman yang merindukan hujan. Engkaulah pelukis hatiku yang sepi, Memberi warna pada hari-hariku yang kelabu.


Datanglah, wanita berkuas hitam, Akhiri penantian yang menyiksa jiwa. Dengan setiap goresan, bawa kembali cahaya, Karena dalam setiap lukisanmu, ada cinta yang abadi.


Catatan Lingga 

8 Desember 2024


Jumat, 06 Desember 2024

TIGA PULUH HARI YANG MENGAJARIKU MELEPASKAN

TIGA PULUH HARI YANG MENGAJARIKU MELEPASKAN 


Oleh : Andi Irwan ( Pena_Lingga )


 Tiga puluh hari kita bersama, mengukir kenangan yang seolah abadi. Setiap detik yang terlewat, terasa penuh makna, seakan waktu berhenti untuk kita. Tawa, tangis, dan harapan kita jalin dalam perjalanan singkat yang penuh warna, seperti bunga yang mekar di tengah kebun sunyi. Namun kini, aku harus menerima kenyataan pahit bahwa kau tega untuk mendua. Kau yang dulu berjanji akan setia, kini memilih jalan lain, meninggalkan aku dengan serpihan harapan yang tak lagi utuh, seperti daun yang jatuh diterpa angin. Apa yang kurang dari kita? Apakah aku tak cukup berarti untukmu, hingga cinta yang kita bangun dalam waktu sebulan ini begitu mudah kau abaikan?



Kau datang dengan senyum yang menenangkan, dan aku terperangkap dalam pesona itu, seperti kupu-kupu yang jatuh ke dalam jaring. Aku percaya setiap kata yang kau ucapkan, percaya bahwa kita bisa mengatasi segala rintangan bersama. Namun, ternyata janji-janji itu hanyalah kata-kata kosong yang tak berarti apa-apa, seperti embun yang menguap oleh sinar mentari. Aku merasa bodoh, mempercayai bahwa cinta kita bisa bertahan, bahwa kau bisa menjadi tempat yang aman untuk hatiku. Kini, aku hanya bisa menatap punggungmu yang menjauh, meninggalkan aku dengan banyak pertanyaan yang tak pernah terjawab, seperti bintang yang redup di langit malam.



Mungkin aku terlalu cepat berharap, terlalu cepat memberi hatiku. Aku tahu, cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan, dan aku tak bisa memaksamu untuk tetap tinggal. Namun, apa yang membuatmu memilih untuk mendua? Apakah semua yang kita jalani hanya kebohongan belaka? Apakah aku tidak cukup berarti, ataukah ada yang lebih menarik di luar sana? Semua pertanyaan itu menggantung di benakku, seperti awan gelap yang menutupi sinar matahari, membingungkan dan penuh kegelapan.



Di saat aku mencoba untuk menerima kenyataan ini, hati ini terasa begitu berat, seperti batu besar yang menekan dadaku. Aku merasa hancur, namun juga sadar bahwa hidup harus terus berjalan. Cinta yang hilang takkan mengubah jalanku, meski rasa sakit ini terus menghantui. Aku tahu aku harus bangkit, meski itu tak mudah. Luka ini begitu dalam, namun aku tak boleh terjatuh terlalu lama. Aku masih punya hidup yang harus kutapaki, meski bayang-bayangmu masih mengganggu pikiranku, seperti bayangan yang menari di senja yang kelabu.



Aku belajar bahwa cinta tak selalu indah, dan tidak semua kisah berakhir dengan bahagia. Namun, setiap pengalaman adalah pelajaran berharga, seperti batu tajam yang mengasah pisau. Aku harus belajar untuk melepaskan, meski hatiku belum siap. Ada banyak hal yang harus kukerjakan, banyak hal yang harus kulalui tanpa menoleh kembali. Mungkin suatu hari nanti, aku akan memahami mengapa kita berpisah, dan mungkin juga, aku akan menemukan cinta yang lebih tulus, yang tak akan menyakiti seperti ini, seperti bunga yang tumbuh kembali setelah musim dingin berlalu.



Terkadang, aku bertanya-tanya apakah aku sudah cukup memberi ruang untuk diriku sendiri. Terlalu banyak waktu yang kuhabiskan untuk mencintaimu, hingga aku lupa untuk mencintai diriku sendiri, seperti kapal yang melaut tanpa arah. Kini, aku sadar bahwa aku harus mulai menemukan kembali siapa diriku, tanpa mengandalkanmu. Aku harus belajar untuk berdiri sendiri, menemukan kekuatanku yang hilang. Waktu mungkin tak akan mengembalikan apa yang hilang, tetapi waktu akan mengajarkan aku untuk lebih bijaksana dalam mencintai, seperti pohon yang tumbuh lebih kokoh setelah diterpa badai.



Kini, aku melepaskanmu dengan ikhlas, meski berat rasanya. Cinta yang kau tinggalkan akan menjadi kenangan, namun aku tak ingin terperangkap di dalamnya. Aku akan terus berjalan, meski langkah ini terasa berat, seperti kaki yang menapaki tanah berbatu. Suatu saat nanti, aku percaya aku akan menemukan kebahagiaan yang tak perlu diwarnai dengan kesedihan. Aku akan menjadi lebih kuat, lebih dewasa, dan lebih siap untuk menghadapi hidup yang penuh dengan ketidakpastian, seperti sungai yang mengalir meski dihadang batu. Semua ini adalah bagian dari perjalanan, dan aku tahu, aku akan sampai pada tujuan akhirnya—tanpa dirimu.


Rumah Li

terasi 

7 Desember 2024


Kamis, 05 Desember 2024

BHUMI RAJANI

 BHUMI RAJANI KALIMANTAN


Di tengah Samudra Hindia yang luas,

Di bawah langit biru yang menyinari,

Kalimantan berdiri tegak, sebuah pertiwi purba,

Bumi yang dulu suci, dihormati oleh leluhur.

Dari hutan lebat yang penuh misteri,

Hingga sungai besar yang mengalir bagai darah,

Bumi ini adalah saksi kehidupan yang penuh hikmah,

Namun kini, semuanya berubah menjadi serpihan debu.


Oh, sungai Kapuas, engkau adalah Narmada,

Airmu mengalir, membawa kehidupan,

Namun, dalam gemuruh laju zaman,

Engkau kini tercemar, oleh tangan yang tamak,

Engkau yang dulu jernih, kini muram oleh racun.

Apakah itu karma dari para penguasa dunia,

Yang mengejar artha tanpa memandang dharma?


Di balik rimba Kalimantan, suara burung berkicau,

Namun, kini suara itu teredam oleh mesin,

Hutan-hutan yang dulu rimbun dengan keharmonisan,

Kini dipotong, dihancurkan, tanpa belas kasihan.

Manusia datang dengan nafsu yang membara,

Mereka menanamkan duri ke dalam dada bumi,

Demi kekayaan, demi ambisi yang tak terpuaskan.

Apakah mereka lupa, bahwa bumi ini bukan milik mereka?


Dewa-Dewa yang dahulu menyaksikan keagungan tanah ini,

Menangis, menatap hutan yang terbakar,

Swargaloka yang penuh kedamaian, kini terhenyak,

Brahmana yang bijak, kini bisu, tanpa suara.

Bumi yang dahulu menjadi ladang dharma,

Kini menjadi medan perang bagi kekuasaan,

Tak ada lagi keseimbangan antara alam dan manusia,

Yang ada hanya kehancuran yang tanpa akhir.


Di sini, pohon-pohon yang berdiri tegak seperti Dewa,

Telah tumbang satu per satu, tanpa henti,

Tak ada yang tersisa, kecuali kenangan akan kejayaan,

Hanya serpihan daun dan batang yang terbuang.

Brahma yang menciptakan alam semesta ini,

Kini menangis melihat ciptaan-Nya dirusak,

Bumi yang adalah bagian dari tubuh-Nya,

Kini terluka, tercabik-cabik oleh kerakusan.


O Kalimantan, engkau yang dulu suci,

Bumi yang memelihara segala jenis kehidupan,

Kini hampir tak dikenali,

Engkau diubah menjadi lahan gersang dan tandus,

Akankah engkau bisa kembali, seperti dahulu?

Atau apakah semua ini hanyalah sebuah mitos belaka,

Yang terlupakan dalam kesibukan duniawi?


Di mana-mana, suara alam kini terhenti,

Dengung serangga, nyanyian burung, semuanya sunyi,

Kalimantan, tanah yang kaya dengan kehidupan,

Kini dipenuhi dengan aspal, beton, dan logam,

Manusia datang, dengan senjata peradaban mereka,

Menghancurkan segala yang ada, tanpa rasa takut,

Tanpa menyadari, bahwa mereka hanya tamu,

Di bumi yang telah lama menunggu kehadiran mereka.


Dewa Wisnu, pelindung dunia, kini merenung,

Mengapa umat manusia begitu buta?

Mereka tidak tahu, bahwa setiap tindakan mereka,

Akan kembali kepada mereka, melalui hukum karma,

Bahwa setiap pohon yang mereka tebang,

Setiap sungai yang mereka cemari,

Akan menjadi beban yang mereka tanggung.

Namun apakah ada yang peduli,

Ketika hasrat telah menguasai segala?


Dari langit yang tinggi, Bhairava mengamati,

Dia yang menjaga keseimbangan alam semesta,

Dengan tatapan yang tajam, dia menyaksikan,

Bagaimana Kalimantan, tanah yang dulu penuh berkah,

Kini dilahap oleh kerakusan manusia.

Sementara itu, tanah yang dulu hijau dan segar,

Telah berubah menjadi lahan tandus dan kosong,

Di mana burung-burung terbang jauh mencari tempat baru,

Di mana binatang-binatang hutan mengungsi,

Mencari ruang yang semakin sempit.


Namun, Kalimantan bukanlah tanah yang mudah mati,

Di bawah lapisan tanah yang keras,

Tertanam semangat yang tak akan padam,

Bumi ini, meski terluka, akan bangkit,

Bergantung pada apakah manusia mau mendengar,

Apakah mereka siap untuk membuka hati,

Dan menerima kenyataan bahwa alam ini,

Memiliki kuasa yang jauh lebih besar dari mereka.


Sādhu, Kalimantan, tanah yang penuh rahasia,

Berkah yang datang dari gunung dan laut,

Bahkan dalam keterpurukan, engkau tak akan lenyap,

Keberanianmu tertanam dalam setiap pepohonan,

Setiap aliran sungai yang berliku,

Setiap batu yang terhampar, menunggu untuk bersinar.

Mungkin tidak hari ini, mungkin tidak besok,

Namun suatu saat, cahaya dharma akan kembali bersinar,

Dan Kalimantan akan bangkit kembali,

Menjadi tempat yang penuh kedamaian,

Menjadi contoh bagi dunia,

Bahwa alam, jika dihancurkan, akan bangkit,

Dan manusia harus belajar untuk menghormatinya.


Karya : Andi Irwan

Rumah Literasi, 5 Desember 2024


-----------------------------------

PERTANGGUNG JAWABAN & MAKNA :


Puisi Bhumī Rajani Kalimantan mengandung makna mendalam yang terkait dengan kerusakan alam, spiritualitas, dan tanggung jawab manusia terhadap lingkungan. Berikut adalah penjelasan makna beberapa diksi utama dalam puisi ini:


1. "Bumi yang dulu suci, dihormati oleh leluhur"

Diksi ini menggambarkan Kalimantan sebagai tanah yang memiliki nilai sakral dan dihormati oleh masyarakatnya, khususnya oleh leluhur yang menjaga keharmonisan dengan alam. Ini menandakan bahwa bumi Kalimantan dahulu dianggap sebagai tempat yang penuh berkah dan keharmonisan antara manusia dan alam.



2. "Sungai Kapuas, engkau adalah Narmada"

Sungai Kapuas disamakan dengan Sungai Narmada, yang dalam tradisi Hindu dianggap suci dan penuh berkah. Diksi ini menunjukkan betapa pentingnya sungai dalam kehidupan masyarakat Kalimantan, dan simbolisme ini mengingatkan pada kerusakan yang kini terjadi di sungai tersebut akibat polusi dan eksploitasi.



3. "Bumi ini adalah saksi kehidupan yang penuh hikmah"

Kalimantan digambarkan sebagai tempat yang telah menyaksikan perjalanan kehidupan dengan kebijaksanaan yang terkandung dalam ekosistemnya. Namun, dengan kerusakan yang terjadi, makna kehidupan yang penuh hikmah tersebut kini terancam hilang.



4. "Rimba Kalimantan, suara burung berkicau"

Diksi "rimba" dan "suara burung berkicau" menggambarkan keharmonisan alam yang kaya akan kehidupan. Namun, di tengah kerusakan hutan, suara-suara alami ini semakin teredam, menandakan hilangnya keseimbangan ekologis.



5. "Bumi yang dahulu menjadi ladang dharma"

Kalimantan diartikan sebagai tanah yang penuh dengan ajaran dharma (kebenaran atau kewajiban moral), yang memberi kehidupan dan keberkahan bagi umat manusia. Kini, ladang dharma ini telah berubah menjadi tempat konflik dan kerusakan akibat ambisi manusia.



6. "Bumi yang memelihara segala jenis kehidupan"

Diksi ini merujuk pada peran penting Kalimantan dalam menjaga kelestarian berbagai jenis flora dan fauna, yang kini terancam oleh eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan keberlanjutan.



7. "Keberanianmu tertanam dalam setiap pepohonan"

Kalimantan digambarkan sebagai tanah yang memiliki kekuatan dan semangat juang, yang meski terluka tetap memiliki potensi untuk bangkit. Pepohonan menjadi simbol ketahanan alam yang tidak mudah dihancurkan.



8. "Karma" dan "Dewa-Dewa"

Puisi ini mencerminkan pandangan dunia Hindu tentang karma, yang menyatakan bahwa setiap tindakan akan mendatangkan akibat. Dewa-dewa dalam puisi ini bukan hanya menjadi saksi, tetapi juga simbol kekuatan moral yang mengingatkan umat manusia akan konsekuensi dari tindakan mereka terhadap alam.



9. "Cahaya dharma akan kembali bersinar"

Diksi ini menandakan harapan bahwa meskipun Kalimantan telah mengalami kerusakan, akan ada peluang bagi pemulihan jika manusia kembali ke jalan dharma—menghormati dan menjaga alam, serta menjalankan kewajiban moral mereka.




Secara keseluruhan, diksi-diksi dalam puisi ini membawa makna yang mendalam tentang bagaimana kerusakan alam dapat disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Namun, ada pula pesan harapan bahwa bumi, meskipun terluka, dapat bangkit kembali jika manusia mampu mendengarkan dan menghormati alam serta menjalankan dharma.


------------------

JENIS PUISI :

Puisi Bhumī Rajani Kalimantan dapat dikategorikan dalam genre puisi ekologi atau puisi lingkungan, karena fokus utama puisi ini adalah menggambarkan kerusakan alam, khususnya hutan Kalimantan, serta hubungan manusia dengan lingkungan yang semakin terabaikan. Puisi ini juga mengandung pesan moral dan spiritual tentang pentingnya menjaga alam sebagai bagian dari kehidupan yang lebih besar.


Selain itu, puisi ini juga bisa dikategorikan sebagai puisi filosofis dan puisi kontemplatif, karena mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan alam, tanggung jawab manusia, dan hubungan spiritual dengan bumi. Puisi ini mencerminkan pandangan dunia Hindu melalui penggunaan istilah seperti "karma" dan "dharma", yang menambah kedalaman filosofis.


Dengan gaya bahasa yang melibatkan simbolisme dan metafora, puisi ini juga bisa dikatakan sebagai puisi simbolik, di mana unsur-unsur alam dan mitologi digunakan untuk menggambarkan realitas sosial dan ekologi yang lebih besar.




Minggu, 01 Desember 2024

SAJAK UNTUK BADUT DARI SISI TIMUR

 SAJAK UNTUK BADUT DARI SISI TIMUR


Oleh : Andi irwan


Lihatlah sang badut sedang berkarya

Merangkai kata hingga terlihat gila

Diksi-diksinya tak lagi berdaya

Ketika sajakku mulai menganiaya


Aku sangat terhibur hingga tertawa

Apa-apa yang kusajikan membuatmu merana

Ada rasa panas yang selalu kau rasa

Dan itu akan selalu terjadi sampai kau tua


Hei tuan yang katanya penyair terkenal

Apa kau sangat ingin menyangkal

Bahwa aku jauh di atas otakmu yang dangkal

Jadi jangan mencoba untuk berkhayal


Kau tidak lebih dari hewan najis

Yang bertutur kata pun sangat egois

Berbuat seolah paling maha

Namun nyatanya cuman kotoran hama


Kau bilang kata-katamu penuh makna

Namun hanya menghasilkan tawa yang hina

Sajakmu kosong tak berbudi

Membingungkan jiwa yang mencari arti


Jangan coba menandingi goresan tanganku

Puisi ini datang dengan darah dan amarahmu

Kau hanya mencuri bayanganku

Tak mampu menulis tanpa petunjuk guru


Kau terlalu angkuh dan penuh sombong

Merasa hebat dengan segala tonggak gong

Namun semua itu hanyalah ilusi

Kau tak lebih dari sekedar dusta yang sepi


Aku menulis untuk menggali rasa

Bukan untuk meraih tahta atau puja

Kata-kataku adalah cermin jiwa

Yang kau takkan mengerti sampai akhir masa


Sajak ini datang dari hati yang terjaga

Berbeda dengan sekadar kata yang membaga

Kau hanya bermain dengan kalimat usang

Sementara aku menulis mengungkapkan sejuta harapan


Akhirnya tuan tak ada yang bisa kau lawan

Sebab aku menulis bukan sekadar permainan

Puisi ini adalah senjata yang tak terbantahkan

Karena di atas puisi aku lah pahlawan kebenaran


Rumah Literasi 

1 Desember 2024


( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...