Ada Rindu Yang Masih Marah
Karya : Pena_Lingga
Jujur saja, aku masih rindu. Rindu yang tidak tahu malu, datang tanpa aba-aba, lalu diam-diam tinggal lama-lama. Di tengah malam yang seharusnya tenang, ia mengetuk pelan dinding hati yang kupaksa untuk tertutup rapat. Aku membencinya, tapi juga memeluknya diam-diam. Seperti itu, aku menyimpan rindu dalam kamar yang sama dengan kecewa.
Aku masih kecewa. Bukan karena kamu pergi, tapi karena cara kamu meninggalkan. Seolah-olah yang pernah kita bangun tidak berarti. Seolah-olah aku hanya tempat persinggahan, bukan tujuan yang kamu doakan. Kau memilih diam sebagai perpisahan, dan itu terlalu nyaring untuk hati yang sudah lelah menebak-nebak.
Aku tidak sedang ingin mengenang, tapi segala hal kecil tentangmu tetap berisik di kepala. Tawa yang kamu tinggalkan, cara kamu menyebut namaku, bahkan cara kamu menarik napas sebelum bercerita. Semua masih tinggal, tak peduli sekeras apa aku mencoba mengusirnya. Rindu seperti pengunjung tak diundang yang tahu kode masuk rumah.
Kadang aku berharap aku bisa membenci kamu sepenuhnya. Tapi bagaimana membenci seseorang yang pernah membuat dada ini penuh, bukan sesak? Kamu pernah jadi hangat di hari paling dingin. Sayangnya, hangat yang kamu bawa pergi begitu saja, meninggalkan beku yang tak tahu cara mencair.
Aku tidak ingin mengulang, tidak juga ingin memulai dari awal. Aku hanya ingin dimengerti bahwa kehilanganmu bukan hal yang mudah aku terima. Banyak hal yang masih tersangkut. Kata-kata yang tak sempat diucapkan, peluk yang tidak jadi, dan tanya-tanya yang tak pernah mendapat jawab.
Kecewa ini bukan soal patah hati saja. Ini tentang kepercayaan yang aku beri sepenuh hati, lalu kamu biarkan jatuh pecah berkeping. Kamu tahu, kan, aku bukan orang yang mudah terbuka? Tapi saat kamu datang, aku biarkan pintu terbuka lebar. Kini aku berdiri di depan pintu yang sama, tapi hanya angin yang lewat.
Rindu ini pun bukan jenis yang bisa sembuh dengan waktu. Ia seperti luka lama yang basah setiap kali hujan turun. Mungkin orang-orang bilang aku terlalu berlarut, tapi siapa mereka? Mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi aku yang kamu tinggalkan tanpa pamit.
Setiap malam, aku berusaha berdamai. Dengan memori, dengan diriku sendiri, dengan kamu. Tapi damai tidak datang seperti yang dijanjikan orang-orang. Kadang aku menangis, kadang aku marah, tapi lebih sering aku diam. Karena kecewa punya bahasa sendiri, yang bahkan air mata pun enggan menerjemahkan.
Aku masih belajar. Belajar bahwa tidak semua rindu harus dituju. Belajar bahwa tidak semua yang kita cintai harus kita miliki. Tapi proses belajar ini tidak sederhana. Ia memerlukan keberanian untuk menerima bahwa mungkin kamu tidak akan pernah kembali, dan kalaupun kembali, kamu bukan lagi kamu yang dulu.
Dan pada akhirnya, jujur saja aku masih rindu. Tapi aku juga masih kecewa. Mungkin keduanya akan tetap tinggal dalam waktu yang lama. Dan kalau suatu hari kamu membaca ini, tenang saja. Aku tidak sedang ingin kamu kembali. Aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku pernah benar-benar menunggumu pulang.
Kamarku, 12 Juni 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar