( Prosais )
Ayah, Lihatlah Anak Bungsumu
Karya : Pena_Lingga
Ayah, aku masih di sini, duduk di bangku tua tempat kita biasa menghabiskan sore. Bangku ini masih sama, kayunya mulai lapuk, catnya mengelupas, dan di permukaannya ada bekas coretan kita dulu. Dulu, kau selalu di sisiku, menepuk bahuku, berkata bahwa dunia ini tak sekeras yang kupikirkan. Tapi kini, hanya ada sunyi yang menemani. Aku menatap langit, berharap kau muncul dari balik awan, tersenyum seperti dulu, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi yang kudapat hanya angin dingin yang membawa kenangan—tentang suaramu, tentang tawa kecilmu, tentang pelukan yang kini tak bisa kuraih lagi.
Aku masih ingin menjadi anak kecilmu, bungsumu yang selalu berlindung di balik punggungmu. Aku masih ingat bagaimana kau menggenggam tanganku saat aku takut menyeberang jalan. Tapi dunia terlalu cepat merenggutmu, meninggalkanku dengan rindu yang tak tahu ke mana harus berpulang. Aku ingin bertanya banyak hal, ingin mendengar suaramu sekali lagi, tapi kini aku hanya bisa berbicara pada nisan yang diam. Malam ini, aku berbisik pada bintang-bintang, berharap kau mendengar dari tempatmu yang jauh. Ayah, aku rindu. Aku masih di sini, tapi tanpamu, aku kehilangan arah.
Ada begitu banyak hal yang ingin kuceritakan padamu. Tentang hari-hariku yang semakin sunyi, tentang mimpi-mimpi yang dulu kau dukung dengan sepenuh hati. Aku ingin bercerita bagaimana aku mencoba menjadi kuat seperti yang selalu kau ajarkan. Tapi, Ayah, apakah aku benar-benar kuat? Atau aku hanya berpura-pura baik-baik saja di depan semua orang? Karena ketika malam datang, rindu ini menjelma luka yang tak kunjung sembuh.
Sering kali aku berharap waktu bisa berputar kembali, membawa kita ke sore yang sederhana—sore di mana kita hanya duduk berdampingan, membicarakan hal-hal kecil yang tak pernah terasa sepele. Aku ingin sekali lagi mendengar suaramu menyebut namaku, melihat senyummu yang penuh ketulusan. Tapi kini, satu-satunya tempat di mana aku bisa menemukanmu adalah dalam kenangan, dan kenangan itu terasa semakin jauh setiap harinya.
Orang-orang berkata waktu akan menyembuhkan segalanya. Tapi bagaimana mungkin waktu bisa menyembuhkan sesuatu yang terus tumbuh? Rinduku padamu, Ayah, bukan sesuatu yang bisa dihapus oleh waktu. Ia justru semakin dalam, semakin luas, seperti samudra yang tak bertepi. Setiap kali aku mencoba melangkah maju, kenangan akanmu menarikku kembali. Aku terjebak dalam ingatan, dalam suara-suara yang hanya bergema di dalam kepala.
Malam ini, aku memejamkan mata, membayangkan kau di sisiku, seperti dulu. Kau menepuk bahuku, berkata dengan suara lembutmu bahwa aku harus kuat, bahwa hidup harus terus berjalan. Aku ingin mempercayai kata-kata itu, ingin benar-benar merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi bagaimana bisa? Jika kepergianmu meninggalkan ruang kosong yang tak bisa diisi oleh siapa pun?
Aku berjalan perlahan menuju pusaramu, membawa bunga kesukaanmu. Jemariku menyentuh batu nisan dingin itu, mencoba merasakan kehangatan yang dulu selalu kau berikan. Angin malam berhembus pelan, seakan membisikkan sesuatu yang tak bisa kupahami. Aku menarik napas dalam, menahan air mata yang sudah menggantung di sudut mata. "Ayah, apakah kau mendengar aku?" tanyaku, meski aku tahu tak akan ada jawaban.
Langit malam bertabur bintang, dan aku memilih salah satunya, menganggapnya sebagai tempat di mana kau berada. Aku percaya kau masih di sana, mengawasiku, menjaga langkahku meski tak lagi bisa kugenggam. Aku ingin percaya bahwa kau masih mendengar doaku, masih bisa merasakan rinduku yang tak pernah surut.
Mungkin aku tak akan pernah benar-benar terbiasa dengan kehilangan ini, tapi aku akan belajar berdamai. Aku akan belajar menjalani hari-hari tanpamu, tanpa berharap waktu berbalik arah. Aku akan menyimpan namamu dalam doa-doaku, dalam setiap langkah yang kuambil. Karena meskipun kau telah pergi, cintamu akan selalu ada, abadi dalam hatiku.
Ayah, aku masih di sini. Duduk di bangku tua ini, dengan rindu yang tak pernah berkurang. Aku tak tahu apakah waktu akan membawaku pada jawaban, tapi satu hal yang pasti: aku akan selalu mencarimu di setiap hembusan angin, di setiap bintang yang berkelip, di setiap mimpi yang datang saat aku terlelap.
Raja Ampat, 07 Februari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar