Sepi yang Menyimpan Namamu
Karya : Pena_Lingga
Kini, sepi menjadi pelarianku saat ingin menangis. Tidak ada lagi tempat untuk bersandar, tidak ada lagi telinga yang dengan sabar mendengar setiap keluhku. Aku hanya ditemani suara hening malam yang menelanku perlahan, memberi ruang bagi air mata yang tak mampu lagi ku bendung. Dulu, kamu adalah tempatku kembali. Sekarang, aku bahkan tak tahu harus berjalan ke mana.
Banyak kenangan yang kurindukan, tentang kita. Tentang tawa kecil di sore yang tenang, tentang percakapan panjang yang tak pernah ingin kuakhiri. Semua terasa nyata kala itu, begitu hangat, begitu indah. Tapi kini semua itu hanya potongan cerita yang berdebu di sudut hatiku, tak lagi bisa kusentuh, hanya bisa kuingat.
Aku sering bertanya pada diriku sendiri, bagaimana bisa sesuatu yang begitu indah berubah menjadi luka yang tak kunjung sembuh. Mungkin karena aku terlalu percaya bahwa kita akan selamanya. Mungkin aku terlalu buta untuk melihat bahwa tak semua hal bisa diperjuangkan sendirian. Dan pada akhirnya, aku harus menerima kenyataan: kamu bukan lagi milikku.
Dulu, setiap pagi aku menantikan pesan darimu, hanya sekadar “selamat pagi” yang mampu membuat hatiku berbunga. Sekarang, pagi datang tanpa suara, hanya dingin yang merambat hingga ke hati. Malam pun berlalu dengan doa yang sama, semoga kamu bahagia, meski bukan lagi bersamaku.
Yang paling menyakitkan adalah ketika kenangan terus memanggil, sementara kamu tak lagi menoleh. Aku masih di sini, menyimpan setiap tawa dan air matamu, seakan semuanya masih layak untuk kupertahankan. Tapi aku tahu, kenyataan tak sebaik itu. Kamu telah melangkah, sementara aku masih terjebak di hari kita yang lalu.
Aku mencoba merelakan, sungguh. Tapi bagaimana aku bisa melupakan sesuatu yang dulu begitu kuanggap rumah? Bagaimana aku bisa berpura-pura tidak merindukanmu, saat setiap hal kecil mengingatkanku pada kamu? Bahkan sunyi pun kini terasa lebih jujur daripada semua kata-kata perpisahan yang pernah kita ucapkan.
Kini, kisah kita hanyalah cerita usang yang mungkin hanya aku yang mengingatnya. Kamu mungkin telah menemukan halaman baru, sementara aku masih membaca ulang kalimat yang sama, berharap maknanya berubah. Tapi tidak. Aku hanya harus belajar hidup dengan kehilangan, meski hatiku belum benar-benar siap untuk itu.
kamarku, 13 Juni 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar