Rabu, 12 Februari 2025

PERANG CARUK DAN PANAH

 Perang Caruk dan Panah

( Satire )

Karya : Andi irwan


Di tanah air yang luas terbentang,

Celurit berkilat, panah melayang.

Dua saudara saling menyerang,

Lupa ada musuh di bayang-bayang.


Yang satu bangga jantan bertarung,

Yang lain teguh tak mudah murung.

Tapi apa arti harga diri,

Jika perut kosong tiap hari?


Mereka bertarung soal kehormatan,

Tapi tak punya kuasa di pemerintahan.

Yang duduk di atas diam tertawa,

Menonton perang sambil minum soda.


Tanah mereka luas terbuka,

Penuh emas dan hasil hutan.

Namun mereka sibuk bertikai,

Sementara kapal datang diam-diam.


Satu mencabut celurit tajam,

Yang lain menarik busur ke depan.

Tapi siapa yang betul menang,

Jika tanah esok bukan lagi milik mereka?


Mereka diajari bahwa berbeda,

Lalu diadu agar saling luka.

Sementara yang berjas dan berdasi,

Mengatur jual beli negeri.


Keringat mengucur, darah menetes,

Celurit dan panah mencari sasaran.

Namun mereka lupa satu hal,

Yang menjarah tak pernah terlihat.


Mereka bilang ini soal harga diri,

Lalu kenapa hasil bumi mereka lari?

Kenapa anak-anak tetap miskin,

Sedang kota-kota makin megah?


Mereka pikir ini tentang keberanian,

Tapi lupa soal kelicikan.

Karena musuh yang sesungguhnya,

Tak datang membawa senjata.


Dia datang dengan senyum manis,

Tanda tangan di atas kertas.

Sekali cap, sekali stempel,

Tanah berpindah tanpa pertumpahan darah.


Celurit dan panah akhirnya diam,

Setelah tanah sudah bukan milik tuan.

Mereka baru sadar, tapi terlambat,

Yang mereka lawan cuma sesama.


Dulu tanah subur hijau membentang,

Sekarang aspal dan beton berdiri tegak.

Dulu mereka penguasa ladang,

Sekarang cuma jadi buruh lelah.


Mereka bisa bertarung semalam suntuk,

Tapi tak bisa menawar harga cengkeh.

Mereka bisa berdarah demi gengsi,

Tapi tak bisa mempertahankan tanah sendiri.


Yang di atas tak butuh celurit,

Tak perlu juga panah melesat.

Cukup rencana rapi dan licik,

Biar mereka berperang sendiri.


Orang pintar tak perlu berkelahi,

Cukup biarkan rakyatnya sendiri.

Dibuat sibuk dengan ego buta,

Sementara hasil bumi berpindah nama.


Sampai kapan mereka sadar?

Sampai tanah benar-benar tandus?

Atau saat hanya tersisa kenangan,

Bahwa dulu mereka pernah punya negeri?


Sejarah terlalu sering berulang,

Tapi manusia tetap pelupa.

Dibuat percaya musuhnya saudara,

Agar tak sempat menoleh ke atas.


Mungkin nanti mereka mengerti,

Bahwa yang perlu dilawan bukan diri sendiri.

Tapi mereka yang tak terlihat,

Yang datang membawa janji manis.


Mungkin kelak celurit berkarat,

Panah usang di sudut rumah.

Karena mereka akhirnya sadar,

Bahwa musuhnya bukan saudara.


Tapi apakah saat itu tiba,

Tanah masih ada untuk mereka?

Atau hanya tersisa dongeng tua,

Bahwa dulu mereka pernah berjaya?


Sorong, 12 Februari 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...