Dialog : Silariang
Karya : Pena_Lingga
Tuan:
"Puan, katakan padaku… sampai kapan kita harus begini? Bersembunyi dalam bayang-bayang, berpura-pura tak saling mencintai di hadapan dunia? Aku lelah, Puan. Lelah menahan rindu yang tak boleh diungkapkan, lelah menjalani hidup yang seolah-olah kau bukan bagian darinya. Aku tidak ingin terus begini. Aku ingin kita pergi, Puan. Aku ingin kita memiliki kehidupan yang tidak ditentukan oleh mereka yang bahkan tak tahu bagaimana rasanya mencintai sepertiku mencintaimu."
Puan:
"(Menunduk, suara bergetar) Tuan… jangan berkata seperti itu. Jangan buat hatiku semakin lemah. Aku tahu perasaanmu, aku merasakannya juga, tapi kau dan aku… kita lahir di dunia yang tidak mengizinkan kita bersama. Apa yang bisa kita lakukan selain menerima? Jika kita pergi, Tuan, kita akan kehilangan segalanya. Aku akan kehilangan keluargaku, dan kau akan kehilangan kehormatan yang kau jaga sejak kecil. Aku tidak sanggup melihatmu menderita karenaku."
Tuan:
"Jika aku tetap di sini tanpamu, itu adalah penderitaan yang lebih besar, Puan. Kehormatan? Apa artinya kehormatan jika aku harus hidup tanpa orang yang kucintai? Apa gunanya nama besar jika hatiku kosong? Aku lebih memilih menjadi seorang lelaki tanpa nama, tanpa gelar, tanpa rumah… daripada hidup nyaman dalam kebohongan. Kau adalah rumahku, Puan. Jika aku harus pergi meninggalkan segalanya, aku tidak peduli, asal kau bersamaku."
Puan:
"(Menangis, menatap Tuan dengan mata berkaca-kaca) Tapi bagaimana dengan keluargaku, Tuan? Bagaimana dengan ayah dan ibu yang telah membesarkanku? Aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Aku tidak bisa membayangkan wajah ibuku saat dia menyadari aku pergi. Aku tidak bisa membayangkan ayahku mengutuk namaku seumur hidupnya. Aku mencintaimu, Tuan… tapi cinta ini datang dengan harga yang terlalu besar."
Tuan:
"(Menghela napas panjang, menggenggam tangan Puan erat) Aku tahu, Puan. Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah. Tapi aku mohon, lihatlah aku… lihatlah mataku dan katakan, apa kau bahagia di sini? Apa kau bisa menjalani hidupmu tanpa merasa ada sesuatu yang hilang? Apa kau bisa menikah dengan orang yang mereka pilih untukmu, lalu melupakanku begitu saja?"
Puan:
"(Menggelengkan kepala, air mata jatuh) Tidak, Tuan… aku tidak bisa. Aku tidak bisa hidup tanpa mencintaimu. Aku tidak bisa membayangkan diriku berada di samping orang lain selain dirimu. Tapi aku takut… aku takut kita akan menyesal di kemudian hari. Aku takut suatu saat aku menatap wajahmu dan melihat kesedihan di sana, melihat bahwa kau kehilangan lebih dari yang kau duga."
Tuan:
"(Menyentuh wajah Puan dengan lembut) Aku tidak akan pernah menyesali keputusanku, Puan. Aku memilihmu dengan sepenuh hati, dan aku akan terus memilihmu, setiap hari, sampai akhir hidupku. Aku tidak butuh apa pun selain kau di sisiku. Aku lebih memilih hidup sulit bersamamu daripada hidup nyaman tanpa dirimu. Jangan takut, Puan… jika kita bersama, kita bisa melewati semuanya."
Puan:
"(Terisak, menggenggam tangan Tuan semakin erat) Tapi dunia tidak akan membiarkan kita bahagia, Tuan. Mereka akan mencemooh kita, mengejar kita, mengutuk kita. Kita akan menjadi nama yang disebut dengan kebencian. Bagaimana kita bisa hidup dengan itu?"
Tuan:
"(Menatap Puan dengan penuh keyakinan) Dunia boleh membenci kita, tapi selama kau di sisiku, aku tidak peduli. Kita bisa pergi ke tempat di mana tidak ada yang mengenal kita. Kita bisa memulai segalanya dari awal, membangun hidup dengan cara kita sendiri. Aku tidak takut, Puan. Satu-satunya yang kutakutkan adalah kehilanganmu."
Puan:
"(Menutup wajah dengan kedua tangan, suaranya bergetar) Tuan… bagaimana jika kita salah? Bagaimana jika semua ini hanya akan membawa kita pada penderitaan yang lebih besar?"
Tuan:
"(Mengangkat dagu Puan, menatapnya dalam-dalam) Jika mencintaimu adalah sebuah kesalahan, maka aku rela menghabiskan hidupku dalam kesalahan itu. Aku tidak peduli, Puan. Aku tidak peduli pada dunia, pada adat, pada siapa pun yang menentang kita. Aku hanya peduli padamu. Aku hanya ingin kau percaya padaku."
Puan:
"(Terdiam lama, lalu menghela napas panjang) Jika aku pergi bersamamu, Tuan… berjanjilah padaku, kau tidak akan pernah meninggalkanku, tidak peduli seberapa sulit hidup kita nanti."
Tuan:
"(Menggenggam tangan Puan erat-erat) Aku bersumpah, Puan. Aku akan tetap di sisimu, aku akan melindungimu, mencintaimu, dan tidak akan pernah melepaskanmu, apa pun yang terjadi."
Puan:
"(Menghapus air matanya, mencoba tersenyum meski hatinya masih diliputi ketakutan) Aku ingin percaya padamu, Tuan. Aku ingin percaya bahwa kita bisa melewati ini bersama."
Tuan:
"Kita pasti bisa, Puan. Kita pasti bisa."
Puan:
"(Menatap Tuan dengan mata penuh air mata, tetapi kali ini ada sedikit keyakinan di sana) Kalau begitu… ayo pergi, Tuan. Sebelum hatiku berubah… sebelum aku kehilangan keberanian untuk memilihmu."
Tuan:
"(Tersenyum kecil meski air mata juga menggenang di matanya) Kita akan pergi, Puan. Kita akan meninggalkan segalanya di belakang dan berjalan ke arah yang mungkin gelap dan penuh duri. Tapi aku percaya… selama kita bersama, kita akan menemukan cahaya di ujungnya."
Puan:
"(Menggenggam tangan Tuan erat-erat) Jangan lepaskan aku, Tuan…"
Tuan:
"(Mengecup jemari Puan dengan lembut) Aku bersumpah, Puan. Aku akan menggenggam tanganmu sampai akhir… bahkan jika dunia menolak kita."
Raja Ampat, 13 Februari 2025
---- Menolak keras Bs Minang ----
Gunakan
kreativitas dengan memahami naskah untuk mencocokkan instrumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar