Rabu, 12 Februari 2025

MENGHISAP SEBATANG ROKOK

 MENGHISAP SEBATANG ROKOK

Karya : Pena_Lingga


Kusulut api di ujung tembakau,

bara kecil menyala pelan.

Seperti luka yang tak lekas sembuh,

tapi terus saja dibiarkan.


Asap melayang ke langit malam,

membentuk jejak yang tak bertahan.

Seperti doa yang sering kupanjatkan,

namun tak pernah sampai ke tujuan.


Kuhisap dalam, nikmat dan pedih,

melintasi tenggorokan yang letih.

Seperti kata-kata yang kutelan,

tanpa pernah sempat terucap lagi.


Di sudut bibir, getir tertinggal,

seperti kenangan yang menolak pudar.

Aku tertawa, aku terbatuk,

entah karena asap atau luka yang mengendap.


Kita semua adalah sebatang rokok,

dibakar oleh waktu, dihisap oleh nasib.

Habis perlahan dalam keheningan,

menjadi abu tanpa tanda.


Aku menatap puntung yang hampir padam,

serpihan arang gugur ke meja.

Seperti cinta yang dulu menyala,

tapi kini hanya sisa cerita.


Aku menghisapnya sekali lagi,

mencari hangat dalam dingin malam.

Tapi yang kudapat hanya kehampaan,

dan napas yang terasa semakin sesak.


Orang-orang lalu lalang di jalan,

menghidupkan api mereka sendiri.

Ada yang terbakar terlalu cepat,

ada yang habis tanpa sempat dinikmati.


Tak ada yang abadi,

bahkan asap pun hilang tak berbekas.

Seperti nama-nama yang dulu agung,

tapi kini lenyap ditelan zaman.


Kusulut rokokku yang terakhir,

menghisapnya perlahan tanpa tergesa.

Sebab hidup bukan soal cepat atau lambat,

melainkan tentang bagaimana kita terbakar.


Raja Ampat, 12 Februari 2025


---------


Puisi Menghisap Sebatang Rokok ini bisa dikategorikan sebagai satire eksistensial atau satire sosial.


1. Satire Eksistensial → Puisi ini menggambarkan kehidupan manusia dengan analogi rokok: dinyalakan, dihisap, lalu dibuang. Ini sindiran halus terhadap kefanaan hidup dan absurditas eksistensi manusia yang terkadang terasa sia-sia.



2. Satire Sosial → Ada kritik tersirat terhadap janji-janji kosong, doa yang tak terkabul, serta bagaimana manusia "terbakar" oleh waktu dan keadaan, layaknya rokok yang habis tak bersisa.




Secara keseluruhan, puisi ini bukan hanya refleksi pribadi, tetapi juga sindiran terhadap pola hidup manusia yang kadang mengulangi kesalahan yang sama 

tanpa sadar.


Naskah ini terinspirasi dari judul karya Ws.Rendra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...