Minggu, 09 Maret 2025

MAAF PALING MAAF UNTUK IBU

 Maaf Paling Maaf untuk Ibu

Karya: Pena_Lingga


Bu, aku hanyalah setetes embun di ujung daun, sementara engkau laksana samudra yang luas tak bertepi. Aku terlalu kecil untuk memahami seberapa dalam kasihmu, terlalu rapuh untuk membalas segala pengorbananmu. Dalam riak waktu yang berputar, aku hanyut dalam kesibukanku, melupakan akar yang selalu menghidupi ranting-ranting rapuhku.


Kau adalah cakrawala yang selalu menanti kepulanganku, sementara aku hanya burung yang terbang tanpa arah. Aku mengepakkan sayap sejauh mungkin, mengira dunia adalah tempatku berpijak, padahal rumah sejati adalah pelukanmu. Maaf, Bu, jika selama ini aku lebih memilih keindahan fatamorgana dunia, alpa bahwa sumber cahaya sejati telah lama menunggu dalam sunyi.


Duhai Ibu, engkau bagai cahaya surya yang tak pernah redup, meski aku sering menutup mata. Engkau adalah manik-manik kasih yang terus mengalir tanpa pamrih. Tapi aku? Aku adalah anak angin yang sering lupa arah, hanya kembali ketika badai menghantamku, meminta perlindungan tanpa pernah benar-benar menetap.


Aku sadar, aku terlalu sering menyakitimu dengan diamku. Engkau menanti kata-kataku, sementara aku sibuk berbicara dengan dunia. Engkau menanti genggamanku, sementara aku justru lebih erat menggenggam egoku. Aku adalah anak yang bodoh, yang baru menyadari arti tanganmu ketika waktu mulai mengikis kekuatannya.


Bu, betapa ingin aku mengembalikan masa kecilku, ketika aku bisa bersembunyi dalam dekapmu dan dunia terasa begitu aman. Tapi waktu bagaikan sungai yang terus mengalir, tak bisa kuhentikan, tak bisa kuputar kembali. Aku hanya bisa menatapmu, dengan mata yang semakin basah, menyadari bahwa aku telah menyia-nyiakan banyak waktu yang seharusnya kuluangkan untukmu.


Jika kasihmu adalah cahaya, maka aku adalah bayangan yang selalu tertinggal. Jika doamu adalah mantra suci, maka aku adalah bisikan yang sering lalai. Maaf, Bu, untuk setiap luka yang mungkin pernah kau sembunyikan demi aku. Aku tahu kau tak pernah meminta balasan, tapi biarkan aku kali ini mengucap janji—bahwa aku akan menjadi anak yang lebih baik, sebelum semesta memisahkan kita.


Aku takut, Bu. Takut suatu hari aku pulang, tapi rumah itu telah sepi. Takut suatu hari aku menyesali segalanya, tapi penyesalan itu hanya tinggal gema di lorong waktu yang tak dapat kugapai. Aku ingin lebih lama bersamamu, ingin menjadi anak yang kau banggakan, ingin membayar setiap tetes keringat yang kau tumpahkan demi aku.


Engkau adalah kidung kehidupan yang tak pernah henti berdendang, sementara aku hanya seruling yang kadang lupa mengalunkan nada untukmu. Engkau adalah rembulan yang memanduku dalam gelap, sementara aku adalah pengembara yang sering tersesat. Jika bisa, aku ingin berlutut di hadapanmu dan berkata, "Ajari aku mencintaimu dengan benar, sebelum waktu merenggut segalanya."


Bu, maaf yang paling maaf. Jika ada kata yang lebih dalam dari maaf, ingin sekali aku mengucapkannya. Jika ada waktu yang bisa kubayar dengan pengorbananku sendiri, ingin sekali aku menukarnya untukmu. Aku tidak ingin sekadar mengucapkan kata cinta, tapi juga membuktikannya dalam setiap detik yang tersisa.


Semoga Tuhan menjagamu dengan tangan-Nya yang paling lembut, semoga semesta membalas semua kebaikanmu dengan cahaya yang abadi. Dan semoga, meski aku terlambat menyadari, masih ada waktu untukku menebus semua yang telah terlewat. Aku mencintaimu, Bu. Dengan segenap yang kupunya, dengan segala yang belum sempat kukatakan.


Samarinda, 10 Maret 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...