Puisi Esai: G30S/PKI
-------------------------------------
JEJAK KELAM DI BUMI PERTIWI
Karya : Andi Irwan
Di malam kelam, angin membawa bisikan, Gugur bintang di atas langit hitam. Gerimis tangis terdengar dari masa silam, Menyisakan luka yang tak kunjung padam.
Rintihan tanah air, di mana darah mengalir, Dari sekelompok yang berjuang, namun terpinggir. G30S/PKI, mereka bilang, gerakan pengkhianat, Namun siapa tahu, kisah sebenarnya di balik kabut pekat?
Di sudut-sudut sejarah, terlukis nadi yang retak, Sebuah kudeta, sebuah drama dalam bayang gelap. Tujuh jenderal menjadi saksi bisu, Di penghujung malam, dengan peluru dan dendam di tubuh kaku.
Namun, di balik cerita ini, ada banyak pertanyaan, Siapa yang benar, siapa yang salah, menjadi bayangan. Di rumah-rumah, keluarga menangis dalam hening, Memanggil nama-nama yang hilang, dalam jerit pilu yang mendesing.
Ideologi bertarung, di atas meja dunia, Rakyat kecil menjadi korban, dalam badai yang menggila. Bendera merah dan putih, berkibar dalam bingung, Di mana janji kemerdekaan, saat suara-suara dipaksa bungkam?
Tinta sejarah menulis, dengan darah dan air mata, Namun kebenaran, kadang terbungkus rapi dalam dusta. Kita mengenang, dengan hati penuh duka, Agar tragedi tak terulang, di masa depan yang lebih bijaksana.
Dalam kegelapan malam itu, ada bisik-bisik kelam, Di mana rencana disusun, di bawah langit yang muram. Gerakan diam-diam, penuh rahasia dan curiga, Mengubah sejarah bangsa, dalam semalam yang beringas.
G30S/PKI, nama yang terukir dalam ingatan, Membawa duka mendalam, dalam setiap tarikan napas. Bayang-bayang hantu masa lalu, mengintai dalam diam, Menggenggam erat cerita, yang tak pernah sirna dalam kenangan.
Di sudut kampung dan kota, cerita ini beredar, Dengan versi yang berbeda, dari mulut ke mulut menyebar. Sejarah menjadi misteri, dalam gelapnya malam, Siapa yang berkhianat, siapa yang dikhianati, tetap menjadi teka-teki.
Di lembah dan bukit, dalam nyanyian rakyat, Terdengar kisah pilu, tentang malam yang mencekam. Di mana darah tertumpah, di tanah pertiwi, Menyisakan luka mendalam, dalam hati yang suci.
Kini kita berdiri, di atas puing-puing sejarah, Menggali kebenaran, di balik duka yang membekas. Memahami masa lalu, dengan hati yang terbuka, Agar tidak terulang, tragedi yang sama di masa mendatang.
Kita berjalan di atas serpihan ingatan, Dengan doa dan harapan, untuk masa depan yang lebih baik. Menghormati mereka yang telah pergi, dengan jiwa yang tenang, Menyongsong hari esok, dengan tekad yang kuat dan teguh.
Bendera merah putih, tetap berkibar tinggi, Menandakan harapan, di atas sejarah yang berduri. Di balik gelapnya malam, ada sinar terang yang menyala, Memberi harapan baru, untuk Indonesia tercinta.
Sejarah ini, adalah cermin bagi kita, Mengajarkan tentang luka, dan pentingnya cinta. Kita belajar dari masa lalu, untuk masa depan yang cerah, Agar kelamnya tragedi, tak terulang dalam langkah kita.
Dengan semangat dan doa, kita melangkah maju, Menghargai setiap jiwa, yang berkorban untuk tanah air. Menulis sejarah baru, dengan tinta perdamaian, Mewujudkan mimpi bangsa, yang damai dan sejahtera.
Malam itu, langit menangis dengan deras, Mengiringi derita yang menyesak dalam dada. Jeritan ibu kehilangan anak, air mata tanpa jeda, Menambah beban sejarah, yang telah begitu berat dan parah.
Mata-mata kosong, menyimpan duka yang mendalam, Menggali ingatan tentang malam kelam yang mencekam. Rumah-rumah sunyi, hanya bayang-bayang kesedihan, Mengisi setiap sudut, dengan rindu dan penantian.
Di antara puing-puing, terukir nama-nama pahlawan, Yang jatuh dalam tugas, dengan darah yang tumpah. Mereka yang berani, kini berbaring dalam tanah, Meninggalkan cerita heroik, namun penuh luka.
Para petani dan buruh, turut menangis dalam diam, Karena mereka yang sederhana, menjadi korban. G30S/PKI, memecah belah keluarga, Menghancurkan mimpi-mimpi kecil, dengan cara yang kejam.
Angin membawa cerita, dari generasi ke generasi, Agar kita tidak lupa, akan tragedi ini. Dengan setiap napas, kita kenang mereka yang pergi, Dengan harapan, bangsa ini tak lagi dibebani dendam dan iri.
Biarlah luka ini sembuh, meski butuh waktu lama, Dengan doa dan cinta, kita pulihkan bersama. Bangunlah negeri ini, dengan tangan-tangan yang bersih, Menuju masa depan, yang lebih damai dan indah.
Setiap bait dalam puisi ini, adalah doa untuk tanah air, Agar kita belajar dari sejarah, dan tak terjebak dalam kegelapan. Dengan cahaya cinta dan perdamaian, kita melangkah, Mewujudkan Indonesia, yang damai, adil, dan sejahtera.
Di malam kelam, angin membawa bisikan, Gugur bintang di atas langit hitam. Gerimis tangis terdengar dari masa silam, Menyisakan luka yang tak kunjung padam.
Raja Ampat, 20 Desember 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar