Selasa, 18 Maret 2025

JEJAK LUKA DI TAPAL SENJA

 Jejak Luka di Tapal Senja 

Karya : Pena_Lingga


Dulu aku meniti jejak di ujung cakrawala, menapaki bayangan senja yang kau tinggalkan. Langit bersenandung dalam bisikan angin, melarutkan rinduku dalam gemuruh waktu yang tak berbelas kasih. Aku mengejarmu, melawan arus takdir yang tak pernah berpihak, menggapai siluetmu yang kian menjauh.


Kusulam harap dalam gemintang yang berpendar di lazuardi. Setiap langkah, setiap desir napas, adalah persembahan bagi hadirmu yang tak kunjung nyata. Kau serupa ilusi dalam kidung dewata, mengalun tanpa bentuk, namun suaramu mengakar di dasar dada. Aku menari dalam bayang-bayang semu, mengira genggamanku telah erat, padahal hanya udara yang kujangkau.


Kulempar rinduku ke samudra tak bernama, berharap gelombang membawanya ke hatimu. Namun, angin telah berkhianat, menyeretnya ke jurang tak bertepi. Ombak menelan setiap bisikan, menguburnya di palung yang tak bisa kuraih. Kau berlari bagai bayang dalam candra kala, semakin samar, semakin jauh, meninggalkanku dengan gema keheningan.


Tanganku pernah menaut langit nan tinggi, menantang takdir dengan doa-doa yang kutanam di langit senja. Kukira, semesta akan berbisik padamu tentang perjalananku. Namun, waktu menari dengan pedang durjana, mengoyak harapan yang kugenggam erat. Kidung yang dulu indah, kini menjelma nyanyian duka yang merintih dalam kesunyian.


Kini langkahku bagai kidang kehilangan rimba, tersesat dalam lorong waktu yang menelan cahayaku. Aku menapak duri di sepanjang jalan, membiarkan luka mengukir jejaknya di kulit dan hati. Setiap rintik hujan yang jatuh, mengalirkan perih yang tak bisa kukeluhkan. Kau, yang dulu kunanti, kini menjelma samar di balik kabut kepedihan.


Aku bukan lagi pejuang dalam takdir yang membisu, bukan lagi pelari dalam pengejaran yang sia-sia. Kau telah menjadi mantra yang tak terucap, menjelma gaung dalam malam yang enggan berakhir. Keberadaanmu adalah bayangan yang tak lagi kuburu, namun tetap melekat, bagai aroma yang tertinggal di udara yang kusesap.


Ruang-ruang kosong di jiwaku telah dipenuhi bayangmu, namun tak ada kehangatan di sana. Hanya sepi yang bersemayam, hanya luka yang menganyam waktu. Aku bukan pemilik takdir, bukan pula pemahat nasib yang bisa menulis ulang kisah ini. Kau dan aku, hanyalah garis yang tak akan pernah bertemu di persimpangan.


Wahai bayu yang menyimpan bisik purba, bawalah keluhku ke ufuk yang tak berwarna. Biarkan dunia tahu bahwa aku pernah mengejar, pernah berlari tanpa henti, hanya untuk berakhir dalam kelelahan yang tiada ujung. Aku tak meminta kau kembali, aku hanya ingin kehilangan ini menjadi nyata, agar tak ada lagi fatamorgana yang menggodaku untuk berharap.


Duka ini telah menancapkan akarnya, menjadikanku tanah tandus tanpa musim semi. Aku tak ingin menyesali jejak yang telah kutinggalkan, namun perihnya tetap mengakar. Biarkan luka ini menjadi batu tak bernyawa, menjadi saksi bisu bahwa aku pernah mencintai, pernah berjuang, dan kini memilih menyerah.


Di pusaran takdir yang meluluhlantakkan rasa, aku berhenti melawan. Tak ada lagi langkah yang mengejarmu, tak ada lagi tangan yang terulur dalam kekosongan. Aku berdiri di ambang kehampaan, membiarkan waktu menghapus sisa namamu dari ingatanku. Jika esok aku tak lagi mengingatmu, itu bukan karena aku tak pernah mencintai, melainkan karena aku telah selesai dengan luka ini.


Samarinda, 18 Maret 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...