Kembali kecewa
Karya : Pena_Lingga
Aku mencintaimu sepenuh hati. Tanpa syarat, tanpa banyak tanya. Semua tentangmu pernah menjadi poros hidupku. Namamu selalu kusematkan dalam doa-doa paling sunyi, dan wajahmu adalah alasan mengapa aku selalu ingin pulang. Tapi ternyata, cinta saja tak pernah cukup untuk membuatmu menetap, apalagi berubah.
Setiap luka yang kamu torehkan, aku balut dengan pengertian. Setiap janji yang tak kamu tepati, aku tutupi dengan alasan-alasan yang kubuat sendiri, hanya supaya hatiku tetap percaya bahwa kamu masih layak untuk diperjuangkan. Tapi kenyataannya, aku mulai kehilangan diriku sendiri. Aku berubah menjadi seseorang yang selalu mengalah, bahkan ketika hatiku sudah remuk berkali-kali.
Kamu tahu betul aku menggenggam hubungan ini begitu erat, bahkan saat kamu mulai perlahan melepaskannya. Aku tetap bertahan. Aku menunggu. Aku berharap kamu akan kembali menjadi seperti dulu—penuh cinta, penuh perhatian. Tapi ternyata, kamu hanya mampir untuk memastikan bahwa aku masih di sini, masih mencintaimu dengan cara yang sama.
Aku terlalu sering menunggu pesan yang tak pernah datang. Terlalu sering merindukan seseorang yang sibuk mencintai dirinya sendiri. Dalam diam, aku sering menenangkan hatiku sendiri, menguatkan diriku sendiri, memaafkan kesalahanmu sendiri—semua kulakukan sendiri, karena kamu tak pernah benar-benar ada.
Kecewa ini tak bisa lagi kusembunyikan. Luka ini sudah terlalu dalam untuk sekadar disembuhkan oleh kata "maaf" atau pelukan sesaat yang tak pernah benar-benar tulus. Aku kecewa karena pernah percaya. Aku kecewa karena pernah berharap. Tapi yang paling menyakitkan, aku kecewa karena tahu kamu tidak merasa bersalah.
Kamu selalu punya cara untuk membuatku merasa bersalah karena mencintaimu terlalu dalam. Aku jadi seolah-olah terlalu cengeng, terlalu sensitif, terlalu banyak menuntut. Padahal, aku hanya ingin kamu mencintaiku seperti aku mencintaimu—penuh, utuh, dan tidak setengah hati.
Kupikir kamu berbeda. Kupikir hatimu akan merawat hatiku. Tapi yang kamu lakukan hanyalah singgah, membuat berantakan, lalu pergi tanpa permisi. Aku butuh waktu lama untuk menyadari bahwa tidak semua kehadiran berarti untuk tinggal, dan tidak semua cinta layak untuk diperjuangkan.
Sekarang, aku mulai merasa lelah. Lelah menjadi satu-satunya yang bertahan, satu-satunya yang peduli, satu-satunya yang mencoba. Aku tak ingin jadi seseorang yang terus-menerus memohon perhatian dari orang yang bahkan tak ingin menoleh ke arahku.
Kamu mengajarkanku banyak hal. Salah satunya, bagaimana rasanya dikhianati oleh orang yang paling aku percaya. Dari situ, aku belajar: tidak semua rasa harus dipertahankan, dan tidak semua cinta harus dimenangkan.
Dan yang paling menyakitkan dari semua ini adalah kenyataan bahwa aku masih mencintaimu, bahkan setelah semua yang kamu lakukan. Aku masih menunggumu, meski kutahu kamu tak pernah benar-benar ingin kembali. Aku masih mencari-cari alasan untuk membenarkan sikapmu, padahal hatiku sudah berkali-kali kamu hancurkan tanpa ragu. Aku tetap di sini, meratapi serpihan rasa yang tak lagi kamu anggap berharga. Dan itu, mungkin adalah kebodohan paling menyedihkan yang pernah aku pelihara dalam diam.
Sorong, 19 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar