LUKA YANG KAU TOREHKAN
( Senandika )
Oleh : Andi Irwan [ Pena_Lingga ]
Aku berdiri di antara bayang-bayang kenangan, menatap purnama yang bersembunyi di balik awan kelabu. Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, aku merasakan luka yang kau torehkan semakin menganga. Setiap kata, setiap tindakanmu, seolah-olah adalah pisau tajam yang mengiris hatiku perlahan.
Kau, yang pernah kujadikan pusat duniaku, kini hanya bayang-bayang yang meninggalkan jejak perih di setiap langkahku. Aku bertanya-tanya, apakah kau menyadari luka yang kau ciptakan? Atau mungkin, kau memang sengaja menorehkannya, menikmati setiap tetes darah yang mengalir dari hatiku yang hancur?
Aku mencoba untuk bertahan, berusaha untuk memahami, namun setiap usaha hanya berakhir dengan kekosongan. Rasa sakit ini, begitu nyata, begitu mendalam, membuatku ingin berteriak namun suara itu terperangkap dalam dada. Aku ingat bagaimana dulu senyummu bisa menghapus segala duka, namun kini senyum itu tak lebih dari bayangan yang menyakitkan.
Kau selalu menganggap cintaku adalah pelarian, tempat untuk melepaskan segala penat dan amarahmu. Dan aku, bodohnya, selalu menerimamu kembali, meski tahu akan terluka lagi dan lagi. Aku seperti daun yang terombang-ambing angin, tak berdaya menghadapi badai perasaan yang kau ciptakan. Aku terus berharap, mungkin suatu hari nanti, kau akan berubah. Namun harapan itu kini terasa seperti mimpi di siang bolong, hanya menambah luka di hatiku yang sudah rapuh.
Setiap malam, aku menangis dalam kesunyian, meratapi nasib yang tak kunjung berubah. Aku merasa seperti penjara tanpa pintu, terperangkap dalam cinta yang menyiksa. Aku melihat bayangmu di setiap sudut, mendengar suaramu dalam setiap hembusan angin. Kenangan kita yang dulu indah kini berubah menjadi duri yang menusuk setiap kali aku mengingatnya.
Aku ingat malam-malam saat kita bersama, tertawa di bawah bintang-bintang, berbicara tentang mimpi dan harapan. Tapi sekarang, setiap bintang yang kulihat hanya mengingatkanku pada janji-janji yang kau ingkari. Setiap tempat yang pernah kita kunjungi kini menjadi saksi bisu dari penderitaanku.
Aku lelah. Lelah dengan air mata yang tak pernah kering, lelah dengan hati yang terus menerus hancur. Setiap hari, aku berusaha untuk tetap kuat, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, namun dalam hati, aku tahu bahwa aku telah hancur berkeping-keping.
Aku tak bisa lagi hidup dalam bayang-bayangmu, tak bisa lagi terus menerus berharap pada cinta yang tak pernah kau hargai. Aku harus belajar mencintai diriku sendiri, belajar untuk memaafkan, dan belajar untuk melangkah tanpa bayang-bayangmu. Aku harus melepaskan semua kenangan pahit yang hanya menjadi beban.
Aku sadar, sudah saatnya aku berhenti menyakiti diriku sendiri dengan terus mencintaimu. Aku harus mencari kebahagiaan yang sesungguhnya, kebahagiaan yang tak tergantung padamu. Meski sulit, aku tahu aku harus melakukannya. Karena pada akhirnya, aku pantas mendapatkan cinta yang lebih baik, cinta yang menghargai dan tak melukai.
Malam ini, di bawah purnama yang kelabu, aku berjanji pada diriku sendiri untuk berhenti mengharapkanmu. Aku akan berjalan maju, meninggalkan semua luka dan kenangan yang menyakitkan. Aku akan menemukan diriku kembali, dan mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan cinta yang sejati, cinta yang tak pernah melukai.
Raja Ampat, 18 Desember 2024
-----------------------------------------------------------
Keterangan Naskah:
Senandika ini menggambarkan perasaan seseorang yang terluka akibat cinta yang terus menerus menyakitinya. Melalui rangkaian kata yang penuh dengan emosi, naskah ini menggambarkan betapa dalamnya luka yang ditorehkan oleh seseorang yang dicintai namun terus menerus melukai. Naskah ini mencerminkan perjuangan batin antara harapan dan kenyataan, antara cinta dan rasa sakit, hingga akhirnya memutuskan untuk melepaskan dan mencari kebahagiaan yang sejati.
Jenis Naskah:
Naskah ini termasuk dalam jenis senandika (monolog internal), yang merupakan sebuah teks yang mengungkapkan pikiran, perasaan, dan refleksi batin dari tokoh tunggal tanpa dialog dengan tokoh lain. Senandika ini bersifat introspektif dan emosional, sering digunakan dalam sastra untuk menggambarkan konflik batin dan perkembangan karakter secara mendalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar