Kita Yang menjadi asing
Karya : Pena_Lingga
Dulu, aku mengenalmu lebih dari siapa pun. Aku tahu cara matamu berbinar saat kamu bahagia, cara suaramu berubah saat kamu sedang kesal, bahkan cara kamu diam yang penuh makna. Tapi hari ini, semua itu tinggal kenangan yang perlahan memudar, seperti debu yang tertiup angin dan hilang dari pandangan.
Setelah kita berpisah, segalanya menjadi sepi. Bukan hanya karena tak ada lagi percakapan larut malam, tapi karena tak ada lagi kamu di sana. Aku masih membuka ponsel, berharap ada pesan darimu, padahal aku tahu, harapan itu sudah lama mati.
Lucu ya, betapa cepat dunia berubah. Orang yang dulu menjadi rumah, kini jadi asing. Kita berjalan di semesta yang sama, di bawah langit yang sama, tapi seperti dua orang yang tak pernah saling mengenal. Tak ada lagi sapa, tak ada lagi tanya kabar.
Aku pernah berpikir, mungkin waktu bisa mempertemukan kita lagi. Tapi nyatanya, waktu malah menjauhkan. Setiap hari yang berlalu, membuat kita semakin tidak saling tahu. Kamu tumbuh menjadi seseorang yang asing bagiku, dan aku pun tak yakin masih menjadi bagian dari ingatanmu.
Ada luka yang tak terlihat, tapi terasa dalam. Seperti sekarang, ketika aku menulis ini dengan dada yang berat dan mata yang basah. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku merindukan versi kita yang dulu—saat belum ada jarak, saat belum ada kata ‘selesai’.
Kadang, aku bertanya-tanya, apakah kamu juga merasa seaneh ini? Merasa kehilangan seseorang yang masih hidup, masih ada, tapi tak lagi bisa kau sentuh? Kita bukan kehilangan karena maut, tapi karena keadaan… dan mungkin, karena kita saling melepaskan.
Kita pernah berbagi rahasia, tawa, tangis, dan mimpi. Tapi sekarang, semua itu tinggal potongan-potongan masa lalu yang hanya aku simpan sendiri. Kamu tak lagi menjadi bagian dari hariku, dan itu menyakitkan lebih dari yang bisa aku gambarkan.
Setiap pertemuan membawa kemungkinan perpisahan, aku tahu itu. Tapi aku tak pernah siap untuk menjadi asing bagimu. Aku tak pernah siap untuk menatapmu dari jauh tanpa keberanian untuk menyapa, tanpa hak untuk lagi peduli.
Jika suatu hari kita berpapasan di jalan, mungkin kita akan saling tersenyum kaku. Mungkin juga kita akan pura-pura tak saling melihat. Tapi di dalam hati, aku yakin, akan ada luka kecil yang terbuka kembali—luka karena rindu yang tak pernah tersampaikan.
Kita selesai, bukan karena cinta kita tak cukup kuat, tapi karena kita terlalu lelah bertahan. Dan kini, setelah semua yang kita lewati, aku hanya bisa mendoakanmu dari kejauhan. Semoga kamu baik-baik saja, wahai orang asing yang dulu kucintai sepenuh jiwa.
Raja Ampat, 11 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar