Rabu, 18 Juni 2025

Belajar Sembuh Bersama Alam

 Belajar Sembuh Bersama Alam

Karya : Pena_Lingga


Kadang kita terlalu sibuk mencari pelukan dari manusia, padahal semesta sudah menyediakan pelukan paling jujur lewat alam. Hutan yang sunyi bisa lebih mengerti daripada keramaian yang tak peduli. Langkah kaki di atas tanah basah jauh lebih menenangkan daripada janji-janji yang tak pernah ditepati.


Luka tak selalu butuh kata-kata untuk sembuh. Kadang, cukup duduk diam di tepi danau, membiarkan airnya mencuri tangis yang tak sempat tumpah di depan siapa pun. Cukup melihat burung-burung melayang bebas di langit, lalu iri—sebab mereka tahu arah pulang, sementara kita sering tersesat di hati orang lain.


Pernah suatu pagi, aku duduk di antara kabut yang turun pelan dari perbukitan. Tak ada suara selain angin yang menyisir rambut dan suara dedaunan yang saling bersentuhan. Tapi justru dari sunyi itu, aku belajar bahwa luka bisa diterima, bukan dilawan. Bahwa sakit tidak selalu harus disembuhkan oleh orang yang membuatnya.


Alam tidak menuntut. Ia tidak bertanya kenapa kamu menangis, tidak menyuruhmu untuk kuat, tidak menyuruhmu untuk move on. Ia hanya ada. Menemanimu. Menampung lelahmu. Membiarkanmu menjadi rapuh, tanpa menghakimi.


Air terjun tidak pernah takut jatuh. Ia tahu, dari ketinggian mana pun, ia akan kembali menjadi aliran yang tenang. Mungkin kita pun begitu—hanya perlu jatuh lebih dulu untuk tahu cara mengalir lagi. Untuk tahu bahwa jatuh tidak membuat kita berakhir.


Pohon-pohon tua tetap berdiri, meski telah kehilangan ratusan daun. Mereka tidak menyerah. Mereka tahu, musim selalu berganti. Dan aku ingin seperti itu. Tidak marah pada yang pergi, cukup percaya bahwa suatu hari yang baru akan datang membawa yang lebih baik.


Aku memeluk angin, dan untuk pertama kalinya aku merasa dipeluk balik. Bukan pelukan yang menjanjikan apa-apa, tapi cukup hangat untuk menyadarkanku: aku tak sendiri. Bahwa meski tidak ada manusia yang tinggal, masih ada bumi yang menampungku dengan segala luka.


Langit sore dengan semburat jingganya seperti bisikan pelan yang berkata, “Kamu sudah cukup berjuang.” Dan mungkin itu cukup. Mungkin aku tak perlu lagi pengakuan dari seseorang yang bahkan tak pernah benar-benar melihatku. Cukup dari alam yang diam-diam menjaga.


Di antara bebatuan dan rumput liar, aku akhirnya bisa bernapas lega. Tidak lagi menyesali apa yang telah pecah, tapi mulai mengumpulkan serpih-serpih yang masih bisa aku rangkai jadi utuh. Dan alam jadi saksi, bahwa aku akhirnya memilih sembuh.


Karena kadang, yang paling kita butuhkan bukan tempat untuk bersembunyi dari luka, tapi ruang untuk berdamai dengannya. Dan alam, dengan segala kesederhanaannya, selalu tahu caranya.


Kamarku, 17 Juni 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...