Minggu, 20 April 2025

BUNGA TERAKHIR

 Bunga Terakhir 

Karya : Pena_Lingga


Aku sedang belajar, dengan segala getir dan getirnya, bagaimana cara mencintai tanpa menggenggam. Aku memintal harapan dari sisa kenangan, menenun tawa yang dulu kau beri menjadi selimut untuk malam-malam yang kini terlalu sunyi. Sejak kepergianmu, waktu seolah kehilangan arah, dan aku menjadi penumpang yang tak tahu lagi ke mana harus pulang.


Rindu itu seperti hujan yang tak mengenal musim—datang tiba-tiba, deras tanpa peringatan. Aku terjebak di bawah langit yang dulu pernah menjadi saksi janji kita. Kini, hujan hanya membawa aroma kehilangan. Dan aku, yang tak bisa berlindung di pelukmu lagi, hanya bisa menengadah, membiarkan air mata menyamar sebagai gerimis.


Ada luka yang tak bisa sembuh hanya karena waktu. Kehilanganmu bukan luka yang bisa kupoles dengan senyum palsu. Ini bukan sekadar perpisahan, ini perampasan. Aku dirampas dari semua yang membuatku utuh. Kau pergi, membawa separuh dari jiwaku, dan menyisakan ruang hampa yang tak pernah benar-benar bisa terisi lagi.


Kadang aku marah pada semesta. Mengapa tak diberi kesempatan untuk sekadar berkata, “Tunggu sebentar lagi”? Mengapa pertemuan kita secepat itu menjadi akhir? Tapi entah bagaimana, marahku selalu tumpul di hadapan wajahmu yang hanya hidup dalam ingatanku. Wajah yang tenang, seperti menidurkan semua kekacauan yang kutahan dalam dada.


Aku belajar merelakan, tapi merelakan tak pernah sesederhana kata. Ia seperti menahan air laut dengan telapak tangan. Aku bisa berpura-pura tegar di hadapan dunia, tapi setiap malam, hatiku pecah berkeping-keping di balik senyap. Doa menjadi jembatan satu-satunya, semacam pelukan yang tak bisa disentuh, hanya bisa dirasakan dalam hening.


Cintaku padamu tak berubah. Ia tak tumbuh, karena sudah matang sejak dulu. Ia juga tak layu, karena kematian tak cukup kuat untuk merobohkannya. Kau tetap hidup, dalam bisik-bisik kecil yang kuucapkan sebelum tidur, dalam bunga yang kutaburkan setiap tanggal yang tak pernah kulupakan.


Aku menyimpan semua tentangmu dalam rak-rak hati yang kususun rapi. Setiap sudutnya berisi tawa, tangis, dan cerita-cerita yang tak pernah selesai. Di sana, kau tak pernah benar-benar pergi. Kau hanya berpindah tempat, dari dunia nyata ke ruang tak kasat mata yang bernama kenangan.


Waktu boleh melaju, tapi aku masih berdiri di tempat kita terakhir kali berpamitan, walau tanpa kata. Aku menanti tanpa menunggu, berharap tanpa menggantungkan. Karena aku tahu, ini bukan tentang memintamu kembali, tapi tentang mengikhlaskanmu pergi dengan tenang.


Dan jika suatu saat aku pun harus menyusul jejakmu, biarlah cinta ini yang menjadi penuntunku. Bukan tangisan, bukan penyesalan, tapi cinta yang telah belajar banyak tentang melepaskan. Cinta yang diam-diam selalu menyebut namamu di antara sepertiga malam.


Sebab kau adalah BUANGA TERAKHIR—bunga yang mekar di antara luka, yang harumnya tak pernah pudar meski tertiup waktu, yang abadi dalam hati yang tak pernah lelah mencintaimu dalam diam.


Bumi duka, 21 April 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...