Sabtu, 30 November 2024

HUTAN DAN ADAT BUDAYA LELUHUR KALIMANTAN TIMUR

 HUTAN DAN ADAT BUDAYA LELUHUR KALIMANTAN TIMUR


Di bawah langit jingga yang memudar,

Hutan Kalimantan Timur berdiri kokoh,

Bukan sekadar alam, tapi jiwa yang terlupakan,

Tempat pohon-pohon tua berbisik getir,

Mengungkapkan kisah leluhur yang tak lagi didengar.

Hutan ini adalah lembah kenangan,

Dengan akar yang lebih dalam dari yang tampak,

Bukan hanya tanah yang subur,

Namun warisan budaya yang mengakar,

Tertanam dalam setiap belukar dan sulur.


Di antara pepohonan raksasa,

Ada jejak kaki yang tak terhapuskan,

Dari zaman purba, suku Dayak berlari,

Membawa adat dan tradisi yang luhur,

Bukan sekadar hidup, namun menyatu dengan alam,

Menghormati gunung, sungai, dan angin,

Yang kini menjadi sekadar cerita di bibir kota.


Namun, apakah kita lupa?

Suku Dayak yang kita anggap sebagai penjaga,

Adalah juga pejuang yang tak kenal ampun,

Hutan mereka adalah medan perang,

Dimana api dipakai bukan untuk memasak,

Melainkan untuk menandai batas wilayah,

Di mana darah yang tertumpah bukan hanya darah hewan,

Namun juga jejak sejarah perlawanan.

Di dalam rimba, mereka adalah sosok yang dihormati,

Namun, dalam kelamnya hutan, mereka bisa menjadi ancaman,

Dewa-dewa yang mereka sembah bukan hanya pelindung,

Namun juga pembalas dendam yang tak pernah tidur.


Hutan ini adalah altar suci,

Di mana manusia dan alam bersatu dalam ritual,

Gong menggema, sape berdendang,

Melantunkan lagu-lagu yang tak kenal waktu,

Mengiringi tarian mistis di bawah bulan purnama,

Langkah kaki mengikuti irama semesta,

Menjadi satu dengan roh nenek moyang yang berjaga.

Mereka yang menyembah pohon dan batu,

Mereka yang merawat sungai dengan doa,

Mereka yang tahu bahwa bumi bukan hanya milik manusia,

Namun milik semua makhluk yang hidup di atasnya.


Rumah panjang berdiri megah,

Dengan dinding yang dihiasi ukiran zaman,

Setiap motif adalah lambang kebijaksanaan,

Setiap garis adalah kisah para pahlawan,

Namun, apa yang tersisa kini?

Apa yang kita lakukan pada peninggalan itu?

Apa yang terjadi pada kita yang merusak ikatan itu?

Mereka yang tak lagi mengerti,

Yang hanya tahu bagaimana menebang pohon,

Membangun tembok-tembok beton dan kaca,

Yang melupakan api unggun adat,

Dengan lampu neon yang tak pernah padam.


Tapi zaman terus berjalan,

Dan kita terus melangkah ke arah yang salah,

Modernisasi datang dengan topeng indah,

Menyusup ke dalam pori-pori hutan,

Membawa harapan palsu tentang kemajuan,

Sementara hutan terkoyak dan merintih.

Adat yang pernah dihormati, kini dianggap usang,

Ritual yang dulunya mengikat hidup, kini dipandang sebagai hiasan,

Dan kita, manusia yang sombong,

Menganggap diri lebih tinggi dari yang lain,

Padahal kita adalah anak durhaka,

Yang lupa dari mana kita berasal.


Di balik bangunan-bangunan megah,

Di balik gedung kaca yang berkilau,

Di bawah asap knalpot dan suara mesin,

Hutan ini menangis dalam diam,

Mereka yang dulu menjaga, kini sudah tiada,

Hanya tinggal batu dan debu,

Menghadapi zaman yang rakus,

Yang menelan tanah dan jiwa dalam sekejap.

Adat yang dulu dihormati,

Kini terpinggirkan di sudut-sudut kota,

Seakan dunia tak butuh lagi kisah lama,

Namun justru kisah itu lah yang harus kita dengar.


Mari kita berhenti sejenak,

Menatap kembali ke dalam hutan yang damai,

Menghitung jejak kaki yang tertinggal,

Menyadari betapa rapuh warisan ini,

Dan seberapa besar tanggung jawab kita,

Untuk merawat hutan, budaya, dan adat,

Bukan hanya demi kita, tetapi demi anak cucu kita,

Agar mereka tahu dari mana mereka berasal,

Agar mereka tahu betapa berharganya tanah ini,

Yang dulu dipenuhi dengan roh dan cinta.


Hutan Kalimantan Timur bukan hanya hutan,

Ia adalah kitab hidup,

Sebuah sajak yang tak pernah selesai dibaca,

Namun kita yang harus menuliskannya kembali,

Dengan tangan kita, dengan hati kita,

Karena jika kita tak melakukannya,

Siapa lagi yang akan mendengar teriakan alam ini?


Hutan Kalimantan Timur,

Bukan sekadar tempat yang terpinggirkan,

Namun jantung yang terus berdegup,

Menunggu kita untuk kembali,

Menunggu kita untuk mengingat,

Bahwa kita bukan pemilik,

Namun hanya penjaga sementara,

Dari warisan leluhur yang tak ternilai.


Oleh : Andi Irwan

Rumah Literasi

01 Desember 2024


-----------------------------------


Makna Narasi:


Sajak ini menggambarkan hubungan yang dalam antara alam, budaya, dan peradaban, dengan latar belakang Kalimantan Timur sebagai tempat tinggal suku Dayak. Hutan bukan hanya sebuah entitas alam, melainkan simbol kehidupan, sejarah, dan spiritualitas yang telah mengakar dalam adat dan ritual leluhur. Namun, modernisasi yang datang membawa dampak buruk bagi hutan dan budaya ini, mengancam keberlangsungan hidup yang harmonis antara manusia dan alam. Narasi ini juga menggambarkan bagaimana suku Dayak, yang dulu dihormati sebagai penjaga alam, kini dianggap sebagai ancaman dan mengalami perubahan peran dalam masyarakat modern.


Melalui metafora dan kiasan, sajak ini menyoroti bahaya eksploitasi alam dan pengabaian adat yang telah lama ada. Suatu ironi terlihat ketika budaya yang seharusnya dilestarikan kini dipinggirkan, dan hutan yang menjadi tempat peradaban itu, mulai terlupakan dan diabaikan. Ketika kita melupakan hubungan kita dengan alam dan warisan leluhur, kita sejatinya telah mengkhianati mereka, yang dulunya menjaga keseimbangan dunia ini.


Sajak ini mengajak pembaca untuk merenung dan menyadari bahwa kita tidak hanya mempengaruhi alam dengan tindakan kita, tetapi juga mewarisi dan meneruskan warisan budaya yang seharusnya dijaga dengan hati-hati. Dalam setiap perubahan yang terjadi, ada kisah yang hilang, dan jika kita tidak berhati-hati, kita akan menjadi bagian dari kehancuran tersebut. Hutan yang menangis di ba

wah jejak kita menggambarkan penyesalan yang mendalam atas segala yang telah hilang dan terlupakan dalam perjalanan waktu.




RINDU DALAM CAHAYA CINTA

 RINDU DALAM CAHAYA CINTA


Oleh : Andi Irwan


Di malam sunyi bulan merindu Wajahmu hadir di ujung rindu Raga terpisah hati bersatu Dalam dekapan cinta selalu kangenmu


Waktu berlalu tak kenal ampun Namun cintaku tetaplah santun Dalam setiap hela nafas selalu terucap Namamu kekasih di sanubari terukir mantap


Engkau bagai mentari penyuluh hari Menghangatkan jiwa dalam sunyi sepi Setiap kata manismu bagai manikam Mengisi ruang hati dengan kasih sayang


Bulan dan bintang saksi abadi Rindu ini tak pernah mati Dalam pelukan bayangan kutemukan damai Meskipun sementara rindu ini terobati


Malam beringsut pelan menyelimut Menyelubungi hati dengan kenangan kalut Setiap detik terasa begitu lambat Mengulur rindu yang kian melarat


Di bawah langit berbintang kukirimkan bisikan Melalui angin yang lembut penuh harapan Bayangmu hadir dalam setiap helaan napas Mengisi kekosongan yang terasa lepas


Hari demi hari kian berlalu Rindu ini tak pernah layu Bagaikan dua bintang di langit malam Meski jauh tetap bersinar terang


Setiap malam kupanjatkan doa Namamu selalu hadir dalam cinta Kuselipkan harapan dalam kata Agar segera kita dipertemukan semesta


Cinta engkau adalah cahaya Dalam gelap kau bawa terang Mengusir kesepian yang mendera Membawa harapan dalam langkah


Ketika akhirnya kita bertemu Segala rindu akan terbalas Dalam pelukan hangat dan lembut Kita merajut kisah baru penuh cinta luas


Hingga saat itu tiba nanti Kita selalu bersama dalam hati Meniti hari dengan harapan dan mimpi Bahwa cinta sejati takkan pernah mati


Dalam setiap hembusan angin malam Ada namamu yang kusebut dalam diam Setiap detik setiap helaan Hanya engkau pujaan hatiku yang kupuja


Di kejauhan kita terpisah oleh jarak Namun cinta kita takkan pernah retak Seperti ombak dan pantai yang selalu bersatu Begitu pula kita dalam rindu yang tak berujung


Wahai cinta engkau bagai bulan purnama Menerangi malamku yang gelap gulita Setiap senyummu adalah surga Yang menyinari hati dengan cahaya cinta


Rumah Literasi

01 Desember 2024


-----------------

Genre: Romansa

Makna:


Sajak ini menggambarkan perasaan rindu yang mendalam antara sepasang kekasih yang terpisah oleh jarak. Meskipun raga mereka jauh, hati dan cinta mereka tetap bersatu. Rindu yang dirasakan begitu kuat hingga setiap momen dipenuhi dengan kenangan dan harapan untuk bersatu kembali.


Cinta digambarkan dengan berbagai metafora yang indah, seperti mentari yang menyinari hari, bintang yang bersinar di malam, dan bulan purnama yang menerangi kegelapan. Ini menunjukkan betapa besar pengaruh cinta dalam mengisi kekosongan dan memberikan harapan.


Meskipun terpisah, mereka terus menguatkan satu sama lain dengan doa dan harapan, percaya bahwa cinta sejati akan mengatasi segala rintangan dan akhirnya menyatukan mereka kembali. Cinta mereka diibaratkan seperti ombak dan pantai yang selalu bertemu, meskipun terpisah sementara.


Kesetiaan, kesabaran, dan kekuatan cinta adalah tema utama dalam sajak ini, menggambarkan bagaimana cinta sejati dapat bertahan meski diuji oleh jarak dan waktu.




( Dialog Y.T.S.A.M.S )

 Yang Tertinggal Setelah Aku Memberi Segalanya ( Part 1 ) Karya : Pena_Lingga 🤵: Hai ! Lama tak bertemu ya Kali ini aku datang dengan niat ...