Senin, 24 Maret 2025

PERAYAAN LUKA

 Perayaan Luka

Karya : Pena_Lingga


Malam ini, aku merayakan luka seperti seorang penyair yang menyesap racun dalam cawan emas. Aku membiarkan duka mengalir perlahan, seperti sungai Sarasvati yang membawa kesunyian ke samudra tak bertepi. Aku tak ingin buru-buru melepaskannya, sebab ada keindahan dalam luka yang tak terucapkan—seperti mantra yang kehilangan suaranya, menggantung di antara bumi dan nirwana.


Aku adalah reruntuhan candi di bawah rembulan, menyimpan kisah-kisah lama yang tak lagi dibaca. Batu-batuku retak, lumut tumbuh di sudut-sudut yang terlupakan, tapi aku tetap berdiri, memeluk sejarah yang enggan pudar. Malam ini, aku mengizinkan masa lalu menari di antara puing-puingku, menghidupkan kembali bayangan yang telah lama tertidur.


Duka ini adalah angin sepoi yang membawa bisikan para leluhur, merambat di setiap pori seperti jejak karma yang tak terhindarkan. Aku mendengar suaranya dalam hening, dalam detak jantung yang berusaha melupakan tetapi selalu kembali pada titik yang sama. Barangkali ini takdir—sebuah samsara, siklus yang tak kunjung usai, menjeratku dalam lingkaran kenangan yang tak bisa kuhindari.


Aku menatap ke dalam cawan luka yang kupegang, isinya lebih pekat dari malam, lebih pahit dari Soma yang telah kehilangan nektarnya. Aku menyesapnya perlahan, membiarkan racunnya meresap ke dalam jiwa, sebab tidak semua kepedihan harus dienyahkan, tidak semua luka harus segera disembuhkan. Beberapa luka ada untuk dikenang, menjadi tilaka di dahi perjalanan yang panjang.


Malam ini, aku adalah bayangan yang menari di antara cahaya lampu minyak. Aku mengulangi mantra-mantra lama, bukan untuk memanggil kesembuhan, tetapi untuk menyatu dengan kehampaan. Aku tidak lagi mencari obat, karena aku tahu, beberapa luka bukan untuk disembuhkan, tetapi untuk diterima seperti air sungai Gangga yang mengalir ke laut tanpa bertanya ke mana akhirnya.


Aku telah menjadi kertas yang diisi dengan aksara yang luntur, cerita yang tak lagi terbaca. Tetapi di antara noda dan sobekan ini, masih ada puisi yang tertulis dalam bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang pernah patah. Mungkin duka ini bukan kutukan, tetapi prasasti yang mengabadikan bahwa aku pernah benar-benar mencintai, meski akhirnya harus kehilangan.


Aku menatap ke langit dan bertanya pada bintang-bintang, apakah mereka juga menyimpan kesedihan dalam kilaunya? Apakah mereka juga merayakan kehilangan dengan bersinar lebih terang? Barangkali kita sama—menjadi cahaya dalam kegelapan, tetapi di dalamnya menyimpan kehampaan yang tak terukur.


Biarkan malam ini menjadi yajña bagi luka-luka yang tak bisa kuhapus. Biarkan angin membawa kesedihan ini ke sudut-sudut semesta, seperti abu yang dilepaskan ke sungai suci. Aku tidak meminta kebahagiaan, tidak meminta penghiburan. Aku hanya ingin duduk di antara bayangan masa lalu, mengangkat gelas bersama duka, dan bersulang untuk kehilangan yang telah menjadikanku seperti ini.


Karena mungkin, beberapa luka memang tak ditakdirkan untuk sembuh. Seperti gunung yang tetap menyimpan api dalam diamnya, seperti langit yang menyimpan gerimis di balik birunya. Aku tidak lagi melawan. Aku hanya membiarkan semuanya mengalir, membiarkan luka itu menjadi bagian dari diriku, seperti malam yang selalu berdampingan dengan fajar.


Dan ketika matahari esok terbit, aku tidak akan berpura-pura utuh. Aku hanya akan berjalan dengan luka-luka yang telah menjadi bagian dari jiwaku, seperti mantra yang tak perlu diucapkan untuk tetap memiliki makna.


Raja Ampat, 24 Maret 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...